Anak-anak pengungsi korban banjir bandang bersama relawan bermain di tenda pengungsian di Perbukitan Desa Meli, Kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Senin (20/7). | ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO

Nusantara

Evaluasi Menyeluruh Banjir Luwu Diperlukan

Daerah Luwu masuk kategori rawan bencana dan dinilai perlu evaluasi menyeluruh.

JAKARTA – Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menduga banyak faktor penyebab terjadinya banjir bandang di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, yang menelan puluhan korban jiwa. Daerah tersebut masuk kategori rawan bencana dan dinilai perlu evaluasi menyeluruh.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Raditya Jati mengatakan, dugaan sementara, banjir bandang terjadi akibat peralihan lahan karena ada penambangan, kemudian sejarah patahan yang mengakibatkan kondisi formasi di kawasan hulu lemah. Hal itu diperparah tingginya curah hujan beberapa waktu terakhir.

Kemudian, persoalan tata ruang diduga turut ‘menyumbang’. Artinya, kata Raditya, kalau melihat daerah aliran sungai (DAS) yang menimbulkan banjir bandang maka perlu dinilai bagaimana kawasan di sekitar sungai itu, seperti permukiman, penggunaan lahan untuk persawahan, aktivitas masyarakat, sekolah, hingga infrastrukturnya.

“Tetapi, lagi-lagi, itu semua asumsi atau analisis yang perlu diselidiki lagi dengan hati-hati. Evaluasi ini kan bukan berarti buruk, jadi jangan buru-buru menyimpulkan,” kata dia saat dihubungi Republika, Senin (20/7).

Dari data terbaru, jumlah korban meninggal dunia bertambah dan kini menjadi 38 jiwa. Kemudian, korban luka-luka menjadi 97 orang, hilang 11 orang, dan total korban terdampak berjumlah 3.627 kepala keluarga (KK) atau 14.483 jiwa. Kemudian, tempat pengungsian tersebar di 76 titik.

Dua jenazah terakhir dievakuasi prajurit Pangkalan Utama TNI Angkatan Laut VI/Makassar. Asisten Logistik Pangkalan Utama TNI AL (Lantamal) VI Kolonel Laut (T) Dimi Trisakti mengatakan, jasad kedua korban bencana tersebut dievakuasi petugas di Desa Indokorodi Kecamatan Masamba dan Desa Raddadi Kecamatan Baebunta.

photo
Warga korban banjir bandang memilih bantuan pakaian layak pakai di sekitar pengungsian Perbukitan Desa Meli, Kecamatan Baebunta, Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Senin (20/7/2020). Jumlah pengungsi korban banjir bandang hingga saat ini mencapai 14 - (ABRIAWAN ABHE/ANTARA FOTO)

“Pada saat kedua korban ini ditemukan, kondisinya telah meninggal dunia akibat terbawa arus banjir dan ditimbun lumpur,” kata dia. Dia menambahkan, tim pencari juga terus menyisir kawasan aliran sungai untuk menemukan warga yang terbawa arus banjir bandang.

Sebelumnya, Menurut Kepala Bidang Pemetaan Kebencanaan dan Perubahan Iklim Badan Informasi Geospasial (BIG) Ferrari Pinem, material sedimen yang dibawa oleh banjir bandang biasanya berasal dari perbukitan curam. Kemudian mengalir cepat akibat tingginya curah hujan hingga meluap di sungai yang berada pada dataran atau kipas aluvial di bawahnya.

Berdasarkan data topografi dari DEMNAS, ungkap Ferrari, diperoleh profil kemiringan lereng pada aliran sungai penyebab terjadinya banjir bandang yang melanda Masamba, Sabbang, dan Baebunta. Dari analisis ini dapat diidentifikasi bahwa kemiringan lereng yang curam di hulu dapat menjadi salah satu faktor penyebab banjir bandang pada dataran aluvial di bawahnya.

"Walaupun jarak yang cukup jauh dari hulu sampai ke dataran aluvial, tapi morfometri sungai yang terjal di hulu sudah cukup untuk mengalirkan material sedimen serta ditambah akumulasi aliran dan sedimen pada pertemuan cabang sungai," katanya.

Ferrari menjelaskan, banjir bandang di Masamba dan sekitarnya akibat akumulasi material sedimen terbawa dari hulu di utara karena tingginya curah hujan beberapa hari terakhir. Intensitas hujan sedang hingga tinggi telah terjadi sejak 12 Juli 2020 (sehari sebelum banjir bandang 13 Juli 2020) berdasarkan pengamatan curah hujan dan satelit cuaca (BMKG).

Terdapat pula pertemuan cabang sungai pada perbatasan dengan dataran aluvial. Sehingga, material sedimen yang terbawa meluap karena tak terbendung oleh derasnya aliran air dari hulu dan menurunnya kecepatan aliran pada gradien sungai yang landai di dataran aluvial.

"Akibatnya, banjir bandang melanda wilayah dataran aluvial tersebut. Kasus serupa juga terjadi di Kecamatan Sabang hingga Baebunta, di mana pertemuan beberapa cabang sungai dari perbukitan di hulu, mengakibatkan luapan banjir bandang di dataran aluvial di bawahnya," kata Ferrari dalam rilis kepada Republika.

Dari analisis peta geologi dan peta potensi gerakan tanah (Badan Geologi), daerah bencana merupakan aluvial yang terdiri dari lumpur, lempung, pasir, kerikil dan kerakal di mana bagian utara yang menjadi sumber material bandang tersusun atas Formasi Bone-bone berupa perselingan batu pasir, konglomerat, napal dan lempung tufan. Di bagian lereng bawah terdapat endapan lava basalt dan andesit, breksi gunung api dan tuf dari formasi Lamasi.

Potensi gerakan tanah (kemudahan terjadinya longsor) pada daerah ini berada pada level menengah sampai tinggi, terutama pada daerah di lembah sungai, gawir, dan tebing lereng. Hal ini dikuatkan juga dari analisa geomorfologi di mana wilayah atas terdiri dari perbukitan dengan lereng yang terjal dan curam.

Berdasarkan pengamatan dari citra satelit resolusi tinggi (CSRT), wilayah sepanjang sungai banyak ditemukan area terbangun dan lahan pertanian. "Ini tentunya mengurangi daya dukung lahan dalam menahan laju air yang jatuh di atasnya," kata Ferrari.

Ketidakmampuan lahan untuk menyerap air akibat ketidaksesuaian penggunaan lahan pada daerah hulu, ungkapnya, akan berimbas terhadap terjadinya banjir bandang. Selain itu ketidaksesuaian lahan juga dapat meningkatkan risiko bencana. Rehabilitasi lahan dan hutan pada daerah hulu perlu dilakukan untuk mengurangi risiko bencana di kemudian hari.

photo
Peta Morfologi - (BIG)

Potensi hujan tinggi

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) mengingatkan potensi hujan tinggi di sejumlah wilayah meski di daerah lainnya menunjukkan fenomena kontras telah mengalami kemarau. Menurut Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, sejumlah wilayah mengalami kekeringan, sementara hujan ekstrem justru mengguyur beberapa wilayah lainnya.

“Contohnya pada saat musim kemarau melanda hampir di sebagian besar wilayah Indonesia bagian selatan, wilayah Indonesia bagian tengah mulai Sulawesi Tengah, Maluku, hingga Papua bagian utara malah berpotensi mendapatkan curah hujan relatif tinggi dalam dua dasarian (20 hari) ke depan,” ujar Dwikorita.

BMKG memperkirakan, beberapa wilayah Indonesia kemungkinan mengalami banjir dengan kategori tinggi di pertengahan Juli 2020 atau dasarian II Juli. Prakiraan ini telah dimasukkan di peta daerah rawan banjir yang dibuat Badan Informasi Geospasial (BIG) dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR).

“Berdasarkan prakiraan curah hujan probabilistik BMKG, beberapa wilayah, seperti sebagian Sulawesi Tengah dan Papua berpotensi banjir dengan dengan peluang kategori 'tinggi' pada dasarian II Juli ini,” kata Kepala Pusat Layanan Informasi Iklim Terapan BMKG Nasrullah.

Sementara, pada dasarian III atau dalam 10 hari terakhir di bulan Juli ini, potensi banjir dengan peluang kategori menengah diprediksi terjadi di sebagian Aceh, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Jambi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua Barat, dan Papua.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat