Atur pengeluaran dengan cermat (ilustrasi) | Pixabay

Keluarga

Jurus Mudah Atur Duit

Jangan lupa berinvestasi dan pilih asuransi yang tepat.

Lia Guslian (27 tahun) sudah hampir satu tahun bekerja di sebuah perusahaan swasta di Jakarta. Dengan penghasilan sekitar Rp 4 jutaan, dia mengakui hanya bisa menabung kurang dari Rp 1 juta. Itu pun tidak selalu ada alokasi untuk menabung.

Meski kedua orang tuanya juga menetap di Jakarta, Lia memilih untuk indekos yang berjarak dekat dengan lokasi perusahaan. Karena itulah setiap bulan, dia harus mengeluarkan biaya indekos, makan, dan kebutuhan sehari-hari lainnya. Tak hanya itu, Lia juga memberikan uang bulanan kepada orang tuanya. “Jadi ya habis sih. Pas-pasan gitu, kadang bisa nabung kadang tidak. Kalau bisa nabung per bulan ya di bawah satu jutaan ya,” kata Lia.

Menurut Lia, hidup di Jakarta dengan mengandalkan gaji setara Upah Minimum Regional (UMR) memang penuh tantangan. Namun dia mengaku bersyukur masih bisa memiliki pekerjaan tetap, mengingat di masa pandemi Covid-19 seperti sekarang banyak yang menganggur karena terkena pemutusan hubungan kerja (PHK).

Sebagai solusi masalah finansialnya, dia mengaku tengah merintis saluran YouTube bernama Power Pop News. Saluran ini dibangun dengan beberapa rekannya yang juga memiliki kegelisahan serupa dengan keuangan. Meski saluran YouTube itu belum menghasilkan secara finansial, ia yakin beberapa bulan ke depan saluran YouTube-nya akan cukup menjanjikan. “Bikin konten untuk channel YouTube itu kan gratis, modalnya hanya waktu untuk menggali kreativitas untuk konten dan mengeditnya. Jadi ya ini cara baru bagi untuk berinvestasi, tanpa modal,” kata Lia.

Berdasarkan data dari Profil Generasi Milenial milik Badan Pusat Statistik (BPS), dari total 100 persen penduduk Indonesia, 33,75 persen adalah generasi milenial. Kontribusi mereka dalam perkembangan perekonomian nasional juga cukup krusial.

Sebagai gambaran, PDB sektor ekonomi kreatif meningkat dari Rp 784 triliun tahun 2014 menjadi Rp 1,105 triliun pada tahun 2018. Tetapi, berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), tingkat literasi keuangan generasi milenial termasuk rendah. Usia 18 hingga 25 tahun dengan tingkat literasi 32,1 persen, sedangkan usia 25-35 tahun memiliki tingkat literasi keuangan hanya 33,5 persen.

Berdasarkan data tersebut, tampaknya tidak terlalu mengejutkan bila banyak milenial yang belum pandai mengelola keuangan secara bijak. Milenial juga cenderung menghabiskan penghasilannya untuk menjajal pengalaman baru dan keakuan diri seperti mengikuti tren, mode, gaya hidup hingga wisata dibandingkan dengan membeli rumah, mobil atau aset lainnya.

photo
Atur pengeluaran dengan cermat (ilustrasi) - (Freepik)

 

Patuhi skema

Perencana keuangan sekaligus pendiri Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno mengatakan pada dasarnya mengelola keuangan pribadi bisa dilakukan dengan skema 40/30/20/10. Artinya 40 persen untuk biaya hidup dan kebutuhan rutin, 30 persen alokasi dana wajib atau cicilan, 20 persen alokasi investasi atau tabungan dan 10 persen alokasi sosial seperti zakat, pajak dan donasi. Artinya, setiap individu atau keluarga hanya boleh belanja sekitar 40 persen dari total pendapatan bulanan.

Menurut Mike seharusnya milenial bisa lebih menyisihkan uang dari penghasilan, karena pada umumnya belum memiliki cicilan. “Jadi misalnya Anda punya gaji Rp 4 jutaan berarti hanya 40 persen untuk biaya hidup, kalau belum ada cicilan bisa dialokasikan ke tabungan atau biaya lain yang prioritas,” kata Mike Rini.

Mike memahami bahwa gaya hidup milenial terutama yang tinggal di kota-kota metropolitan sangatlah tinggi. Namun demikian, ia tetap menganjurkan kepada para milenial untuk bisa belajar mengelola penghasilan dengan bijak. ‘’Ngopi di kafe boleh, nongkrong boleh, tapi jangan sampai penghasilan habis untuk anggaran itu untuk gaya hidup. Coba untuk sisihkan nabung,” kata Mike.

 
Ngopi di kafe boleh, nongkrong boleh, tapi jangan sampai penghasilan habis untuk anggaran itu untuk gaya hidup. Coba untuk sisihkan nabung.
Mike Rini Sutikno
 

 

Tidak hanya perlu menyisihkan uang untuk tabungan dan gaya hidup, perencana keuangan sekaligus pendiri Mitra Rencana Edukasi (MRE) Mike Rini Sutikno mengingatkan agar generasi milenial juga harus belajar untuk investasi.

Misalnya dengan menanam saham, deposito atau reksadana pasar uang. Investasi penting dilakukan karena tidak mungkin seumur hidup hanya mengandalkan gaji semata. Semua orang tentunya ingin mencapai titik bebas finansial dengan pendapatan pasif, titik di mana aset yang bekerja untuk kita, bukan kita yang bekerja untuk uang lagi. Salah satu caranya dengan cara berinvestasi yang benar dan tepat.

Selain itu, generasi milenial juga dinilai harus paham pula pentingnya asuransi, entah itu asuransi kesehatan maupun dana pensiun, supaya kehidupan ke depan lebih terukur dan terjamin. Namun Mike menekankan untuk berhati-hati dalam membeli produk asuransi.

"Sebelum memilih asuransi, pilih produk asuransi yang sekiranya akan diperlukan di kemudian hari, pilih perusahaan asuransi yang terdaftar dan diawasi Otoritas Jasa Keuangan (OJK), lalu pelajari dengan seksama terkait polis asuransi serta prosedur klaim," tegas dia.

Salah satu penyebab rendahnya minat investasi atau asuransi adalah karena kurangnya edukasi literasi keuangan. Terlebih lagi bagi generasi milenial yang saat ini menduduki posisi strategis kerap kali mengedepankan kebutuhan gaya hidup ketimbang mempersiapkan finansial sehat di hari tua.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat