Dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) Dr Sus Budiharto melakukan kajian tentang konsep kepemimpinan autentik. Alumnus studi doktoral Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menemukan adanya tolok ukur dalam mengidentifikasi kepemimpinan yan | DOK UGM

Hiwar

Sus Budiharto: Membedah Kepemimpinan Autentik

Pemimpin harus menjadi bagian dari solusi, bukan justru membuat masalah kian pelik.

Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad SAW mengingatkan umatnya tentang perkara kepemimpinan. Rasulullah SAW bersabda, “Setiap dari kalian adalah pemimpin yang bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” Pertanggungjawaban itu tidak hanya ditagih di dunia, tetapi juga akhirat kelak.

Menurut pakar psikologi Dr Sus Budiharto, idealnya seorang pemimpin harus memiliki kecenderungan autentik. Dosen pada Jurusan Psikologi Fakultas Psikologi dan Ilmu Sosial Budaya Universitas Islam Indonesia (UII) itu mengatakan, kepemimpinan yang autentik dapat meningkatkan perilaku positif pada seluruh anggota organisasi.

Dalam hal ini, lelaki kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, itu telah melakukan studi yang terangkum dalam disertasi karyanya, “Menemukan Kesejatian: Konsep dan Dinamika Organisasi Autentik". Pada 2019 lalu, ia berhasil menyelesaikan studi doktoral di Universitas Gadjah Mada (UGM) dengan meraih predikat sangat memuaskan.

“Hasil kajian saya itu menemukan, empat langkah bisa dilakukan sebagai cara menjadikan kepemimpinan autentik. Pertama, berlatih syukur dan sabar untuk menemukan kebenaran dan kejujuran,” kata pengajar di Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta itu.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai aspek-aspek kepemimpinan yang autentik, berikut ini wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, dengan akademisi tersebut yang juga Wakil Ketua Asosiasi Psikologi Islam-Himpunan Psikologi Indonesia (API-HIMPSI). Perbincangan dilakukan melalui sambungan telepon beberapa waktu lalu.

Secara psikologi, seperti apakah kriteria-kriteria pemimpin yang autentik?

Dalam kajian saya di (disertasi) “Menemukan Kesejatian: Konsep dan Dinamika Organisasi Autentik”, terangkum kriteria-kriteria pemimpin autentik. Misalnya, menurut Walumbwa, Avolio, Gardner, Wernsing, dan Peterson. Mereka berpandangan, ada empat ciri pemimpin yang autentik.

Apa saja itu? Pertama, kesadaran diri atau self-awareness. Maknanya, si pemimpin memiliki pemahaman dalam menemukan makna yang berdampak pada sudut pandangnya dari waktu ke waktu.

Kedua, relasi yang transparan atau relational transparency, yakni perilaku pemimpin yang menampilkan dirinya secara autentik dalam berinteraksi dengan orang lain. Ia menghindari pencitraan dan pendistorsian diri. Pemimpin itu memiliki rasa percaya atau trust kepada orang lain, terbuka dalam menerima sekaligus berbagi informasi.

Ketiga, pemrosesan informasi yang seimbang, yaitu kemampuannya untuk menganalisis semua informasi secara objektif sebelum mengambil sebuah keputusan. Pemimpin juga bersedia meminta dan menerima masukan-masukan, sekalipun usulan-usulan itu bisa memberi tantangan terhadap posisi atau tugas yang sedang diembannya.

Keempat, internalisasi nilai moral (internalized moral perspective). Itu adalah kemampuan integrasi regulasi-diri secara menyeluruh. Pengambilan keputusan dipandu standar nilai-nilai moral yang diyakini.

Jadi, bukan hanya karena tekanan kelompoknya, organisasi, dan lingkungan semata. Singkatnya, sikap dan perilaku pemimpin konsisten dengan nilai-nilai moral yang diyakininya.

Apa yang mesti dilakukan agar kepemimpinan menjadi autentik?

Hasil kajian saya itu menemukan, empat langkah bisa dilakukan sebagai cara menjadikan kepemimpinan autentik. Pertama, berlatih syukur dan sabar untuk menemukan kebenaran dan kejujuran. Bersyukur terhadap hal-hal yang sesuai harapan. Bersabar terhadap hal-hal yang belum sesuai harapan. Itu dilakukan dengan terus berusaha menemukan solusi yang terbaik atas sebuah persoalan.

Kedua, berlatih tobat dan tulus. Bertobat terhadap pola pikir, sikap, dan perilaku negatif atau yang merusak. Berlatih tulus terhadap pola pikir, sikap, dan perilaku positif. Jadi, hindari pencitraan dan mulailah melatih ketulusan.

Ketiga, berlatih terus-menerus untuk membaca, memahami makna, mengamalkan, dan mengajarkan pesan ketuhanan kepada diri, keluarga, maupun lingkungan.

Nah, yang terakhir, berlatih terus untuk melakukan semua aktivitas dalam rangka memperoleh ridha dan kasih sayang Tuhan. Terutama sebagai seorang Muslim, harus muncul harapan akan merasakan kebahagiaan dan keselamatan sejati di hari akhir kelak.

Bagaimana pengaruh kepemimpinan yang autentik terhadap organisasi, mulai dari keluarga, masyarakat, hingga negara?

Berdasarkan hasil riset, kepemimpinan autentik berpengaruh positif terhadap kinerja organisasi. Ya, kepemimpinan autentik dapat meningkatkan perilaku positif dan menurunkan perilaku negatif anggota-anggota organisasi.

Persepsi terhadap kepemimpinan autentik atasan terbukti meningkatkan kebahagiaan dan kepuasan kerja karyawannya. Karyawan pun bersedia untuk bekerja melebihi yang diwajibkan kepadanya. Ini yang disebut sebagai organizational citizenship behavior.

Ia (kepemimpinan autentik) juga memunculkan keasyikan karyawan dalam bekerja (work engagement), komitmen, kepercayaan, loyalitas, dan kinerja mereka. Persepsi terhadap kepemimpinan autentik yang ditunjukkan atasan juga terbukti menurunkan tingkat burn-out atau kelelahan emosi serta sinisme. Dan, ini berlaku mulai dari tingkat anggota-anggota keluarga, masyarakat, dan bahkan hingga level negara.

Dalam psikologi Islam, apakah autentisitas berkaitan dengan kesalehan pribadi?

Ya, tentu berkaitan dengan kesalehan pribadi dan sekaligus sosial. Ini yang disebut sebagai kesalehan profetik atau kepemimpinan profetik. Kepemimpinan profetik adalah kemampuan mengendalikan diri dan mempengaruhi orang lain dengan tulus untuk mencapai tujuan bersama sebagaimana dilakukan oleh para nabi Allah.

Indikatornya ada empat, sebagaimana sifat-sifat Nabi SAW. Yakni, shiddiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Pemimpin yang autentik mesti berkomitmen untuk berpikir, berkata, dan bertindak benar serta jujur. Ia memakai hati nuraninya serta taat kepada Tuhannya. Ia juga haruslah setia, tepercaya.

Pemimpin harus menjadi bagian dari solusi, bukan justru membuat masalah kian pelik atau menjadi trouble maker. Terakhir, pemimpin mesti bersikap terbuka. Dalam menyampaikan pesan, pendekatannya adalah asertif dan empatik.

Secara otomatis pemimpin yang autentik menghasilkan organisasi yang autentik juga?

Idealnya begitu. Kepemimpinan yang autentik menghasilkan organisasi yang autentik pula. Namun, pada kenyataannya, tidak semua pemimpin autentik mampu membuat organisasinya autentik pula. Sebab, terdapat berbagai pengaruh atau faktor lainnya, baik dari dalam maupun luar organisasi.

Oleh karena itu, para peneliti mengkaji lebih lanjut tentang konsep dan dinamika organisasi autentik. Organisasi autentik adalah organisasi yang mampu menemukan dan melestarikan nilai-nilai utama yang diyakini sejati, yang mendasari proses pengembangan organisasi.

Dengan begitu, organisasinya mampu beradaptasi terhadap dinamika perubahan lingkungan dan bahkan menjadi rujukan bagi organisasi-organisasi lain.

Adakah tolok ukur organisasi yang autentik?

Ya, tolok ukurnya dinamakan DREAMS dan TRUE. Keduanya singkatan. DREAMS, “D”-nya adalah different. Berarti, menghargai kebinekaan. Maknanya, organisasi yang autentik akan selalu memberi kesempatan anggota-anggotanya untuk melihat persoalan dari sudut pandang yang berbeda.

“R” itu adalah radical honesty, kejujuran yang mengakar. Maksudnya, anggota organisasi memberikan informasi yang tidak dimanipulasi sehingga mereka mengetahui yang sebenarnya terjadi dalam organisasi itu.

“E” itu extra values, memperkuat potensi dan kapasitas anggotanya. “A”, authenticity, memberikan kesempatan anggota untuk menyadari dirinya yang sejati, meyakini nilai hidup yang diperjuangkan.

Selanjutnya, “M” adalah meaning. Berarti, memfasilitasi anggota untuk menemukan makna dalam bekerja. Akhirnya, simple rules, yakni memastikan anggota untuk diperlakukan secara adil melalui peraturan yang tidak berbelit-belit.

Kalau TRUE itu singkatan dari truthfulness, kejujuran; resilience, ketangguhan; uncertainty friendly, yakni ramah terhadap ketidakpastian; dan akhirnya eminence, yaitu memiliki keunggulan dari waktu ke waktu. Lawan dari DREAMS dan TRUE itu adalah organisasi yang tidak autentik. Cirinya, tidak konsisten (schizophrenic), sewenang-wenang, pemalsu (inauthentic), dan menyimpang.

Apa yang dimaksud dengan ‘ramah terhadap ketidakpastian’ itu?

Pada zaman sekarang, situasi umumnya serba cepat berubah, kompleks, dan penuh ketidakpastian. Maka, bagaimana seharusnya pemimpin yang autentik bersikap? Seharusnya, dia menemukan kembali kesejatiannya, fitrahnya, atau autentisitasnya. Kesejatian itu pun mesti terus dikuatkan dalam menghadapi berbagai perubahan dan ketidakpastian.

Menghadapi berbagai dinamika zaman itu harus dengan strategi agar organisasi menyesuaikan diri dan meningkatkan kemampuan belajar. Bagaimanapun, esensi organisasi itu pun mesti tetap lestari.

Esensi organisasi perlu dicari kembali, ditemukan, disadari, dijaga, dan dikembangkan agar perubahan dunia atau lingkungan dapat diantisipasi secara tepat.

photo
Dr Sus Budiharto (tengah) dalam acara pengajian Ramadhan di Pondok Pesantren Budi Mulia (PPBM) Yogyakarta tahun lalu. Menurut sosok yang akrab disapa Ustaz Sus ini, karakteristik pemimpin ideal ditemukan dalam lingkungan pesantren dan ormas Islam. - (DOK PPBM)

Pesantren, Ormas Islam, dan Autentisitas

Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan yang bisa dikatakan khas Nusantara. Pola pengajaran di pesantren pada umumnya berpusat pada sosok kiai. Para santri melihatnya sebagai pemimpin, guru, sekaligus teladan sehari-hari.

Menurut dosen Jurusan Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Dr Sus Budiharto, fenomena pesantren dapat dipandang dari kerangka ilmu, khususnya yang berkaitan dengan kepemimpinan autentik. Bahkan, lanjut dia, pesantren dapat menjadi salah satu contoh entitas yang memenuhi kriteria-kriteria organisasi autentik.

Peraih gelar doktor dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta itu menilai, kebanyakan pesantren di Indonesia saat ini sudah mampu menyesuaikan diri dengan dinamika zaman. Ia mengingatkan, tantangan zaman masa kini adalah dunia yang mengalami perubahan sangat cepat (volatility), tidak menentu (uncertainty), beragam (complexity), dan tidak jelas (ambiguity). Dunia demikian dalam ranah keilmuan dikenal sebagai “VUCA World.”

“Di pesantren, ada sosok kiai yang menjadi tonggak utamanya. Makanya, sembari terus menyesuaikan dengan perkembangan zaman, nilai-nilai di dalamnya masih bisa dipertahankan,” ujar Sus Budiharto saat berbincang dengan Republika baru-baru ini.

Di Tanah Air, sekurang-kurangnya terdapat dua organisasi masyarakat (ormas) Islam yang menunjukkan watak organisasi autentik, yakni Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Tentunya, ada banyak lagi ormas Islam yang demikian. Namun, acapkali keduanya-lah yang kerap dibicarakan.

Akademisi tersebut mengatakan, di lingkup NU, kecenderungan autentik itu lebih terlihat pada pesantren-pesantrennya. Hal itu terbaca dari betapa para pengurus NU sangat hormat terhadap kiai-kiai pesantren. Sementara itu, lanjut dia, NU sebagai sebuah organisasi tampaknya masih berupaya menuju autentik.

Adapun Muhammadiyah terbukti mampu terus menyesuaikan diri terhadap lingkungan dan zaman yang terus berubah. Bagaimanapun, kekuatannya tetap teguh berpegang pada nilai-nilai yang ditanamkan sang pendirinya, KH Ahmad Dahlan. Ambil contoh, pesan sang kiai yang berbunyi, “Hidup-hidupilah Muhammadiyah dan jangan mencari hidup di Muhammadiyah.”.

Statement Kiai Dahlan itu sangat autentik. Tidak pernah berubah sehingga orang-orang Muhammadiyah itu, selama di Muhamamdiyah, melakukannya,” kata dia.

“Istilah autentik dalam pembacaan kita atas NU bisa dilihat dari (fenomena) khittah. Makanya, Gus Dur dahulu waktu menjadi ketua NU salah satu visinya adalah mengembalikan NU ke khittahnya. Jadi khittah itu dalam bahasa penelitian dinamakan autentik,” tukasnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat