Petugas memeriksa kesehatan hewan kurban di Rumah Potong Hewan (RPH) Cakung, Jakarta, Jumat (10/7). Pemeriksaan itu dilakukan untuk menjamin kesehatan hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Umat Perlu Diedukasi Kurban Olahan

LAZ dapat menyiasati distribusi dengan kurban olahan dan dibarengi sosialisasi yang kuat.

JAKARTA – Lembaga amil zakat (LAZ) di Indonesia diimbau menggencarkan edukasi kurban olahan kepada umat. Salah satu tujuannya agar pendistribusian kurban dapat menjangkau secara merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Pengamat zakat Prof KH Didin Hafidhuddin mengatakan, potensi kurban di Indonesia selalu meningkat setiap tahun, tetapi pendistribusian kurban belum dapat menyentuh seluruh wilayah. LAZ, kata dia, dapat menyiasati hal tersebut dengan kurban olahan dan dibarengi sosialisasi yang kuat.

“Karena kurban olahan ini kan bagi umat bisa dibilang baru. Jadi, belum seluruh masyarakat kita kenal dengan kurban olahan itu apa,” kata Kiai Didin kepada Republika, Jumat (17/7).

Ia menjelaskan, kecenderungan berkurban secara tradisional memang tidak menyalahi aturan syariat sama sekali. Namun, alangkah baiknya jika masyarakat dan para pekurban diperkenalkan dengan kurban olahan agar pendistribusiannya dapat merata ke seluruh wilayah Indonesia.

Sekretaris Jenderal Forum Zakat (Foz) Nana Sudiana menyampaikan, saat ini tak sedikit LAZ di Indonesia yang mengolah kurbannya menjadi produk olahan, seperti kornet, abon, sosis, hingga rendang. Tujuannya, agar daging kurban lebih awet dan dapat didistribusikan ke wilayah-wilayah pelosok. 

Menurut dia, kurban olahan bisa disimpan dalam jangka waktu lama tanpa merusak nilai gizinya. "Yang terpenting, LAZ dapat menggandeng sejumlah elemen agar rantai produksi juga dapat menghidupi elemen-elemen mustahik yang ada," katanya.

Belum lama ini, Institute for Demographic and Poverty Studies (IDEAS) memproyeksikan potensi ekonomi kurban Indonesia mencapai Rp 20,5 triliun yang berasal dari 2,3 juta pekurban. Sayangnya, potensi ekonomi kurban yang besar itu belum terdistribusi secara merata di seluruh wilayah Indonesia. Hal ini mencerminkan kesenjangan pendapatan antarwilayah yang akut di Indonesia. Kesenjangan yang lebar, terutama terjadi antara daerah perkotaan Jawa dengan wilayah lainnya.

Dalam pandangan Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Irfan Syauqi Beik, menjadi tugas Baznas dan LAZ untuk mendorong adanya pemerataan distribusi daging kurban tersebut. Menurut dia, lembaga zakat harus bisa menyasar wilayah-wilayah yang bahkan belum tersentuh sama sekali oleh kurban. 

"Perlu dilakukan proses pendistribusian dengan lebih baik, sehingga ketimpangan antarwilayah ini dapat direduksi dengan baik," ujar Irfan.

Menurut dia, ada tiga hal yang membuat potensi ekonomi kurban itu tidak merata. Pertama, perbedaan pendapatan dan tingkat ekonomi masyarakat antardaerah.  "Ketika tiga besar PDRB (produk domestik regional bruto) ada di Jakarta, Jatim, dan Jabar, maka tiga provinsi ini memiliki potensi calon pekurban paling besar," ucap Irfan. 

Kedua, lanjut Irfan, tingkat kemiskinan yang berbeda-beda antarwilayah. Semakin tinggi angka dan persentase kemiskinan, akan makin kecil pula potensi kurbannya. Ketiga, tingkat religiositas dan kesadaran yang berbeda-beda antarwilayah. 

Syariat berkurban

photo
Petugas memeriksa kesehatan sapi di Rumah Potong Hewan (RPH) Cakung, Jakarta, Jumat (10/7). Pemeriksaan itu dilakukan untuk menjamin kesehatan hewan kurban menjelang Hari Raya Idul Adha 1441 Hijriah - (Republika/Putra M. Akbar)

Hukum berkurban adalah sunnah muakkadah. Hal ini sesuai pendapat mayoritas ulama. Tapi, jika seseorang sudah berjanji (nadzar) lakukan kurban, maka hukumnya menjadi wajib.

Tersebut di dalam Alquran (Al-Hajj: 29) yang menjelaskan wajibnya memenuhi nadzar dalam berkurban, “Dan hendaklah mereka menepati nadzar-nadzar (janji-janji) mereka.” 

Susbtansi nadzar adalah ketika seseorang menjadikan suatu amal yang pada prinsipnya tidak wajib menjadi wajib atas dirinya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah SWT (qurbah) dan dinyatakan dengan ucapan. (Lihat: Shahih Fiqh Sunnah, Abu Malik, 2013: 2/315)

Para fuqaha telah sepakat bahwa seseorang yang telah bernadzar untuk berkurban maka ia wajib untuk menunaikannya. Tidak membedakan apakah ia kaya (mampu) atau tidak.

Saking pentingnya sebuah janji, setelah orang yang melakukan nadzar itu meninggal tapi belum memenuhinya, maka keluarga yang bersangkutan wajib untuk melaksanakan qurban atas nama dirinya.

Ada dua bentuk nadzar dalam berkurban yang diketahui. Bentuk yang pertama adalah nadzar mu’ayan, seperti ketika seseorang berkata, “Aku bernadzar untuk Allah akan mengurbankan sapi yang ini.” 

Bentuk berikutnya adalah nadzar mutlaq, yang secara umum dapat dilihat seperti ucapan seseorang berikut, “Aku bernadzar untuk berkurban,” atau “Aku nadzar berkurban seekor sapi.”

Menurut kalangan Syafiiyah, barang siapa ber-nadzar kurban mu’ayan, lalu sebelum dikurbankan ternyata hewan cacat yang membuatnya tidak sah, maka ia tidak dapat membatalkan nadzar-nya dan tidak wajib mengganti dengan yang lain. 

Adapun jika itu terjadi pada nadzar mutlaq maka ia wajib menggantinya dengan yang lebih baik. Pendapat kalangan Hanabilah sama dengan Syafiiyah, hanya saja dalam kasus nadzar mu’ayan mereka membolehkan mengganti dengan hewan yang lebih baik. 

Hal itu agar tujuan qurban dapat tercapai, yaitu daging qurban untuk kemanfaatan penerimanya. (Al-Mausu’ah Al-Fiqhiyah Al-Kuwaitiyah: 5/78-79).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat