Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Arief Budiman berpose di sela wawancara khusus dengan Kantor Berita ANTARA di Kantor KPU, Jakarta, Jumat (3/7). | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Nasional

Putusan DKPP Jadi Bahan Evaluasi

Putusan DKPP dinilai menyebabkan ketidakpastian hukum baru.

JAKARTA — Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin meminta agar putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) menjadi bahan evaluasi Komisi Pemilihan Umum (KPU). Ia berharap pelaksanaan pemilihan umum semakin baik dan meningkatkan kualitas demokrasi.

"Hal ini jangan sampai terulang, permasalahan ini berawal dari perselisihan suara pasangan calon di Kalimantan Barat yang berimbas ke MK (Mahkamah Konstitusi) dan akhirnya berujung di KPU Pusat. Kalau ada suara yang hilang atau penggelembungan, berarti ada yang salah dalam pelaksanaannya," ujar Azis lewat keterangannya, Kamis (14/1).

Ia meminta semua pihak tak berspekulasi perihal putusan DKPP yang memberhentikan Ketua KPU Arief Budiman. DPR akan mempelajari terlebih dahulu permasalahan dan putusannya terlebih dahulu. Wakil Ketua Komisi II DPR Saan Mustopa mengatakan, pihaknya akan meminta penjelasan DKPP perihal putusan tersebut.

"Kami tidak akan masuk ke dalam putusan DKPP, tetapi sebagai mitra kami perlu mendapatkan penjelasan. Saat rapat kerja dengan DKPP, kita akan pertanyakan itu semua," kata Saan saat dikonfirmasi, Kamis.

photo
Ketua KPU Arief Budiman (kiri) berbincang dengan Komisioner KPU Evi Novida Ginting Manik (kanan) saat memberikan pernyataan sikap terhadap putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) di Kantor KPU, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/hp. - (ANTARA FOTO)

Meski adanya putusan tersebut, ia meminta DKPP, KPU, dan pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu tetap bersinergi ke depannya. Agar penyelenggaraan pesta demokrasi terus membaik pada masa mendatang. "Untuk membangun sistem politik ke depan, tidak baik juga jika mereka seakan-akan berseteru," ujar Saan.

Sementara itu, Peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Fadli Ramadhanil menyoroti tiga poin terkait putusan DKPP nomor 123-PKE-DKPP/X/2020 ini. Pertama, Fadli menilai, DKPP melampaui kewenangannya karena mempersoalkan upaya hukum Evi Novida Ginting Manik yang menggugat Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 34/P Tahun 2020. Kedua, menurut Fadli, DKPP membuat kesimpulan sendiri terhadap amar putusan PTUN.

PTUN mengabulkan gugatan Evi seluruhnya dalam putusan nomor 82/G/2020/PTUN.JKT sehingga PTUN memutus Keppres 34/P Tahun 2020 terkait pemberhentian Evi batal. Fadli mengatakan, dengan iktikad baik, semestinya DKPP meminta klarifikasi atau keterangan pihak Kementerian Sekretariat Negara yang mengeluarkan keppres tersebut karena pemeriksaan pun bersifat ajudikasi.

photo
Pewarta mengambil gambar terdakwa mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang sedang menjalani sidang pembacaan vonis melalui layar virtual di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Senin (24/08/2020). - (Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO)

Ketiga, Fadli menambahkan, putusan DKPP menyebabkan ketidakpastian hukum baru. "Harusnya kan putusan itu menyelesaikan persoalan, tidak menimbulkan alur berpikir yang justru menimbulkan ketidakpastian hukum baru," kata Fadli, Kamis.

Ketua Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Muhammad mengatakan, berdasarkan Undang-Undang tentang Pemilihan Umum, putusan DKPP bersifat final dan mengikat. Dengan demikian, ia meminta pihak yang diperintahkan dalam putusan tersebut segera melaksanakannya paling lambat tujuh hari sejak putusan dibacakan.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by DKPP RI (dkpp_ri)

"Iya benar. Segera dilaksanakan oleh pihak-pihak yang diperintah oleh putusan DKPP maksimal tujuh hari," ujar Muhammad saat dikonfirmasi Republika, Kamis (14/1).

Dalam putusan perkara nomor 123-PKE-DKPP/X/2020, DKPP menjatuhkan sanksi peringatan keras terakhir dan memberhentikan Arief Budiman dari jabatan Ketua KPU. DKPP memerintahkan KPU RI melaksanakan putusan paling lama tujuh hari sejak putusan dibacakan dan DKPP juga memerintahkan Bawaslu RI mengawasi pelaksanaan putusan ini.

photo
Ketua KPU Arief Budiman (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (28/2/2020). ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj. - (Indrianto Eko Suwarso/ANTARA FOTO)

Peneliti lembaga riset Konstitusi dan Demokrasi (Kode) Inisiatif Muhammad Ihsan mengatakan, putusan DKPP wajib ditindaklanjuti KPU dan Bawaslu. Ia menjelaskan, KPU harus mengeluarkan surat atau keputusan soal pemberhentian Arief Budiman sebagai ketua.

Menurut dia, KPU tidak bisa menyatakan keberatan atas putusan DKPP. Pihak yang bisa mengajukan keberatan ialah individu yang bersangkutan, dalam hal ini Arief Budiman yang dapat menggugat keputusan KPU RI yang memberhentikan dirinya dari jabatan ketua. "Pak Arief yang bisa mengajukan permohonan secara individu yang terdampak dari Putusan DKPP, bukan KPU secara kelembagaan," kata Ihsan.

Sebelumnya, KPU masih akan mempelajari putusan DKPP tersebut dan mempertimbangkan apakah KPU melaksanakan putusan DKPP atau tidak. "Kami masih menunggu salinan putusan untuk dipelajari," ujar Komisoner KPU Evi Novida Ginting Manik dalam keterangan tertulisnya, Rabu (13/1).

Ia mengatakan, pengambilan keputusan melaksanakan putusan atau tidak, dilakukan dalam rapat pleno para anggota KPU. "Dan kemudian akan melaksanakan rapat pleno, yang kemudian akan dijadwalkan untuk mengambil keputusan apakah akan dilaksanakan atau tidak putusan DKPP tersebut," kata Evi.

Saat dikonfrimasi Kamis (14/1) , Evi mengatakan belum menjadwalkan rapat pleno tersebut. "Belum ada," tutur dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat