Warga menghadiri pemakaman Kyal Sin (19 tahun), gadis yang ditembak mati dalam aksi unjuk rasa di Yangon, pekan lalu. | REUTERS/Stringer

Kabar Utama

Pembunuhan Demonstran di Myanmar Berlanjut

Indonesia dan ASEAN diminta mendesak dihentikannya kekerasan di Myanmar.

 

YANGON — Meski terus mendapat tekanan internasional, pembunuhan terhadap pengunjuk rasa antikudeta militer di Myanmar terus berlanjut. Dua lagi pengunjuk rasa gugur diterjang peluru di Yangon pada Senin (8/3).

Reuters melaporkan, dua pengunjuk rasa itu meninggal akibat tembakan di kepala. Penembakan terjadi di sela aksi massa dan ditutupnya toko-toko, pabrik, dan bank sebagai protes atas kudeta militer.

Gambar yang beredar di media sosial menunjukkan jenazah dua pria terbaring di tengah jalan di bagian utara Kota Myitkyina. Saksi mata menuturkan bahwa keduanya ambil bagian dalam unjuk rasa saat aparat kepolisian menembakkan granat kejut dan gas air mata. Saat itu beberapa orang tampak terkena tembakan yang datang dari gedung-gedung di sekitar lokasi demonstrasi. 

Seorang saksi yang mengaku memindahkan jenazah mengatakan, setidaknya tiga orang terluka terkena tembakan. "Betapa tak manusiawinya membunuh warga sipil tak bersenjata seperti ini," kata saksi mata berusia 20 tahun itu. "Kami berhak melakukan unjuk rasa secara damai," ujar dia melanjutkan.

Belum bisa dipastikan siapa yang melepaskan tembakan meski ada kehadiran aprat keamanan dari polisi dan militer di lokasi. Sejauh ini, menurut hitungan Komisi Tinggi HAM PBB, sedikitnya 53 orang dibunuh aparat sejak kudeta militer berlangsung pada 1 Februari lalu hingga Rabu (3/3). Sementara sumber lain menyatakan jumlah korban telah mencapai lebih dari 61 jiwa mengingat sejak laporan PBB dilansir pembunuhan terus berlangsung.

Pada Senin (8/3) unjuk rasa kembali dilakukan di sejumlah kota besar seperti Yangon dan Myanmar. Sementara unjuk rasa di Dawei, bagian selatan Myanmar, dilindungi Kesatuan Nasional Karen yang merupakan pasukan bersenjata etnis yang sejak lama terlibat konflik dengan militer Myanmar. 

Pengunjuk rasa melambaikan bendera yang terbuat dari htamain alias sarung yang biasa dikenakan perempuan di Myanmar. Garmen itu juga dibentangkan dan dijemur di beberapa ruas jalan untuk menghalau militer. Hal ini seturut kepercayaan di Myanmar bahwa berjalan di bawah jemuran htamain akan membawa sial.

Kepolisian Myanmar juga menduduki rumah sakit dan universitas di Yangon, kemarin. Kabarnya polisi juga menangkap ratusan orang yang terlibat unjuk rasa menentang kudeta yang digelar sejak bulan lalu sementara serikat buruh menggelar mogok kerja massal.  

photo
Aparat keamanan mencari pengunjuk rasa yang bersembunyi di Yangon, Senin (8/3/2021) - (LYNN BO BO/EPA)

Ketegangan di Yangon semakin meningkat ketika suara tembakan dari senjata berat terdengar di sejumlah wilayah di kota itu. 

Sebuah laporan menyebutkan sejumlah suara tembakan terdengar di dekat rumah sakit. Sementara warga berusaha menghalangi polisi dan tentara masuk ke pemukiman.

Sebelumnya pasukan keamanan mengincar personil dan fasilitas medis, menyerang ambulan dan kru-kru mereka. Muncul kekhawatiran keberadaan polisi di rumah sakit membuat mereka dapat menangkap pengunjuk rasa yang terluka. Organisasi kemanusiaan Physicians for Human Rights mengutuk langkah polisi menduduki rumah sakit.

"Terkejut dengan gelombang kekerasan terbaru yang dilakukan militer Myanmar, termasuk pendudukan dan invasi ke rumah sakit umum dan kekerasan yang berlebihan terhadap warga sipil," kata organisasi tersebut dalam pernyataannya seperti dikutip the Guardian, Senin (8/3).

"Kini sudah jelas; militer Myanmar tidak akan berhenti melanggar hak asasi rakyat Myanmar sampai masyarakat internasional bertindak tegas untuk mencegah dan meminta tanggung jawab atas aksi yang keterlaluan ini," tulis Physicians for Human Rights.

Physicians for Human Rights mengatakan pendudukan rumah sakit melanggar hukum internasional. "Hal itu hanya akan semakin membebankan sistem kesehatan yang sedang berperang melawan pandemi Covid-19 dan kudeta militer baru-baru," kata organisasi internasional tersebut.

Salah satu saksi mata melaporkan angkatan bersenjata masuk dengan paksa dan menduduki Rumah Sakit Umum Yangon Barat. Physicians for Human Rights juga mendapat laporan militer menduduki Rumah Sakit Umum Yangon , Rumah Sakit Spesial Okkalapa Waibagi Utara  Rumah SAkit Perempuan dan Anak Okkalapa Utara, Rumah Sakit Umum Yangon Timur, Rumah Sakit Spesialis Yangon, dan Rumah Sakit Pusat Perempuan.  

Organisasi itu juga menerima laporan yang sama di Kota Mandalay, Monywa dan Taunggi. Sementara itu serikat buruh di Myanmar mengajak pekerja seluruh negeri untuk melakukan mogok kerja yang bertujuan untuk "menghentikan sepenuhnya dalam jangka panjang' perekonomian Myanmar agar militer mengembalikan kekuasaan ke pemerintahan sipil.

Dalam pernyataan sembilan organisasi buruh mereka mengajak "Semua masyarakat Myanmar' untuk berhenti bekerja". Pekerja di sejumlah industri bergabung dalam gerakan protes. Paling banyak dari perusahaan kereta api negara dan sektor perbankan.

"Kami mendesak agar mogok kerja dilanjutkan sampai kediktatoran dicabut," kata ketua Federasi Buruh Garmen Myanmar, Moe Sanda Myint yang kaini sebagian besar buruh akan bergabung dalam gerakan ini.

Direktur organisasi buruh Amerika Serikat (AS) Solidarity Center cabang Myanmar Andrew Tillett-Saks mengatakan kemungkinan dalam beberapa hari dan minggu kedepan semakin banyak sektor swasta yang bergabung dalam gerakan tersebut. "Strategi ini mungkin benar-benar menekan militer," katanya. 

Sementara itu, tekanan internasional terhadap Myanmar kian meningkat. Yang terkini, Australia menangguhkan program kerja sama pertahanannya dengan Myanmar, Ahad (7/3) malam waktu setempat. Amerika Serikat sebelumnya telah memblokir sejumlah perdagangan Kementerian Pertahanan, Kementerian Dalam Negeri dan perusahaan militer Myanmar. Washington juga melarang Myanmar mengekspor barang-barang yang digunakan untuk militer.

Sementara Kepala Dewan Eropa Charles Michel mengungkapkan Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi untuk junta militer Myanmar. Sedangkan Kanselir Negara Cina Wang Yi mengatakan Negeri Tirai Bambu siap terlibat dengan semua pihak untuk menurunkan ketegangan di Myanmar. 

Sedangkan sejumlah menteri luar negeri ASEAN telah mendesak pembebasan tahanan politik yang ditahan militer sejak kudeta 1 Februari. Negara-negara anggota ASEAN meminta semua pihak di negara tersebut menahan diri dari memicu kekerasan lebih jauh. 

Umat Buddha RI Prihatin

Kematian-kematian para pengunjuk rasa di Myanmar terus menjadi sorotan dunia. Keprihatinan juga datang dari komunitas Buddha di Tanah Air yang seagama dengan mayoritas warga Myanmar. 

photo
Biksu Buddha melayangkan salam tiga jari menolak kudeta dalam aksi unjuk rasa di Mandalai, Senin (1/3/2021. - (AP/AP)

"Militer Myanmar telah bertindak kejam melampaui batas kemanusiaan, brutal, dan tidak segan-segan membunuh para aktivis pro-demokrasi dengan senjata api. Maka kami komunitas buddhis Indonesia sungguh prihatin dan sangat mengecam hal tersebut," kata Ketua Umum Dharmapala Nusantara, Kevin Wu, dalam siaran pers, Senin (8/3).

Menurut Kevin, kematian aktivis perempuan Ma Kyal Sin alias Ding Jia Xi, yang ditembak kepalanya oleh tentara Myanmar saat berdemonstrasi, benar-benar memilukan. Peristiwa itu menjadi sebuah bukti nyata bahwa tentara Myanmar sudah bertindak melampaui batas kemanusiaan. "Tidak lagi menghargai kehidupan dan hak asasi manusia," ucapnya.

Sebagai sesama warga bangsa di kawasan ASEAN, Myanmar adalah sahabat baik bagi bangsa Indonesia, seperti anggota ASEAN lainnya. Terlebih bagi komunitas buddhis Indonesia yang mengenal Myanmar sebagai negara, dengan mayoritas beragama Buddha yang setia menjaga tradisi agama Buddha. 

“Myanmar sebagai negara bangsa yang penduduknya sangat menjunjung tinggi dan menghormati ajaran Buddha, semestinya perilaku pejabat negara dan aparat keamanan (militer) bisa mengikuti cara-cara yang selaras dengan ajaran Buddha, dalam mengatasi dan menyelesaikan konflik dan perselisihan. Yaitu, dengan jalan damai, jalan tanpa kekerasan," tuturnya.

photo
Pengunjuk rasa berlindung dibalik perisai pelindung dalam demonstrasi di Yangon, Senin (8/3/2021). - (LYNN BO BO/EPA)

Kevin juga mendesak Kementerian Luar Negeri Indonesia, Kedutaan Besar Indonesia untuk Myanmar, agar mengambil sikap, langkah-langkah strategis, dengan mengajak seluruh negara-negara anggota ASEAN lainnya untuk mendesak Junta militer Myanmar, agar menghentikan segala bentuk kekerasan dan kekejaman atas rakyat Myanmar.

Kevin berharap, perwakilan ASEAN agar menjadi mediator di antara pihak-pihak yang berselisih di Myanmar dan agar segera mengambil langkah-langkah politik tanpa kekerasan. Mengajak mereka bermusyawarah, menempuh jalan dialog dan demokrasi sesuai konstitusi, yang mengutamakan keselamatan rakyatnya dalam menyelesaikan konflik politik.

"Kami berharap, semoga dengan pernyataan ini, dapat menyadarkan para pemimpin politik dan penguasa militer di Myanmar untuk kembali pada ajaran Buddha, ajaran Avihimsa. Hentikan segala bentuk keserakahan dan kebencian, yang hanya akan membawa kehancuran dan lebih banyak penderitaan," ujarnya.

Majelis Ulama Indonesia menegaskan, sikap pemerintah Indonesia yang menyatakan prihatin terhadap insiden kudeta militer terhadap pemerintahan Aung San Suu Kyi di Myanmar.

"MUI sebagai wakil umat Islam Indonesia, mendukung pernyataan Pemerintah RI pada 1 Februari 2021, yang menyampaikan rasa prihatinnya atas situasi politik di Myanmar," kata Ketua Komisi Hubungan Luar Negeri dan Kerja Sama Internasional MUI, Bunyan Saptomo, kepada wartawan di Jakarta, Jumat (5/2). Ia mendesak semua pihak untuk menahan diri dan mengedepankan dialog penyelesaian terhadap persoalan, sehingga situasi tidak memburuk.

MUI, menurut dia, berharap persoalan tersebut diselesaikan dengan jalan dialog, yang melibatkan seluruh komponen masyarakat Myanmar, termasuk masyarakat Muslim di negara tersebut, di antaranya Muslim Rohingya yang mengalami diskriminasi, pembunuhan, dan pengusiran paksa.

"Menurut berbagai laporan media saat ini, tercatat lebih dari 700 ribu Muslim terpaksa mengungsi ke Bangladesh dan berbagai negara, termasuk ke Indonesia," katanya.

Bunyan mengatakan, MUI menyerukan penguasa di Myanmar melaksanakan resolusi PBB agar melindungi semua kelompok minoritas, termasuk minoritas Muslim. "Dan memastikan pengadilan terhadap para pelaku pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim Rohingya," katanya.

Pada Rabu (3/3), di hadapan jemaat di Vatikan, Paus Fransiskus kembali mengimbau militer Myanmar untuk "mengedepankan dialog di atas penindasan dan harmoni di atas perselisihan”. Ia juga memberikan imbauan kepada masyarakat internasional. "Berharap agar dapat melihat rakyat Myanmar tidak tersiksa oleh kekerasan," katanya.

Ia mengatakan, anak-anak muda di seluruh negeri itu pantas memiliki masa depan. Paus Fransiskus mengulang kembali ajakan yang telah ia sampaikan sejak bulan lalu. Dia meminta pemimpin militer Myanmar melakukan sikap konkret untuk rekonsiliasi, dengan membebaskan tahanan politik. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat