Petugas mengambil dokumen naskah konsep teks proklamasi di Gedung Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI), Jakarta, Ahad (16/8/2020). | GALIH PRADIPTA/ANTARA FOTO

Opini

Arsip dan Kepedulian Bangsa

Sikap bangsa yang mengabaikan arsipnya akan mempersulit usaha mendesain masa depannya.

AZMI, Direktur Kearsipan Pusat ANRI

Di tengah belum meredanya pandemi Covid-19 di negeri ini, ada dua kejadian yang memprihatinkan bagi dunia kearsipan Indonesia. Pertama, terbakarnya gedung utama Kejaksaan Agung yang telah menghanguskan sebagian arsip-arsip penting di instansi itu.

Kedua, rencana penjualan akta nikah dan cerai mantan presiden pertama, Sukarno dengan Inggit Garnarsih oleh cucu angkat almarhumah Inggit Garnarsih, yang menjadi viral di media sosial dan menghebohkan masyarakat.

Sebagai bangsa beradab, kita prihatin. Arsip yang hakikatnya benda unik (satu-satunya, netral, apa adanya) dan berfungsi sebagai bahan akuntabilitas, alat bukti, dan jati diri bangsa diperlakukan seperti benda biasa, tidak wajar, dan diperjualbeilkan secara bebas.

 
Sikap bangsa yang mengabaikan arsipnya akan mempersulit usaha mendesain masa depannya.
 
 

Sikap bangsa yang mengabaikan arsipnya akan mempersulit usaha mendesain masa depannya. Penting bagi kita, menengok kembali kadar kepedulian menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk kepedulian terhadap arsip.

Albert Einstein, sang penemu teori relativitas mengingatkan pentingnya kepedulian menjalankan kehidupan. ’’Dunia ini adalah sebuah tempat berbahaya untuk dihuni, bukan karena orang-orangnya jahat, melainkan karena orang-orangnya tidak peduli.”

Sumber sejarah

Sejarah merupakan peristiwa objektif dalam ruang dan waktu tertentu pada masa lalu. Maka itu, relevan ketika hendak merekonstruksi peristiwa sejarah yang sesungguhnya, dengan menggunakan sumber kredibel dan dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya. 

Sejarawan berkebangsaan Jerman, Leopold Von Ranke (1795-1886) menyatakan, merekonstruksi sejarah tanpa menggunakan sumber sejarah, itu artinya sama saja dengan bukan tulisan sejarah dan studi ilmu sejarah. (Herlina, 2000: 83-86).

 
Arsip menjadi kunci dalam merekonstruksi peristiwa sejarah. Untuk mengungkap informasi di dalam arsip, diperlukan metode sejarah sehingga masyarakat dapat membedakan antara history dan his story.
 
 

Sartono Kartodirdjo, pelopor pendekatan multidimensi dalam sejarah menjelaskan, untuk mengungkap suatu peristiwa sejarah memerlukan arsip. Sebab, ketika ada satu peristiwa maka selalu ada dua perspektif berbeda dalam melihatnya. 

Arsip menjadi kunci dalam merekonstruksi peristiwa sejarah. Untuk mengungkap informasi di dalam arsip, diperlukan metode sejarah sehingga masyarakat dapat membedakan antara history dan his story.

Jika kita sampai pada pemahaman seperti di atas yang dikaitkan dengan keobjektifan sejarah gerakan politik di Tanah Air, seperti PKI, DI TI, Permesta, GAM, dan lainnya, mengedepankan arsip sebagai sumber primer guna mengetahui sejarah menjadi penting.

Karena itu, tak mudah mengetahui secara objektif sejarah terkait PKI, DI TII, Permesta, GAM, dan lain-lain dalam konstelasi dinamika politk di Tanah Air tanpa melihat arsip-arsipnya.

Arsip PKI, DI TII, Permesta, dan GAM dalam berbagai bentuk juga media merupakan golden evident untuk melihat secara komprehensif identitas dan jati diri PKI, DI TII, Permesta, dan GAM sesungguhnya.

Namun, pada saat pemerintah berupaya memperteguh kebinekaan dan memperkuat restorasi sosial dengan menciptakan ruang dialog antarwarga, masih ada masalah dengan kepedulian anak bangsa terhadap keselamatan arsip di negeri ini.

 
Dalam kurun masa Orde Lama, beberapa arsip kesejarahan raib dan menjadi misteri sampai kini. Pertama, Surat Perintah Sebelas Maret yang menjadi bukti transformasi kepemimpinan dari Presiden Sukarno kepada Jenderal Soeharto.
 
 

Ini berakibat belum terkumpulnya seluruh arsip kesejarahan di Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Bahkan, arsip tersebut sudah hilang, diperjualbelikan, rusak, dan terbakar lebih dulu ketika masih berada di lingkungan masing-masing dan belum sempat diserahkan ke ANRI.

Menjadi misteri

Dalam kurun masa Orde Lama, beberapa arsip kesejarahan raib dan menjadi misteri sampai kini. Pertama, Surat Perintah Sebelas Maret yang menjadi bukti transformasi kepemimpinan dari Presiden Sukarno kepada Jenderal Soeharto.

Kedua, sejarawan Asvi Warman Adam dalam kegiatan “Ekspose Guide Arsip Presiden Republik Indonesia: Sukarno 1945-1967” di ANRI pada 29 November 2016 menyampaikan, ada dua arsip penting Bung Karno yang belum ditemukan.

Pertama, arsip pidato Presiden Sukarno pada 6 Oktober 1965. Arsip ini penting karena tersebutlah pertama kali informasi peristiwa Gerakan 30 September disampaikan kepada publik “Dalam pidato itulah pertama kali Bung Karno membicarakan Gerakan 30 September.”

Arsip yang kedua, yakni laporan kesehatan Bung Karno, selama penahanan di Wisma Yaso, yang berisi informasi kesehatan, seperti tekanan darah, gangguan dan kondisi fisik, kondisi psikis, obat-obatan, hasil cek laboratorium urine Bung Karno di Fakultas Kedokteran Hewan IPB.

Arsip lainnya, arsip asli Laporan Tim Pencari Fakta (TPF) Kasus Munir yang disampaikan TPF ke pemerintah. Namun, arsip aslinya belum diketahui keberadaannya. Beberapa otoritas di instansi pemerintah terkait hal ini menyatakan arsip aslinya tak ada di mereka.

Bila mengacu UU No 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan, mestinya arsip kesejarahan itu tersimpan dan dikelola ANRI sebagai warisan dokumenter.

Suatu kewajaran jika negara melalui ANRI terus mencari dan menyelamatkan arsip kesejarahan, baik yang dimiliki/dikuasai institusi pemerintah maupun masyarakat, meskipun harus dengan memberikan imbalan kepada mereka. 

Maka itu, wajar pula jika pemerintah memberi ANRI anggaran memadai agar bekerja optimal dalam menjamin keselamatan arsip. Mendekatkan masyarakat dengan arsip menjadi prasyarat utama mewujudkan masyarakat yang memiliki pemahaman sejarah lebih objektif dan komprehensif. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat