Sejumlah warga membawa bantuan paket sembako di halaman Masjid Jamie Nurul Yaqien,Desa Pabuaran, Kemang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (19/6). | ARIF FIRMANSYAH/ANTARA FOTO

Opini

Kebangkitan Ekonomi Umat

Dampak ekonomi pandemi bisa jadi momentum memperkuat sistem ekonomi syariah sebagai alternatif.

ARIEF ROSYID, Ketua Pemuda DMI, Wasekjen HIPMI

Krisis adalah momentum membuat perubahan. Di satu sisi, krisis dianggap sebagai sesuatu yang menakutkan. Di sisi lain, krisis dapat membuka pintu-pintu kesempatan bagi suatu negara untuk berbenah dan maju.

Pertanyaannya bagi kita saat ini, bagaimana Indonesia menggunakan momentum pandemi ini untuk berubah ke arah lebih baik? Terlebih, masih banyak pihak lebih senang berada di zona nyamannya sembari mempertahankan status quo.

Padahal, inilah momentum membenahi berbagai hal dan sektor penting, khususnya kesehatan dan ekonomi. Berdasarkan data dari https://covid19.go.id, per 27 Juli 2020, Covid-19 telah meluas di hampir seluruh negara, 216 negara tepatnya.

Mereka yang terkonfirmasi positif lebih dari 15 juta orang dan merenggut lebih dari 640 ribu jiwa. Di Indonesia, korban hampir mencapai 100 ribu orang dan yang meninggal 4.781 orang.

 
Padahal, inilah momentum membenahi berbagai hal dan sektor penting, khususnya kesehatan dan ekonomi. 
 
 

Banyak pihak mengatakan, pandemi ini akan merusak ekonomi dunia lebih buruk daripada yang diperkirakan. Sebagai gambaran, IMF dan Bank Dunia dalam laporan terbarunya memprediksi, output ekonomi dunia tahun ini akan menyusut hampir lima persen atau hampir dua persen lebih buruk dari perkiraan yang dirilis pada April lalu.

Dengan penurunan ini, dunia bakal kehilangan output ekonomi 12 triliun dolar AS dalam dua tahun ini. OECD bahkan meramalkan, perlambatan ekonomi dunia yang lebih pesimistis, yakni sebesar 7,6 persen.

Walaupun berbeda secara besaran, ketiga lembaga dunia ini sepakat, ekonomi dunia akan mengalami resesi selama pandemi. Dalam konteks Indonesia, Menkeu Sri Mulyani menyatakan, pandemi Covid-19 setidaknya memberi tiga dampak negatif bagi perekonomian Indonesia.

Pertama, membuat daya beli rumah tangga/konsumen jatuh karena banyak pekerja dirumahkan, bahkan di-PHK karena pandemi. Ketua Umum Kadin, Rosan Roeslani menyebutkan, pekerja industri atau perusahaan yang dirumahkan dan terkena PHK 6,4 juta orang.

Secara sederhana, tentu peningkatan pengangguran ini berdampak langsung terhadap bertambahnya angka kemiskinan, memperlebar kesenjangan, dan memukul daya beli. Kedua, menimbulkan ketidakpastian yang berujung melemahnya, investasi dan perdagangan.

 
Penulis menyaksikan sendiri, bagaimana Indonesia memiliki berbagai syarat untuk bangkit dan menjadi lebih baik.
 
 

Namun, data terbaru Kementerian Perdagangan dan BPS menunjukkan, realisasi neraca perdagangan Indonesia pada semester I 2020 masih surplus secara kumulatif 5,5 miliar dolar AS, termasuk ke mitra dagang utama, seperti AS, Belanda, dan India.

Ini memberi angin segar bagi perekonomian Indonesia, khususnya BUMN agar melihat peluang di tengah impitan pandemi. Namun, di balik semua kesulitan saat ini, banyak hikmah yang dapat menjadi momentum perbaikan untuk umat dan bangsa kita.

Sejak awal bertugas sebagai relawan di bawah Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19, penulis menyaksikan sendiri, bagaimana Indonesia memiliki berbagai syarat untuk bangkit dan menjadi lebih baik.

Kebangkitan ekonomi umat

Optimisme penulis ini, khususnya berdasarkan fakta, kepedulian sosial teramat besar ditunjukkan sesama anak bangsa. Jika sebelumnya kita disibukkan aktivitas masing-masing, pandemi Covid-19 ini membangun kesadaran kolektif untuk tolong-menolong keluar dari kesulitan.

Budaya gotong royong atau kolaborasi dengan melibatkan berbagai sektor, profesi, juga datang dari  beragam latar belakang suku, agama, ras, dan antargolongan adalah modal sosial yang mesti kita pertahankan dan perkuat.

Kita mesti meninggalkan segala perbedaan dan mengedepankan kepentingan bersama agar dapat segera keluar dari krisis ekonomi dan pandemi Covid-19 ini.

 
Banyak masjid dijadikan sebagai pusat pendistribusian berbagai bantuan untuk diteruskan ke warga sekitar yang  terdampak krisis ini.
 
 

Sebagai pengurus Dewan Masjid Indonesia (DMI), penulis menyaksikan sendiri pengurus masjid mulai memperlebar peran lain masjid, tidak terbatas pada ibadah vertikal (habluminnallah), tetapi juga horizontal (hablumminannas).

Selain mengedukasi masyarakat untuk bisa mematuhi protokol kesehatan dan melakukan penyemprotan disinfektan secara berkala, DMI terus mendorong agar masjid memperkuat peran horizontalnya, khususnya di bidang sosial dan ekonomi.

Banyak masjid dijadikan sebagai pusat pendistribusian berbagai bantuan untuk diteruskan ke warga sekitar yang  terdampak krisis ini. Selain itu, pada saat berbagai harga bahan pokok melonjak naik, masjid juga digunakan untuk ikut berperan menstabilkan harga.

Mengoptimalkan 800 ribu masjid dan 140 juta jiwa generasi muda Islam adalah ikhtiar DMI guna mewujudkan kebangkitan umat dan bangsa. Peran strategis masjid yang dapat menjangkau semua lapisan adalah modal sosial yang mesti dimanfaatkan lebih optimal.

Belum lagi, potensi generasi muda Islam dengan beragam profesi dan keahlian, dapat menjadi daya ungkit luar biasa bagi kebangkitan umat dan bangsa dari pandemi ini jika dikelola dengan baik.

Selain itu, dampak ekonomi pandemi bisa jadi momentum memperkuat sistem ekonomi syariah sebagai alternatif. Ekonomi syariah yang menawarkan sistem ekonomi universal, inklusif, dan aktif melibatkan seluruh peran masyarakat menjadi sangat relevan dalam masa krisis ini.

Pengalaman masa lalu membuktikan, fundamental ekonomi dan keuangan syariah kita tetap kuat, meskipun diterjang krisis ekonomi dan keuangan. Ini fakta yang menunjukkan, ekonomi syariah dapat menjadi solusi dan alternatif untuk memperkuat ekonomi nasional. 

Ekonomi dan keuangan syariah, mengandung nilai keadilan yang besar dalam pembangunan sosio-ekonomi, juga mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan berorientasi kesejahteraan manusia.

Nilai-nilai ini tecermin dari tujuan pembangunan berkelanjutan dan inklusif. Sebagai katalisator, sinergi dan peran institusi keuangan syariah harus diperkuat secara terus-menerus, baik secara strategis maupun teknis.

Terlebih jika peran yang begitu besar ini dikolaborasikan dengan segala potensi yang dimiliki Indonesia sebagai negara dengan penduduk Islam terbesar di dunia. Bukan tidak mungkin, kita dapat segera keluar dari badai krisis akibat pandemi ini. Semoga! 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat