Pengumpul barang bekas menarik gerobak di Tamansari, Serang, Banten, Kamis (7/5). | ASEP FATHULRAHMAN/ANTARA FOTO

Tajuk

Peringatan dari Bank Dunia

Kalau kita tidak mampu bangkit pada tahun depan, pemulihan ekonomi akan memakan waktu yang lebih panjang.

Kepala Ekonom Bank Dunia untuk Indonesia, Frederico Gil Sander, mengingatkan pemerintah Presiden Joko Widodo dan Ma’ruf Amin untuk berhati-hati dalam mengelola utang. Pengelolaan utang yang kurang baik berpotensi mengganggu stabilitas makroekonomi yang selama ini menjadi pilar utama ekonomi Indonesia. Efek berikutnya, proses pemulihan yang diperkirakan berlangsung pada tahun depan akan terhambat.

Peringatan Bank Dunia tersebut disampaikan ketika jumlah utang luar Indonesia belakangan ini terus bertambah. Bank Indonesia (BI) melaporkan posisi Utang Luar Negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal I 2020 sebesar 389,3 miliar dolar AS atau setara Rp 5.693 triliun (kurs Rp 14.625 per dolar AS). 

Angka ini terdiri atas ULN sektor publik (pemerintah dan bank sentral) sebesar 183,8 miliar dolar AS dan ULN sektor swasta (termasuk BUMN) sebesar 205,5 miliar dolar AS. ULN Indonesia tersebut secara tahunan (year on year/yoy) tumbuh 0,5 persen. 

 
Sesungguhnya, bukan hanya Indonesia yang memilih opsi utang guna menutup anggaran belanja negara yang melonjak karena Covid-19.
 
 

Kita mengetahui, peningkatan utang Indonesia sejalan dengan mewabahnya virus korona. Pinjaman tersebut digunakan pemerintah untuk meningkatkan belanja negara guna penanganan pandemi virus korona. Di sisi lain, penerimaan negara juga diproyeksi sulit mencapai target karena dunia usaha yang tertekan di tengah pandemi.

Sesungguhnya, bukan hanya Indonesia yang memilih opsi utang guna menutup anggaran belanja negara yang melonjak karena Covid-19. Berbagai negara lain juga melakukan langkah serupa. Apalagi, sudah bisa dipastikan target penerimaan negara yang umumnya berasal dari pajak, akan sulit dicapai akibat banyak perusahaan yang kolaps.

Utang menjadi salah satu jalan pintas menambah peningkatan jumlah anggaran belanja, ketika di sisi penerimaan mengalami tekanan. Selama ini dalam kondisi normal saja anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) kita mengalami defisit sehingga pemerintah tidak mungkin mengandalkan pendapatan untuk menutupi melonjaknya pengeluaran.

Walaupun jumlah utang naik, Kementerian Keuangan juga menyebutkan kondisi utang Indonesia saat ini cukup terkendali. Rasio utang Indonesia masih berada di bawah batas yang ditetapkan UU Keuangan Negara sebesar 60 persen. Per akhir Mei 2020, rasio utang Indonesia sebesar 32,09 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Naik dibandingkan bulan sebelumnya di angka 31,78 persen dari PDB.

 
Kalau kita tidak mampu bangkit pada tahun depan, pemulihan ekonomi akan memakan waktu yang lebih panjang.
 
 

Secara matematis, rasio utang Indonesia memang masih jauh dari batas yang diatur dalam UU Keuangan Negara. Namun, ancaman justru bukan lahir dari rasio utang tersebut yang masih aman, melainkan pada cara pemerintah dalam mengelola utang, agar tidak menghambat pemulihan ekonomi Indonesia yang diperkirakan terjadi pada 2021.

Apalagi, kita sama-sama memahami resesi ekonomi mengancam Indonesia tahun ini. Pertumbuhan ekonomi yang minus pada kuartal kedua ini diperkirakan oleh Bank Dunia masih akan berlanjut di kuartal ketiga. Kalau kita tidak mampu bangkit pada tahun depan, pemulihan ekonomi akan memakan waktu yang lebih panjang.

Karena itu, peringatan dari Bank Dunia agar kita mampu mengelola utang dengan baik menjadi tantangan yang tidak mudah bagi pemerintah. Belum lagi usul Bank Dunia dalam menstabilkan kurva utang dengan cara memangkas subsidi energi yang dinilai tidak tepat sasaran. Di samping itu, mereformasi pajak dengan meningkatkan rasio pajak terhadap PDB yang selama ini, hanya satu digit atau kurang dari 10 persen.

Dua saran yang tidak mudah untuk dijalani karena memangkas subsidi energi di tengah kondisi pengaruh wabah Covid-19 belum berakhir adalah tidak tepat. Meningkatkan pendapatan pajak saat kondisi ekonomi sedang tertekan juga sulit diwujudkan. Tapi, setidaknya untuk dapat mengelola utang dengan optimal, pemerintah harus menggunakan dana utang   untuk program yang bermanfaat bagi masyarakat dan bersih dari tindakan korup para pejabat. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat