Sejumlah calon penumpang berjalan menuju bis antar kota antar provinsi (AKAP) di Terminal Bis Pakupatan, Serang, Banten, Sabtu (27/3/2021). | ANTARA FOTO/Asep Fathulrahman

Opini

Dilarang Mudik Lebaran

Bagi sebagian masyarakat, keputusan mudik Lebaran dilarang ini mengecewakan bahkan merugikan.

BAGONG SUYANTO, Dekan FISIP Universitas Airlangga 

Pemerintah resmi melarang masyarakat mudik Lebaran. Mulai tanggal 6 Mei hingga 17 Mei 2021, seluruh ASN, TNI, Polri, BUMN, karyawan swasta, pekerja mandiri, dan juga masyarakat pada umumnya diinstruksikan tidak pulang kampung.

Tradisi kultural yang ditunggu-tunggu masyarakat ini, terpaksa untuk kedua kalinya dilarang. Dalam rapat kerja dengan Komisi V DPR, 16 Maret 2021, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi sebetulnya mengatakan pihaknya tak akan melarang mudik tahun ini.

Namun, setelah dikalkulasi untung ruginya, larangan mudik terpaksa menjadi opsi yang harus ditempuh pemerintah guna mencegah peningkatan kasus Covid-19 yang selalu terjadi setelah libur panjang.

 
Melarang masyarakat pulang kampung menjelang Idul Fitri, jelas akan membuat banyak pihak menanggung kekecewaan bahkan kerugian.
 
 

Larangan mudik itu diumumkan Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy di Jakarta,Jumat (26/3). Keputusan pemerintah melarang masyarakat mudik, sebetulnya hal sulit dan serbadilematis.

Melarang masyarakat pulang kampung menjelang Idul Fitri, jelas akan membuat banyak pihak menanggung kekecewaan bahkan kerugian. Pertama, larangan mudik dipastikan memicu efek domino yang kontraproduktif bagi aktivitas perekonomian masyarakat.

Kalau melihat data dari pengalaman tahun-tahun lalu sebelum pandemi Covid-9 meluas di berbagai daerah, perputaran uang tunai seputar aktivitas mudik hingga Lebaran bisa mencapai sekitar Rp 200 triliun lebih.

Ketika mudik dilarang, itu berarti tidak ada lagi perputaran uang kontan ke berbagai desa yang dibawa para migran yang pulang kampung.

Berbagai depot, restoran, atau rumah makan di sepanjang rute perjalanan masyarakat mudik Lebaran, niscaya tidak akan lagi berharap mendapatkan kucuran dana dari para pemudik yang mampir mengisi perut sebelum sampai ke kampung halaman.

 
Ketika mudik dilarang, itu berarti tidak ada lagi perputaran uang kontan ke berbagai desa yang dibawa para migran yang pulang kampung.
 
 

Toko-toko kecil, mini market, pedagang minuman, penjual buah-buahan, dan lain-lain yang biasanya mendapatkan rezeki di musim mudik Lebaran, bisa dipastikan kini akan gigit jari.

Kedua, keputusan pemerintah melarang masyarakat mudik diprediksi membuat optimisme perbaikan perekonomian yang semula sempat bangkit, bukan tidak mungkin kembali loyo.

Ketika vaksin tidak hanya diberikan kepada petugas medis tetapi ke warga masyarakat lain, optimisme pelaku ekonomi sebetulnya kembali merekah.

Setelah sekitar setahun dalam situasi tak menentu dan banyak kehilangan pelanggan, dengan vaksinasi tidak sedikit pelaku ekonomi menaruh harapan besar. Tanda menggeliatnya aktivitas perekonomian, kini harus lunglai kembali.

Ketiga, larangan mudik Lebaran memukul perkembangan sektor transportasi, maskapai, perhotelan, dan berbagai hal terkait kebutuhan akomodasi para pemudik. Ketika mobilitas dibatasi, tentu kebutuhan fasilitas transportasi dan akomodasi menjadi berkurang.

Masyarakat yang diminta berdiam diri di rumah menjelang dan sesudah Lebaran, tidak lagi membutuhkan kendaraan, hotel dan lain-lain seperti yang biasa terjadi pada saat mudik belum dilarang pemerintah.

Kompensasi

Pemerintah sebetulnya bukan tidak memahami risiko jika mudik dilarang. Keputusan tersebut, tentu melewati berbagai pertimbangan matang, utamanya agar tren penurunan kasus Covid-19 tidak kembali naik seperti yang terjadi di berbagai negara lain.

Akibat keburu memperlonggar kebijakan pembatasan mobilitas sosial masyarakat, membuat penyebaran Covid-19 di sejumlah negara seperti Inggris, Prancis, dan lain-lain kembali meningkat. Indonesia tidak mau mengulangi kesalahan yang sama.

Memastikan agar penyebaran Covid-19 bisa dikendalikan, akhirnya tidak ada pilihan lain, mudik dilarang. Bagi sebagian masyarakat, keputusan ini mengecewakan bahkan merugikan. Maka, sebaiknya pemerintah menyiapkan skema-skema kompensasi.

Salah satu dampak larangan mudik adalah berkurangnya aliran dan penyebaran dana masyarakat ke berbagai daerah. Perputaran uang masyarakat untuk membiayai aktivitas mudik jelas menurun bahkan hilang.

 
Namun, bagaimana mengganti dana masyarakat yang biasanya digunakan untuk makan dan akomodasi selama mudik?
 
 

Sebagai pengganti dana yang seharusnya menyebar ke berbagai daerah selama mudik Lebaran, sebagian akan teratasi jika memang  masyarakat mengirim uang ke keluarga di desa melalui transaksi perbankan.

Namun, bagaimana mengganti dana masyarakat yang biasanya digunakan untuk makan dan akomodasi selama mudik?

Para pelaku bisnis kuliner, penginapan, dan transportasi yang tidak jadi mendapatkan berkah arus mudik, ada baiknya menjadi prioritas pemerintah memperoleh kompensasi melalui berbagai skema program.

Dengan melarang mudik, memang penyebaran virus Covid-19 akan bisa dikurangi tetapi jangan sampai di saat yang sama para pelaku ekonomi di daerah justru kolaps gara-gara kehilangan pembeli atau konsumen karena masyarakat tidak jadi mudik Lebaran. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat