Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Telanjur Kredit Ribawi

Apa yang harus saya lakukan jika ingin bertobat dari kredit ribawi?

DIASUH OLEH DR ONI SAHRONIAnggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Assalamualaikum wr wb. Saya telanjur melakukan kredit KPR di bank konvensional dan sudah berjalan sekitar dua tahun. Rumah tersebut sudah saya tempati bersama keluarga. Apa yang harus saya lakukan jika ingin bertobat dari kredit di bank konvensional, sedangkan rumah tersebut adalah rumah pertama kami? Mohon penjelasan Ustaz! -- Fauzi, Bekasi

Waalaikumussalam wr. wb.

Nasabah melunasi utang atau kewajibannya di bank konvensional secara sekaligus. Jika tidak memungkinkan maka di-take over ke bank syariah. Tetapi, jika tidak memungkinkan juga maka dilunasi angsurannya di bank konvensional hingga akhir dengan komitmen tidak akan mengulangi transaksi ribawi. Kesimpulan ini akan dijelaskan dalam poin-poin berikut.

Pertama, jika nasabah dalam kondisi sedang dalam angsuran di bank konvensional, nasabah dapat melakukan beberapa tahapan berikut sesuai dengan kemampuan maksimalnya.

(a) Menutup angsuran dengan melunasi sisa angsuran kredit tersebut hingga lunas. Misalnya, si A punya kredit atau angsuran di bank konvensional, sisa outstanding-nya Rp 500 juta. Jika ia mampu menutup atau melunasi utang tersebut sekaligus, itu menjadi pilihan pertama.

(b) Jika tahapan di poin pertama tidak bisa dilakukan karena ketidakmampuan secara finansial atau karena ada kebutuhan lain yang lebih darurat untuk dipenuhi, kredit tersebut harus dialihkan (take over) ke bank syariah. Dengan kreditnya di-take over ke bank syariah, maka selanjutnya angsurannya ke bank syariah (telah berubah dari kredit ribawi menjadi pembiayaan yang sesuai syariah). Poin kedua itu sesuai dengan Fatwa DSN MUI Nomor 31/DSN-MUI/VI/2002 tentang Pengalihan Utang.

Fatwa itu menjelaskan beberapa metode pengalihan utang.

(1) Dengan pinjaman dari lembaga keuangan syariah (LKS), nasabah melunasi utangnya di LKK (lembaga keuangan konvensional). Selanjutnya, nasabah menjual aset kepada LKS dan membelinya kembali secara angsur dengan margin.

(2) LKS membeli sebagian aset nasabah senilai dengan sisa cicilan nasabah kepada lembaga keuangan konvensional (LKK) (terjadi syirkah al-milk antara keduanya). LKS menjual bagian asetnya kepada nasabah secara angsur.

(3) Dengan pinjaman dari LKS, nasabah melunasi kreditnya dan menjual aset (yang sudah menjadi miliknya) kepada LKS untuk melunasi utangnya kepada LKS. LKS menyewakan aset yang telah menjadi miliknya tersebut kepada nasabah dengan IMBT.

(c) Jika kedua tahapan tersebut tidak dapat dilakukan karena masalah finansial dan lainnya yang setara kedaruratannya, kredit tersebut di bank konvensional dapat dilanjutkan sampai lunas dengan iktikad atau komitmen bahwa tidak akan bermuamalah lagi dengan transaksi kredit berbunga (ribawi). Maksudnya, setelah kredit ini lunas maka nasabah berikhtiar maksimal untuk tidak terjebak kembali dalam kredit ribawi dan mulai meningkatkan kemampuan untuk bisa memilih pilihan yang halal dan sesuai syariah.

Kedua, hal ini berdasarkan pada landasan berikut transaksi pinjaman (kredit) kepada bank konvensional untuk membeli rumah dengan fasilitas KPR itu tidak diperkenankan karena skema transaksi yang berlaku antara nasabah debitur dan bank konvensional (sebagai kreditur) adalah pinjaman berbunga.

Riba yang didapatkan oleh bank konvensional atas pinjaman fasilitas kredit tersebut tidak diperkenankan, sebagaimana firman Allah SWT, "... Padahal Allah SWT telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba ...." (QS al-Baqarah: 275). Dan firman Allah SWT, "Hai, orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah dan tinggalkanlah sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang yang beriman." (QS al-Baqarah: 278).

Sebagaimana beberapa kaidah fikih yang menjelaskan bahwa ada dispensasi yang berlaku dalam kondisi darurat atau semidarurat, di antara kaidah tersebut berbunyi, Hajah (kebutuhan mendesak) menempati posisi darurat, baik bersifat umum maupun khusus. (Al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha'ir, j1, halaman 218).

Saat kondisinya sulit maka menjadi luas (ada solusi). Dan sebaliknya, saat kondisinya natural/lapang, maka ketentuan hukumnya menjadi normal kembali. Sesuatu yang dibolehkan karena kondisi khusus ('udzur), maka kebolehan itu menjadi hilang saat 'udzurnya tidak ada.

Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat