BJ Habibie | Republika/Edi Yusuf

Opini

Haktenas dan Dromokratik

Peringatan Hakteknas jadi spirit mendongkrak indeks daya saing SDM dan kapasitas inovasi.

BIMO JOGA SASONGKO, Ketua Umum IABIE, Lulusan North Carolina State University, Amerika Serikat

Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 10 Agustus 2020 diperingati dalam suasana pandemi Covid-19. Pandemi menyebabkan krisis multidimensi dalam bentuk resesi yang melanda berbagai bangsa.

Hakteknas, salah satu hari bersejarah nasional, ditandai penerbangan perdana pesawat rancang bangun anak bangsa, N-250 Gatotkaca, pada 10 Agustus 1995 di Bandung, Jawa Barat.

Makna peringatan tidak bisa terlepas dari kiprah presiden ketiga RI BJ Habibie bersama anak intelektualnya. Definisi anak intelektual Habibie adalah mereka yang pernah bekerja  dalam tim untuk mengembangkan wahana industri dan lembaga ristek nasional.

 
Menghadapi krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19, anak intelektual Habibie mesti aktif dalam arus pemikiran kelas dunia yang mengemuka dalam narasi besar, great reset
 
 

Namun, dalam perkembangannya, predikat anak intelektual Habibie meluas dalam wujud SDM terbarukan pengabdi Ibu Pertiwi. SDM tebarukan itu juga temasuk yang mengabdikan dirinya dalam kegiatan transformasi segala bidang untuk kemajuan bangsanya.

Menghadapi krisis multidimensi akibat pandemi Covid-19, anak intelektual Habibie mesti aktif dalam arus pemikiran kelas dunia yang mengemuka dalam narasi besar, great reset. Istilah reset dalam KBBI diartikan ‘set ulang’, ‘atur ulang’, atau ‘memasang kembali’.

Profesor Klaus Schwab, pendiri dan Ketua Eksekutif Forum Ekonomi Dunia (World Economic Forum), mengemukakan, great reset jawaban atas krisis multidimensi saat ini. Schwab punya pengaruh besar dalam khazanah pergulatan pemikiran dan strategi global.

Salah satu pemikiran besar yang pernah ia ajukan adalah revolusi industri 4.0 yang kemudian sangat populer di seluruh dunia.

Selain tajuk great reset, dunia juga tengah berpacu mencari solusi pandemi antara lain berusaha menemukan vaksin Covid-19 dan membangun wahana produksinya. Kini, faktor kecepatan menjadi penentu nasib bangsa.  

Menurut premis Paul Virilio, kecepatan menjadi ciri mutlak kemajuan sehingga membentuk progres dalam tempo tinggi. Dalam domain kebangsaan dan gelombang industrialisasi, progres dalam tempo tinggi itu hakikatnya revolusi dromokratik.

Yang berarti, penyelenggaraan pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi terletak pada kecepatan. Terkait dromokratik, setiap negara kini mencari konsep dan membuat program akselerator untuk mengatasi pandemi beserta dampak luasnya.

 

 

Pengembangan SDM bangsa tak mungkin dilakukan instan dan parsial, tetapi saling mengait dengan periode sebelumnya.

   

Program akselerator adalah langkah intens, cepat, dan immersive sehingga pengalaman yang harusnya diakumulasi bertahun-tahun dapat dirasakan atau dimanfaatkan dalam waktu beberapa bulan saja.

Dunia tengah serius membuat akselerator sosial maupun akselerator korporasi yang dapat memberikan solusi untuk meningkatkan inovasi terbuka dan saat bersamaan mencetak dan meningkatkan kemampuan usaha rintisan segala sektor.

Sejarah dan latar belakang Hakteknas tidak bisa dilepaskan dari kiprah anak intelektual BJ Habibie. Mereka pernah dididik dan dipersiapkan melaksanakan transformasi teknologi dan industri bagi Indonesia.

Mereka telah menjadikan pengalaman kerja di wahana transformasi teknologi dan industri, baik di dalam negeri maupun di luar negeri, untuk menghasilkan lompatan teknologi dan karya inovasi guna memajukan bangsa dan memecahkan masalah kerakyatan.

Peringatan Hakteknas diharapkan menjadi spirit mendongkrak indeks daya saing SDM dan terus mengembangkan kapasitas inovasi. Apalagi, proses inovasi sangat dinamis dan membutuhkan SDM terbarukan, yakni SDM mumpuni dalam iptek dan proses inovasi.

SDM terbarukan memiliki daya kreatif dan inovasi lebih unggul dari generasi sebelumnya. Pengembangan SDM bangsa tak mungkin dilakukan instan dan parsial, tetapi saling mengait dengan periode sebelumnya.

Anak intelektual Habibie diharapkan bisa menjadi ujung tombak mengatasi krisis akibat pandemi dari aspek teknologi dan inovasi serta harus ikut mendongkrak indeks daya saing SDM bangsa.

 
Anak intelektual Habibie diharapkan bisa menjadi ujung tombak mengatasi krisis akibat pandemi dari aspek teknologi dan inovasi.
 
 

 

Masyarakat prihatin melihat indeks Global Talent Competitiveness Index (GTCI) 2018. Sebab, Indonesia berada di peringkat ke-77 dari 119 negara, masih kalah dari negara tetangga. Sebagai perbandingan, Malaysia di peringkat 27, Filipina di posisi 54, dan Thailand di peringkat 70.

GTCI merupakan laporan komprehensif tahunan yang dapat dijadikan indikator untuk mengukur bagaimana suatu negara menyediakan sumber daya manusia untuk meningkatkan daya saing mereka.

Dalam mengukur indeks GTCI, ada lima pilar di antaranya enable atau keberagaman dalam pengetahuan, pengalaman, dan menyelesaikan masalah.

Pilar kedua dan ketiga adalah attract atau kemampuan menarik sumber daya asing dan grow atau kemampuan meningkatkan kompetensi diri melalui pendidikan dan pelatihan. Dua pilar lainnya adalah  pendidikan vokasional dan teknikal serta pengetahuan global.

Anak intelektual Habibie telah memiliki modal alamiah berupa portofolio kompetensi serta daya kreativitas dan inovasi. Modal itu untuk mewujudkan kepemimpinan unggul, khususnya dalam iptek dan dunia usaha melalui sinergi yang kuat.

Sebuah keniscayaan mewujudkan kolaborasi ABG (academics, businesses, dan government) dalam riset dan inovasi. Lalu, memfasilitasi riset berorientasi kebutuhan industri yang sejak awal berkolaborasi dengan pihak yang akan menjadi pengembang, investor, dan pemasarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat