Mahasiswa dari Universitas Putra Malaysia membaca Koran Republika. (ilustrasi) | Republika/Prayogi

Kisah Dalam Negeri

Memberi Manfaat dari Menulis Opini

Membuat sebuah tulisan opini harus memuat tema yang aktual.

OLEH INAS WIDYANURATIKAH

“Kita selalu berpikir, sebelum kita tulis ini berguna tidak buat orang lain. Kita menulis bukan untuk diri sendiri, melainkan orang lain. Jadi sesuatu yang punya guna," ujar Redaktur Pelaksana Republika Subroto Kardjo, Kamis (19/11).

Redaktur Pelaksana Republika Subroto Kardjo mencoba memantik rasa penasaran peserta Webinar Menulis Artikel Populer di Media Cetak Nasional Harian Republika yang kebanyakan adalah fasilitator dalam Tanoto Facilitator Gathering.

Subroto melanjutkan, menulis artikel opini di media massa bisa menjadi jalan seseorang untuk mengemukakan pendapatnya kepada masyarakat umum. Bahkan, dia menyebut, tokoh-tokoh besar di Indonesia sebelum menjadi sebesar sekarang aktif menulis opini di media cetak. 

Subroto mengatakan, membuat sebuah tulisan opini harus memuat tema yang aktual, lalu ditambah judul yang menarik. Ia mengaku, setiap hari Republika menerima puluhan opini dari berbagai macam kalangan.

Dari sini, proses pemilihan opini menjadi tahapan yang ketat. Selain tema menarik, penulis opini juga harus membangun pola pikir bahwa tulisannya akan dibaca orang lain. Artikel opini harus memiliki manfaat bagi masyarakat luas.

Seorang penulis artikel, menurut dia, harus memikirkan bahasa penulisan yang sederhana. Sebab, sebuah tulisan yang dimuat di media massa akan dibaca orang dari berbagai kalangan. Jika bahasanya rumit, pesan yang akan disampaikan tidak akan diterima dengan baik. Salah satu kekurangan akademisi ketika menulis opini adalah penggunaan bahasa yang terlalu sulit dipahami orang awam.

 
Dasar bahasa jurnalistik adalah bahasa Indonesia. Namun, karena ditujukan untuk dibaca khalayak umum, bahasa disesuaikan dan lebih mudah dipahami.
 
 

Ia menjelaskan, jika tulisan mengandung bahasa yang rumit atau istilah asing, sebaiknya dicari padanan kata yang lebih sederhana. "Yang penting diingat adalah kita itu menulis bukan untuk diri sendiri, melainkan untuk orang lain. Jadi, selalu kita menyadari bahwa apa yang kita tulis itu harus dipahami oleh pembaca kita," kata Subroto. 

Dalam penulisan artikel di media massa, penting untuk memahami bahasa jurnalistik. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang digunakan pada media cetak atau daring. Dasar bahasa jurnalistik adalah bahasa Indonesia. Namun, karena ditujukan untuk dibaca khalayak umum, bahasa disesuaikan dan lebih mudah dipahami.

"Bahasa-bahasa yang sederhana, singkat, pendek, tidak beranak bercucu. Jadi, intinya bahasa yang mudah dipahami. Bahasa yang tidak rumit, bahasa yang jelas dimengerti," kata dia. 

Webinar penulisan artikel ini adalah bagian dari Tanoto Facilitator Gathering. Direktur Program Pendidikan Dasar Tanoto Foundation Margaretha Ari Widowati mengatakan, tujuan kegiatan ini untuk meningkatkan kompetensi para fasilitator dalam penulisan opini di media massa. 

"Saya kira ini adalah satu kesempatan untuk refresh sebentar dan mendengarkan inspirasi dari berbagai macam narsum dan belajar teknis seperti hari ini untuk kita bisa merefleksi diri kita masing-masing," kata Ari. Saat ini Tanoto Foundation mencatat 16 ribu guru di Indonesia yang mendapatkan praktik baik yang akan disebarkan para fasilitator. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat