Anggota Pecalang atau petugas keamanan adat Bali mendampingi umat Islam saat mengantarkan daging kurban ke rumah warga umat Hindu pada Hari Idul Adha 1441 H di Denpasar, Bali, Jumat (31/7). | Nyoman Hendra Wibowo/ANTARA FOTO

Opini

Kurban Solusi Pandemi

Inspirasi besar dari ibadah kurban bisa kita adopsi untuk mencari solusi krisis di tengah pandemi.

ZULKIFLI HASAN, Wakil Ketua MPR RI

Tahun lalu, sekitar 1,35 juta hewan kurban dibagikan kepada 24,79 juta warga miskin di seluruh Indonesia.

Jika satu hewan kurban menghasilkan rata-rata 100 kantong daging kurban, ritual ini tidak hanya memberi pesan kebaikan dan kebahagiaan untuk mereka yang tidak mampu, tetapi melampaui semua itu, bahkan melampaui sekat-sekat identitas.

Spirit kurban mengajarkan kita makna berbagi bahwa ikhtiar kebaikan harus bisa melampaui ego sektoral, perbedaan identitas, apalagi sekadar perbedaan pendapat dan pilihan politik. Semua pihak harus bertemu di tengah untuk membangun kebersamaan dan solidaritas.

Dari sanalah, ukhuwah bisa dirajut dan masa depan akan digapai dengan penuh optimisme. Di tengah pandemi ini, kita memerlukan jalan tengah itu. Semua pihak harus rela berkorban untuk bertemu di tengah. Mencari solusi bersama.

 
Kita memerlukan situasi berbangsa yang penuh sikap saling menghargai, bertenggang rasa, dan bergotong royong.
 
 

Menemukan kesepakatan-kesepakatan untuk kebaikan semua pihak. Segala perdebatan dan perbedaan pendapat bukan untuk mencari siapa yang salah, melainkan apa yang salah.

Kita memerlukan situasi berbangsa yang penuh sikap saling menghargai, bertenggang rasa, dan bergotong royong. Dengan begitu, kita semua bisa keluar dari pandemi dan ancaman krisis multidimensional yang menjadi dampaknya.

Jalan Islam tengah

Kurban mengajarkan kita titik temu di pertengahan. Mereka yang mampu, mengorbankan hartanya untuk turun ke bawah menyantuni yang miskin.

Mereka yang merasa tidak mampu, ditarik ke atas agar siap berkorban lebih, melampaui perasaan-perasaan inferior dan pesimismenya. Dengan mentalitas semacam itulah, dimensi sosial kurban menjadi sangat kuat.

Tanpa regulasi dan tekanan negara, didorong iman dan takwa, umat Islam berduyun-duyun berkurban pada Hari Raya Idul Adha. Terbayang betapa besar potensi ekonominya, tetapi tak ternilai dimensi sosialnya.

Kurban tidak hanya memiliki nilai ibadah, tetapi juga mengandung pesan kemanusiaan yang sangat kuat. Spiritualitas kurban inilah yang bisa kita pakai untuk menghadapi situasi krisis akibat pandemi Covid-19.

 
Seluruh mata rantai aktivitas kurban mengajarkan kita titik tengah ini. Titik keseimbangan, titik keadilan, titik sikap toleran, titik tolak untuk mulai bergotong royong dan berbagi kepada satu sama lain.
 
 

Ini saatnya, semua pihak menahan diri untuk saling menyalahkan. Berhenti merasa paling benar, paling tahu, paling baik, dan seterusnya. Pemerintah harus berkorban untuk memahami lebih jauh kecemasan dan kesulitan masyarakat.

Pada saat yang sama, masyarakat perlu memahami, pasti pemerintah sedang mengupayakan yang terbaik juga. Jika keduanya bertemu di tengah, semua pihak bisa fokus mencari solusi bersama. Bukan sibuk menangkis perbedaan-perbedaan atau saling menyalahkan.

Titik tengah inilah yang kelak menjadi tempat semua pihak bertemu, saling memahami keterbatasan masing-masing, saling berbagi, saling memberikan solusi. Sebab, sebaik-baiknya perkara, kata Nabi, adalah yang di pertengahan.

Seluruh mata rantai aktivitas kurban mengajarkan kita titik tengah ini. Titik keseimbangan, titik keadilan, titik sikap toleran, titik tolak untuk mulai bergotong royong dan berbagi kepada satu sama lain.

Melalui seluruh rangkaian ibadah kurban, kita bisa melihat umat Islam memang umat tengahan (ummatan wasathan, QS 2:143). Agama ini adalah agama kasih sayang, tidak relevan ditampilkan dengan wajah yang kasar dan beringas.

Agama ini mengajarkan solidaritas, salah jika dibawa untuk mendorong perpecahan dan adu domba. Agama ini mengajarkan umatnya menjadi solusi bagi sekalian alam (rahmatan lil alamin), bukan hanya tentang kelompoknya sendiri.

 
Kita perlu menciptakan memori yang baik, memori yang akan kita kenang sebagai momentum sejarah dimulainya spirit tengahan, spirit saling percaya, kolaborasi, dan spirit gotong royong. 
 
 

Solusi pandemi

Inspirasi besar dari ibadah kurban ini, bisa kita adopsi untuk mencari solusi krisis di tengah pandemi. Pemerintah perlu membuka ruang agar semua pihak bisa bertemu di tengah.

Menyusul polemik dan perbedaan pendapat di seputar kisruh RUU BPIB, misalnya, pemerintah bisa mempertemukan kembali seluruh ormas dan elemen untuk mencari titik temu yang disepakati bersama. Juga, polemik mengenai kebijakan Program Organisasi Penggerak (POP) Kemendikbud yang membuat Muhammadiyah, NU, dan PGRI mundur, harus dicari titik tengahnya. Karena pada dasarnya, semua sedang memikirkan yang terbaik untuk bangsa.

Pandemi yang mendorong krisis multidimensional ini bukan hanya membutuhkan kesiapan-kesiapan materiel, melainkan sekaligus kesiapan dan kekokohan mental kita sebagai bangsa.

Idul Adha melalui ibadah kurban bisa kita jadikan sebagai momentum untuk membangun mentalitas itu. Mentalitas kaum tengahan, spirit Islam tengah, solidaritas untuk saling peduli, dan berbagi pada satu sama lain.

 Idul Adha tahun ini menjadi sangat istimewa karena kita sedang menghadapi wabah. Ini akan menjadi salah satu momen kurban yang akan melekat kuat dalam memori kita untuk waktu yang panjang.

Kita perlu menciptakan memori yang baik, memori yang akan kita kenang sebagai momentum sejarah dimulainya spirit tengahan, spirit saling percaya, kolaborasi, dan spirit gotong royong. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat