Ide bisnis menjadi reseller (ilustrasi) | Freepik

Keluarga

Menjajaki Jadi Reseller

Kendala utama reseller adalah produsen atau pemasok yang kurang komunikatif.

 

Saat ini, tawaran menjadi reseller alias orang yang menjual kembali satu produk mudah ditemukan. Banyak usaha mikro, kecil, menengah (UMKM) yang menawarkan kerja sama dengan reseller, seperti tawaran harga yang lebih murah, dan sebagainya. Pun sebagai reseller, dia tak perlu menyiapkan tempat, karena pengiriman produk bisa langsung dilakukan pemasok.

Pemilik akun Reasellauthentic2 di Instagram, Whitca Rea Adriena memulai kegiatan reseller sejak 2019. Awalnya, Rea tergerak ingin memulai usaha. Namun, dia masih bingung memutuskan usaha atau barang apa yang ingin dijualnya. ''Karena barang yang ingin dijual membutuhkan modal lumayan besar. Jadinya, memutuskan jadi reseller dulu, sambil cari pelanggan,” kata Rea kepada Republika, Rabu (4/11).

Layaknya memulai usaha, Rea mengatakan tak mudah memulai kegiatan menjadi reseller. Kendala yang paling sering dialami adalah bertemu pemasok atau produsen produk (supplier) yang kurang bisa diajak komunikasi atau koordinasi. Sikap seperti itu tentu menyulitkan seorang reseller.

Reseller di sini kan bertanggung jawab langsung sama buyer (pembeli). Ketika ada masalah terkait barang atau pengiriman atau dropship, tapi supplier susah diajak kerja sama, termasuk menyulitkan jadi kita tak bisa servis dengan baik,” ujar Rea.

Sementara tantangan menjadi reseller adalah persaingan harga dengan reseller lainnya. Rea mengatakan reseller harus memutar otak bagaimana caranya agar calon pembeli membeli barang di tokonya daripada yang lainnya, walaupun dari pemasok sama.

Jika bicara soal kemudahan, Rea mengatakan seorang reseller tidak membutuhkan banyak modal, tapi dengan sedikit anggaran bisa menghasilkan pendapatan. Rea sendiri tidak memiliki persiapan khusus kala memulai menjadi reseller. Awalnya, Rea banyak bergabung di grup-grup para pemasok. Namun seiring berjalannya waktu, Rea mulai memfilter pemasok mana yang enak diajak kerja sama dan tidak. Hal itu dia lakukan demi kenyamanan di kemudian hari.

Meski tak butuh banyak modal, Rea menyiapkan anggaran khusus untuk menjadi reseller. Anggaran itu biasanya dikeluarkan jika calon pembeli ingin bertransaksi menggunakan niaga elektronik (market place).

Pembelian lewat niaga elektronik mengharuskan reseller bersedia “menalangi” barang terlebih dahulu agar bisa dikirim ke pembeli. Baru setelah transaksi selesai, reseller bisa menerima dananya. Atau, ada pembeli yang membeli barang preorder dan membatalkan sepihak, sehingga membuat reseller harus “nombok” ke pihak produsen atau pemasok.

Bagaimana menarik pelanggan untuk berbelanja? Rea sangat mengutamakan layanan dalam menjual barang-barang. “Bagaimana (caranya) kita bisa memperlakukan pelanggan dengan baik. Jadi, saya utamakan kenyamanan pelanggan, kalau harga pasti relatif, ya,” kata dia.

Rea juga selalu memposisikan diri sebagai pembeli. Karena itu, dia bisa memperlakukan pembeli seperti dia ingin diperlakukan jika membeli barang. “Kalau saya jadi pembeli, saya suka menemui penjual seperti apa? Nah itu saya terapkan dalam menarik pelanggan,” ujar dia.

Rea tak memiliki kriteria khusus menjual suatu produk. Kalau untuk pemilihan, Rea lebih selektif memilih produsen atau pemasok dan harga yang ditawarkan mereka. Apakah produsen produk tersebut mudah komunikasinya? Apakah mereka mengemas produknya dengan baik? Apakah produsen tersebut bisa menawarkan harga yang bagus?

Rea mengatakan ada banyak alasan pembeli lebih memilih membeli barang pada reseller. Namun yang paling umum, penjual besar terkadang kurang atau lambat merespon calon pembeli. “Ada tipe pembeli yang suka dengan penjual fast response (respons cepat). Jadi lebih memilih ke reseller, agar merasa lebih diperhatikan,” ujar dia.

 

 
Kalau saya jadi pembeli, saya suka menemui penjual seperti apa? Nah itu saya terapkan dalam menarik pelanggan.
Pemilik akun Reasellauthentic2, Whitca Rea Adriena 
 

Pisahkan Keuangan Pribadi dan Bisnis

Bagaimana reseller mengatur keuangan? Perencana keuangan dari OneShildt, Rahma Mieta mengatakan pengaturan keuangan reseller sama dengan usaha lain, yaitu dia harus memisahkan antara keuangan bisnis dan keuangan pribadi. Perlu mencatat secara detail transaksi usaha yang dilakukan, melakukan stock opname, dan lain-lain.

Akan tetapi, ketika menjadi reseller, mungkin tidak serumit ketika memproduksi barang sendiri. Pastikan perputaran barang cepat agar balik modalnya juga cepat. Dari keuntungan yang didapat (bukan omzet), bisa digunakan menambah modal (menambah jenis atau stok barang yang dijual), atau digunakan untuk keperluan sendiri. Keputusannya tergantung dari kebutuhan dan kondisi keuangan masing-masing.

Kalau mau berkembang dan punya penghasilan tambahan yang signifikan, Mieta menyarankan seorang reseller sebaiknya perlu memasang target bulanan. Apalagi, kalau dari pihak penjual mensyaratkan reseller harus membeli lagi produknya dalam jangka waktu tertentu, jadi mau tak mau barang dijual harus habis supaya tidak banyak menyimpan stok.

“Untuk yang ingin memulai bisnis, bisa mencoba menjadi reseller karena lebih mudah dan sedikit modal dibandingkan memproduksi barang sendiri,” ujar Mieta.

Dia membenarkan bahwa reseller hanya perlu memilih produk apa yang mau dijual. Tak perlu membangun dari awal, tak perlu pusing memikirkan produksinya, dan lain-lain. Jualan juga seharusnya lebih mudah, karena produk yang dipilih untuk dijual seharusnya sudah punya nama dan kualitas. “Menurut saya pribadi, prospek bisnis menjadi reseller ke depannya itu cukup baik, dilihat dari semakin banyaknya UMKM yang muncul,” kata Mieta.

Berdasarkan data per tahun 2018 dari Kemenkop, jumlah UMKM mencapai 64,19 juta unit. Angka itu mengalami kenaikan 2,02 persen dari tahun sebelumnya. Biasanya, para UMKM yang memproduksi barangnya sendiri, membutuhkan reseller untuk mendorong perkembangan bisnisnya.

photo
Memulai bisnis menjadi reseller. - (Unsplash)

 

Siapkan Tiga Hal Ini

Perencana keuangan dari OneShildt, Rahma Mieta mengatakan ada tiga hal yang harus disiapkan seseorang yang ingin menjadi reseller.

1. Menentukan barang apa yang mau dijual.

Sebaiknya, barang itu adalah barang yang kita sendiri juga mengkonsumsinya. Dengan itu, kita tahu kualitas barang tersebut. Kalau barangnya sudah terkenal, maka jadi nilai tambah sendiri karena akan mempermudah dalam menjualnya. Jenis barangnya juga perlu ditentukan.

Kalau ingin menjual makanan atau minuman, karena ada tanggal kadaluarsanya, berarti turn over barangnya harus tinggi. Jangan sampai reseller menyimpan stok terlalu banyak dan lama. Kalau memungkinkan, sebaiknya reseller membeli barang sesuai pesanan, sehingga tidak perlu menyetok barang.

2. Menyiapkan modal.

Besarnya modal yang dibutuhkan tergantung berapa banyak barang yang perlu dibeli untuk mendapat harga reseller. Sebaiknya disesuaikan dengan dana yang dimiliki. “(Dana khusus) iya, dana yang memang dikhususkan untuk berbisnis. Bukan dana untuk keperluan sehari-hari atau tujuan keuangan lain,” kata Mieta. 

3. Tentukan target pasar dan cara berjualan.

Pastikan dulu barang yang dijual memang ada peminatnya. Coba cek di sekeliling, adakah yang mungkin tertarik dan membeli produk yang akan dijual itu? Selain itu, cara memasarkan produknya juga perlu dipikirkan. Apakah dengan toko luring atau daring?

Media daring yang dipilih juga sebaiknya disesuaikan dengan target pasarnya. Misalnya, jika memasarkan via Instagram, biasanya yang menjadi target adalah kaum milenial. Memasarkan via market place, biasanya target pasarnya lebih beragam, tapi harga sangat bersaing.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat