Ilustrasi jamaah hendak melaksanakan shalat Tarawih pada Ramadhan tahun lalu. | Dhemas Reviyanto/ANTARA FOTO

Khazanah

MUI: Shalat Tarawih Sampai Tiga Shift Juga Boleh

Diharapkan, shalat Tarawih terlaksana, tapi prokes tetap terjaga. 

JAKARTA — Ketua Bidang Dakwah dan Ukhuwah Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Muhammad Cholil Nafis mengatakan, shalat Tarawih di masjid hingga tiga shift diperbolehkan. Pernyataan ini menanggapi imbauan Ketua Umum Dewan Masjid Indonesia (DMI) Jusuf Kalla kepada para pengurus masjid untuk membuka kemungkinan menyelenggarakan shalat Tarawih dalam dua shift atau bergiliran. 

"Ya bagus, tiga shift juga boleh. Intinya adalah selama kita mulai dari waktu Isya sampai Subuh kan bisa Tarawih. Bagi yang memahami bahwa shalat Tarawih sama dengan shalat malam," kata Kiai Cholil kepada Republika, Rabu (24/3).

Sudah berlangsung lebih dari setahun, pandemi Covid-19 belum juga berakhir. Jumlah kasus positif Covid-19 pun masih bertambah setiap hari. Begitu pun pada bulan Ramadhan 1442 H yang akan tiba beberapa pekan lagi, hampir dipastikan masih berlangsung di tengah situasi pandemi. Hal ini mengharuskan umat Islam untuk mematuhi protokol kesehatan (prokes) guna mencegah penularan Covid-19.

Menurut Kiai Cholil, shalat Tarawih secara bergiliran dalam beberapa shift bisa diterapkan di masjid atau tempat yang padat atau daya tampungnya terbatas. “Memang sekarang kapasitas terbatas, bisa jadi dua atau tiga shift, yang penting mereka bisa jaga protokol kesehatan," ujar Kiai Cholil.

Adanya shift dalam shalat Tarawih, menurut dia, akan meramaikan masjid pada bulan Ramadhan. Mengenai shaf shalat, Kiai Cholil berpendapat, hal itu bisa disesuaikan dengan kondisi yang ada. 

"Kalau kita sudah aman, harapannya rapat, tapi kalau belum aman, disesuaikan. Ikuti protokol kesehatan," ujar dia. 

Sebelumnya, Ketua Umum DMI Jusuf Kalla (JK) mengimbau para pengurus masjid membuka kemungkinan untuk menyelenggarakan shalat Tarawih dalam dua shift atau bergiliran. 

Hal itu, menurut JK, untuk memberi kesempatan kepada seluruh jamaah di sekitar masjid menjalankan shalat Tarawih dengan tetap menjaga prokes. JK menyebut, adanya ketentuan jaga jarak membuat daya tampung masjid menurun menjadi hanya 40 persen dari daya tampung sebenarnya.

"Untuk itu, kita harus memberi kesempatan jamaah yang lain untuk melaksanakan ibadah shalat Tarawih dengan membaginya menjadi dua shift," kata JK melalui keterangan tertulis yang diterima Republika, Selasa (23/3).

Ketua Umum Ikatan Dai Indonesia (Ikadi) Prof KH Ahmad Satori Ismail punya pandangan berbeda. Menurut dia, shalat Tarawih tidak perlu dilakukan dua shift. "Kalau seandainya korona ini belum terselesaikan permasalahannya, kalau dianggap menurut dokter Islam, kesepakatan dokter Islam bahwa masih bahaya ya, bisa saja seperti itu," kata Kiai Satori saat dihubungi Republika, Rabu (24/3).

Akan tetapi, kata dia, pembatasan seperti di masjid itu juga harus diberlakukan di tempat-tempat lain, seperti pasar dan mal. Kegiatan di tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan kerumunan juga harus dilarang. 

Pemerintah, menurut Kiai Satori, jangan terlalu mempermasalahkan masjid dan menganggapnya sebagai tempat penyebaran Covid-19. "Jadi, jangan di masjid saja yang dipermasalahkan," ujar dia. 

Di dalam masjid orang menghadap kiblat dan tidak banyak bicara. Hal itu tak seperti di tempat-tempat lain yang banyak orang bicara sembari berhadap-hadapan. 

"Kalau menurut saya, wallahu a’lam ini. Karena ketika shalat itu jamaahnya menghadap satu arah kiblat. Kemudian mereka juga di situ hanya zikir, bukan ngobrol. Asal physical distancing satu meter itu terlaksana dengan baik, tidak usah dijadikan dua shift," katanya.

Kiai Satori juga menuturkan, jika April sudah tidak musim hujan, mushala dan masjid yang memiliki halaman luas bisa dimanfaatkan sebagai tempat shalat. Dengan demikian, prokes dijalankan dan syiar Islam melalui ibadah salat Tarawih tetap dilaksanakan.

Ia khawatir jika shalat Tarawih digelar dua shift malah banyak jamaah yang tidak hadir shalat Tarawih. Mengingat setelah jeda buka puasa yang terlalu lama membuat jamaah malas gerak.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat