Jampidsus Ali Mukartono (kiri) dan Ketua Komisi Kejaksaan Barita Simanjuntak (kanan)di Kejaksaan Agung, Jakarta, Selasa (8/9). | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Nasional

Komjak: Politisi Terlibat Skandal Djoko Tjandra

MAKI ungkap bukti percakapan Pinangki-Anita ke KPK.

JAKARTA -- Komisi Kejaksaan (Komjak) mengungkap adanya sosok politisi yang terlibat aktif dalam skandal rencana pembebasan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. Ia meminta kejaksaan, Polri, dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mampu menjerat oknum politisi yang belum tersentuh tersebut.

"Publik tidak mempersoalkan koordinasi dan supervisi, tapi publik mengharapkan para bandit penjahat ini ditindak," kata Ketua Komjak, Barita Simajuntak, melalui keterangan pers, Senin (21/9).

Peran politisi tersebut didasarkan pada sangkaan yang dialamatkan kepada jaksa Pinangki Sirna Malasari atas dugaan suap, pencucian uang, dan permufakatan jahat. Barita mengatakan, berdasarkan ekspose yang dilakukan Komjak, terkuak jaksa Pinangki yang tidak memiliki kewenangan eksekusi justru menjadi salah satu sosok sentral kasus ini.

Kemudian, kata dia, muncul oknum penasihat hukum Anita Kolopaking serta Andi Irfan Jaya, pengusaha sekaligus mantan politisi Nasdem yang tak lain adalah Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Nasdem Sulawesi Selatan. 

photo
Tersangka kasus suap jaksa Pinangki Sirna Malasari, Andi Irfan Jaya, berjalan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Bundar, Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu (2/9/2020). - (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

"Ini sudah kelihatan benang merahnya bahwa diduga ada mafia sindikat atau industri hukum yang bermain di sini," ujar Barita. Untuk itu, menurut dia, penegak hukum harus mendalami seluruh pihak yang terlibat, termasuk dugaan keterlibatan oknum anggota DPR yang hingga kini belum disentuh.

Barita meyakini penyidikan kasus itu belum selesai karena masih dapat didalami dari keterangan Djoko dan Andi Irfan yang juga dijerat pasal permufakatan jahat.

Karena itu, kata Barita, KPK tidak boleh diam dan harus turut serta mengungkap tuntas peran pihak-pihak lain dalam kasus ini. Sebab, KPK telah dibekali kewenangan kuat untuk mengungkap kasus seperti itu. "Apa KPK masih mau diam, tidak melakukan langkah yang proaktif? Mafia hukum ini sudah sangat mengancam," kata Barita.

Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman, mengancam menggugat KPK jika tidak melakukan penyelidikan baru atas bahan materi "Bapakku dan Bapakmu" dan "King Maker". Sebab, kasus tersebut diyakini dilakukan dengan terstruktur, sistematis, dan masif atas perkara rencana pembebasan Djoko Tjandra. 

"Kami tetap mencadangkan gugatan praperadilan terhadap KPK apabila tidak menindaklanjuti bahan-bahan yang telah kami serahkan," tutur Boyamin dalam pesan singkatnya, Senin (21/9). 

Boyamin mengaku telah menyerahkan bukti istilah-istilah tersebut kepada KPK. Publikasi foto dan print out itu dilakukan guna mempertanggungjawabkan kepada publik terkait dengan istilah "Bapakku dan Bapakmu" dan istilah "King Maker".

"Maka bersama ini dipublikasikan foto dari print out sebuah narasi yang diduga percakapan melalui sarana WA HP antara PSM (Pinangki) dan ADK (Anita)," kata dia. 

photo
Koordinator Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman menyerahkan surat jalan buron korupsi Djoko Tjandra ke Komisi III DPR, Selasa (14/7). - (Arif Satrio Nugroho/Republika)

Dia mengatakan, print out itu merupakan percakapan terkait pengurusan fatwa untuk membantu pembebasan Djoko dari pidana 2 tahun atas perkara korupsi cessie hak tagih Bank Bali. Print out seluruh dokumen terdiri atas 200 halaman tersebut telah diserahkan kepada KPK. "Kami telah melakukan penjelasan kepada KPK disertai tambahan dokumen lain dan analisis yang relevan pada hari Jumat (18/9)," katanya.

Bahan-bahan tersebut, kata dia, sememestinya dapat digunakan oleh KPK untuk melakukan supervisi dalam gelar perkara bersama-sama Bareskrim dan Kejagung pada pekan ini. 

Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango pada Ahad (20/9) menyatakan siap menindaklanjuti laporan adanya keterlibatan pihak lain dalam kasus tersebut. Terlebih, kasus jaksa Pinangki Sirna Malasari telah dilimpahkan ke persidangan sehingga KPK memiliki kewenangan meneruskan penyelidikan berdasarkan informasi dari masyarakat yang tak ditindaklanjuti Kejaksaan Agung.

"Insya Allah karena berkas jaksa P telah dilimpahkan ke persidangan, maka terbuka bagi KPK untuk memulai penyelidikan pada nama-nama yang disampaikan MAKI sepanjang memang didukung bukti yang cukup untuk itu," kata Nawawi. 

 

 

Percakapan Pinangku

Pinangki: Bapak saya ke berangkat ke puncak tadi siang ini jam 12.

Anita Kolopaking: Pantesan bapak jadi tidak bisa hadir.

Pinangki:  Bukan itu juga bu. 

Pinangki: Karena King Maker belum clear juga.

 
 

'Hentikan saja kalau tak punya bukti'

Tersangka Irjen Napoleon Bonaparte menantang keabsahan penanganan kasusnya dengan mengajukan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Senin (21/9). Manta Kadiv Hubinter Mabes Polri itu meminta penanganan kasus hukumnya dihentikan, dan dirinya dilepaskan dari status tersangka. 

Perwira kepolisian bintang dua itu meyakini, kepolisian tak punya bukti terkait keterlibatannya dalam skandal hukum terpidana Djoko Tjandra. “Kalau tidak punya bukti, ya harusnya dihentikan saja,” terang Napoleon di PN Jaksel, kemarin.

Napolen ditetapkan sebagai tersangka kasus penghapusan red notice buronan terpidana kasus hak tagih Bank Bali, Djoko Sugiarto Tjandra. Dua tersangka lain dalam perkara ini adalah Djoko, Brigjen Prasetijo Utomo, dan sorang pengusaha Tommi Sumardi.

Berbeda dengan kedua tersangka lain, Napoleon dan Tommi hingga kini tidak ditahan oleh Bareskrim Polri. Napoleon dan Prasetijo diduga menerima uang 20 ribu dolar AS (Rp 296-an juta) yang diberikan Djoko melalui Tommi. 

Senin pagi, Napoleon mendatangi PN Jaksel untuk menjalani sidang perdana praperadilan. Ia menggugat status tersangkanya. Sidang perdana tersebut berakhir dengan penundaan karena pihak kepolisian tak ada yang hadir.

Napoleon menuding, ketidakhadiran pihak Polri itu sebagai bentuk lemahnya konstruksi hukum penanganan kasusnya. Jika penyidik di Bareskrim punya bukti dalam penetapannya sebagai tersangka, mestinya sanggup menghadapi tantangannya itu. 

“Hari ini saya sudah hadir. Tetapi yang menuduh saya (Polri), tidak hadir. Kalau tidak punya bukti, ya hentikan saja penyidikannya. Kecuali, (Polri) punya bukti,” kata Napoleon.

Napoleon pun mengaku kecewa dengan absennya Polri pada sidang perdana praperadilan itu. Sebab, pengajuan praperadilan sudah dilakukan sejak 7 September lalu. Napoleon pun meminta agar pada sidang lanjutan mendatang, pihak Polri memastikan kehadiran. Pun, terhadap hakim, ia meminta agar haknya sebagai pengaju prapreadilan tetap dipenuhi. 

“Saya minta ini berjalan dengan norma-norma hukum,” terang dia.

Karo Penmas Polri Brigjen Awi Sutiyono mengakui ketidaksiapan kepolisian menghadapi praperadilan Napoleon. Akan tetapi, ketidaksiapan tersebut bukan karena kurangnya bukti-bukti dalam penetapan tersangka Napoleon.

Ia beralasan karena tim Bareskrim hanya belum berkordinasi. “Perlu diketahui, tim perlu koordinasi dan duduk bersama, sehingga hari ini, belum bisa menghadari (praperadilan),” terang Awi, kemarin. 

Akan tetapi, kata Awi, pada persidangan kedua mendatang, kepolisian memastikan untuk hadir sebagai termohon. ”Di lain waktu, pekan depan, sesuai dengan panggian berikutnya, tim (dari kepolisian) akan siap menghadapi praperadilan tersebut,” kata Awi.

Sidang kedua praperadilan selanjutnya akan kembali digelar pada Senin (28/9) mendatang di pengadilan yang sama.

Pekan lalu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung mengembalikan dua berkas perkara yang dilimphkan Bareskrim Polri, yaitu perkara kasus penghapusan red notice dan surat jalan palsu Djoko Tjandra. Perkara kedua menersangkakan tiga orang, yaitu Djoko, Brigjen Prasetijo Utomo, dan Anita Dewi Kolopaking. 

"Untuk berkas perkara Tipikor JST, NB dan PU hari ini, Senin 21 September 2020, rencana berkas akan dikirim kembali ke JPU. Untuk berkas perkara surat jalan palsu tersangka JST, PU dan ADK (diserahkan kembali) pada Kamis, 17 September 2020," ujar Karo Penmas Humas Polri Brigjen Awi Setyono, kemarin. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat