Petugas kesehatan melakukan tes usap (swab test) terhadap guru di SMUN 4 Pontianak, Kalimantan Barat, Sabtu (1/8/2020). Tes ini dilakukan untuk mempersiapkan lingkungan belajar bebas Covid-19 | JESSICA HELENA WUYSANG/ANTARA FOTO

Opini

Wahyu Perubahan Pendidikan di Masa Pandemi Covid-19

Dalam situasi pandemi Covid-19, semua orang harus berinovasi untuk kemaslahatan bersama.

 

NANANG SUMANANG

Guru SILN-Davao City

 

Pandemi Covid-19 adalah “wahyu perubahan” yang nyata

(Prof Dr Abdorrahman Ginting, M.Sc)

 

Harian Republika menulis  tentang Kasus Covid di Sekolah dan Kritik atas Inkonsistensi Pusat (10 Agustus 2020). Beberapa sekolah yang berada di zona hijau telah belajar tatap muka. Namun hal ini menyebabkan sebagian guru dan murid terpapar Covid-19. Di provinsi Kalimantan Barat dengan 22 kasus murid dan 19 kasus guru. Beberapa provinsi juga mengalami hal serupa. 

Menurut saya, keinginan untuk membuka sekolah tatap muka maupun baru uji coba masing-masing mempunyai alasan yang bisa dipahami. Pandemi Covid-19 yang tidak jelas kapan berakhirnya, telah merubah seluruh tatanan cara hidup manusia yang sudah mapan, untuk mencari yang baru, yang tidak sama dengan tatanan hidup sebelumnya. Bagi yang tidak siap untuk menyikapi “wahyu perubahan” tersebut, akan tergulung. 

Berharap untuk kembali ke masa sedia kala tentunya boleh-boleh saja, tapi akan lebih arif kalau kita menyikapi masa pandemi ini dengan mencari alternatif/ terobosan, termasuk dalam hal pendidikan. Pendidikan yang merupakan ciri manusia beradab juga harus beradaptasi dengan situasi pandemi ini. 

Di Indonesia, perubahan pendidikan tetap mengacu pada delapan standar pendidikan  nasional. Pelaksanaannya harus dimodifikasi agar pembelajaran lebih menekankan mengamankan masyarakat dari Covid-19. Ini artinya bahwa pemerintah  dan semua pihak  yang terlibat dalam pendidikan harus memikirkan  dengan cermat baik kurikulum maupun metode pembelajaran yang tepat. 

Guru dan murid terhindar dari paparan virus. Meski menggunakan pertemuan virtual, pembelajaran tetap berjalan dengan baik dan menyenangkan. Orang tua, guru, dan murid, sama-sama terlibat dalam memberikan keteladanan dan pengetahuan.

Pendidikan Jarak jauh (PJJ) kini menjadi keharusan. Bukan tanpa masalah, sistem ini jelas memaksa orang tua dan siswa yang tinggal di daerah minim jaringan internet harus mengeluarkan tenaga ekstra. Mereka harus menjual barang berharga dan merogoh kocek lebih dalam agar si buah hati dapat mengikuti kegiatan belajar daring.

Ada pula keluarga yang memang sudah tak bisa berbuat banyak lagi. Sehingga anak mereka terpaksa tak mengikuti kegiatan belajar daring. Wahid Wahyudi Kepala Dinas Pendidikan Jawa Timur mengatakan bahwa salah satu alasan sekolah mengadakan uji coba dan membuka kelas tatap muka adalah karena pendidikan jarak jauh banyak kendalanya. Tak hanya di Jawa Timur. Hal sama juga dilakukan Pemkab Pandeglang dan Lebak. Sekolah di sana sudah aktif. Anak bertatap muka dengan guru, belajar seperti sedia kala. Ada pula sekolah yang menggunakan sistem masuk ganjil dan genap. Hari ini giliran masuk anak dengan nomor absen ganjil. Besoknya yang genap. Dan begitu seterusnya.

Permasalahan terbesar adalah keterbatasan sarana dan prasarana di keluarga yang tidak mampu (Republika, 10 Agustus 20201). Penggunaan dana BOS yang boleh dibelikan pulsa/ data bagi para murid juga masih menyisakan kendala, terutama bagi daerah-daerah yang terpencil, dimana jaringan internet masih merupakan barang mewah. Pendampingan anak-anak belajar di rumah oleh orang tua juga banyak dikeluhkan oleh para orang tua. 

Pemerintah pusat juga sekarang sudah memberikan kebijakan yang fleksibel, terkait dengan pemakaian kurikulum dan pencapaian pembelajaran. Apabila suatu sekolah mampu melaksanakan pembelajaran secara penuh menggunakan kurikulum 2013, maka laksanakan. Apabila tidak, maka ada beberapa kompetensi dasar yang harus diintegrasikan sehingga murid tidak terbebani untuk belajar ekstra. Guru pun tak harus bersusah payah untuk memberikan pemahaman kepada siswa. 

Yang terakhir adalah dengan memodifikiasi kurikulum yang disesuaikan dengan relevansi pencapaian pembelajaran. Kebijakan ini tentunya harus dicermati dengan seksama, disesuaikan dengan kondisi masyarakat sehingga tujuan materi pembelajaran sesuai dengan kompetensi yang hendak dicapai. 

Pemilihan belajar campuran (blended learning) menjadi sesuatu yang harus dijalankan dalam masa pandemi ini. Secara sederhana sistem ini diartikan sebagai penggabungan macam-macam cara penyampaian: model pengajaran, gaya pembelajaran dan berbagai pilihan media antara guru dan murid. Juga antara instruktur dengan peserta dan lain sebagainya sehingga seorang guru dapat memberikan pengajaran dan berkomunikasi. 

Universitas Terbuka adalah pelopor blended learning di Indonesia. Direktorat Pembinaan SMP yang mengelola SMP Terbuka juga sudah teruji dan terbukti keberhasilannya. Mereka harus membagikan pengalamannya kepada pengelola sekolah di seluruh Indonesia. Dari mulai perencanaan, pelaksanaan, serta evaluasi peserta didik menjadikan sangat menarik untuk didengarkan dan didiskusikan. 

Penggabungan pembelajaran tatap muka dengan internet (google class room, webinar, zoom, meeting, skype dsb), penggunaan modul (buku, CD, VCD, kaset dll), televisi dan radio sudah ada. Tinggal  Pemerintah pusat menjadi regulator saja yang menyiapkan payung hukum dan mengatur kebijakan, serta lebih menggandeng pihak-pihak lainnya terkait yang bisa menjadikan pendidikan lebih dekat kepada masyarakat semisal menggandeng organisasi radio amatir.

Dalam pelaksanaannya, karena daerah yang lebih tahu masalah demografi, geografi dan infrastrukturnya, maka pemerintah pusat memberikan kebebasan dalam merumuskan pelaksanakan pembelajaran pada masa Pandemic covid-19 ini. Dinas Pendidikan duduk bersama dengan dinas kesehatan, gugus tugas percepatan penanganan Covid-19, dewan kependidikan, komite sekolah, tokoh masyarakat, organisasi guru, orang tua murid, perwakilan murid, serta instansi yang peduli dengan pendidikan. Semuanya ikut serta memetakan permasalahan yang ada. Kemudian mencari solusi. 

Saya menyaksikan ada beberapa guru, dengan keikhlasan hatinya, melangkah maju untuk membantu para muridnya mendapatkan pelayanan pendidikan. Ada yang membelikan pulsa kepada muridnya dengan uang pribadi, ada yang mendatangi rumah muridnya, ada yang menyediakan alat komunikasinya selama 24 jam untuk melayani pertanyaan-pertanyaan muridnya, tapi semuanya itu akan lebih baik apabila dilakukan secara bersama-sama. 

Sudah waktunya dinas pendidikan daerah dan instansi terkait mempunyai inisiatif menjadi pelopor dari perubahan ini. “Ing Ngarso Sun Tulodho” di depan menjadi pionir, jangan hanya menunggu petunjuk dan arahan pusat. ‘Ing Madyo Mangun Karso” di tengah menjadi penggerak bersama-sama, seperti di Probolinggo, Lazis Muhammadiyah memberikan bantuan kepada guru-guru swasta dan guru-guru honorer.

Guru sebagai ujung tombak pendidikan juga harus meng meningkatkan kemampuan diri mengikuti perubahan. Dalam situasi pandemi seperti ini para guru harus benar-benar menyiapkan materi ajar dengan baik; jenis materi, strategi penyampaian, media yang dibutuhkan dan cara evaluasi yang efektif dan akurat. Semua persiapan ini memang memakan waktu, karena ini adalah masa perubahan, tapi percayalah bahwa mengajar dengan cinta pasti akan menghasilkan output pendidikan yang berkualitas. Para murid nantinya akan menjadi pencerah masa depan Indonesia. Semoga pandemi Covid-19 ini menjadi guru buat kita semua.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat