Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Berzakat dengan Saham

Secara umum, berzakat dengan saham itu diperbolehkan dengan mempertimbangkan ketentuan fikih.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI

 

Berzakat dengan saham, maksudnya adalah orang yang sudah wajib zakat mengeluarkan zakatnya itu dengan saham. Contohnya, seorang advokat yang biasanya mengeluarkan zakat 2,5 persen dalam bentuk uang tunai, tetapi kali ini ia membayarnya dengan saham untuk para penerima zakat. 

Secara umum, berzakat dengan saham itu diperbolehkan dengan mempertimbangkan ketentuan fikih dan adab-adabnya. Pertama, sahamnya harus saham syariah. Oleh karena itu, tidak boleh nilai atau hasil penjualan saham konvensional itu diberikan kepada para dhuafa sebagai zakat. Karena salah satu kriteria zakat itu harus halal dan bisa dimanfaatkan. 

Kedua, nilainya harus sesuai dengan tarif pada saat dikeluarkan oleh donatur (pemilik saham). Maksudnya, zakat itu harus senilai dengan tarifnya (besaran yang harus dikeluarkan). Misalnya, penjual baju daring dengan modal Rp 60 juta, dan keuntungan Rp 30 juta, dengan utang dan biaya produksinya Rp 5 juta, maka pendapatan wajib zakatnya Rp 85 juta, dikeluarkan 2,5 persen boleh dikeluarkan dengan uang Rp 2.125.000 atau barang yang senilai. 

Ketiga, bisa diserahterimakan dengan nilai yang sama kepada mustahik. Oleh karena itu, jika saham tersebut tidak bisa diserahterimakan karena beberapa sebab. Selama zakat tersebut tidak bisa diserahterimakan, maka zakat tersebut tidak membantu kebutuhan mereka. 

Keempat, saham sebagai zakat itu diserahterimakan kepada mustahik, dan tidak dinvestasikan kecuali dengan persetujuan mustahik. Prioritas untuk memenuhi kebutuhan asasinya:

Perkataan An-Nawawi: "Sahabat-sahabat kami menjelaskan bahwa yang menjadi standar adalah makan, pakaian, rumah, dan kebutuhan-kebutuhan lain yang wajib dimiliki yang sesuai dengan kondisi fakir dan miskin tanpa berlebihan baik bagi si penerima maupun bagi orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya." (Kitab al-Majmu’ Juz 6).

 Sebagaimana Fatwa MUI No 4 Tahun 2003 tentang Penggunaan Dana Zakat untuk Istitsmar (Investasi) yang menegaskan bahwa zakat mal harus dikeluarkan sesegera mungkin (fauriyah), baik dari muzaki kepada amil maupun dari amil kepada mustahik. Penyaluran (tauzi’atau distribusi) zakat mal dari amil kepada mustahik, walaupun pada dasarnya harus fauriyah, dapat di-ta’khir-kan apabila mustahik-nya belum ada atau ada kemaslahatan yang lebih besar. 

Distribusi dana zakat boleh di-ta’khir-kan atau ditunda dengan ketentuan: 

(a) Investasi di usaha sesuai syariah, dilakukan oleh institusi/lembaga yang profesional dan dapat dipercaya. 

(b) Tidak ada fakir miskin yang memerlukan biaya yang tidak bisa ditunda.

(c) Pembagian zakat yang di-ta’khir-kan karena diinvestasikan harus dibatasi waktunya. 

Sebagimana Standar Syariah Internasional AAOIFI No 35 tentang zakat: "Ini (penundaan distribusi zakat dibolehkan) dengan syarat setelah memenuhi kebutuhan mendasar para mustahik". 

Hal ini juga merujuk kepada pendapat Abu Hanifah, di mana nilai tarif wajib zakat itu boleh diberikan dalam bentuk barang ataupun nilainya. Karena maqashid zakat adalah memenuhi kebutuhan penerima 

zakat, jika dengan uang tunai yang diberikan itu lebih mudah bagi mereka untuk mengelolanya dan memilih kebutuhannya, maka itu telah memenuhi  maqshad tersebut.

Wallahu a’lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat