Warga Dhaka menggelar shalat Jumat berjamaah di Masjid Nasional Baitul Mukarram, di Dhaka, Bangladesh, 25 Mei 2020. Bangladesh melarang shalat Idul Adha berjamaah. | EPA/MONIRUL ALAM

Internasional

Bangladesh Larang Shalat Idul Adha

Bangladesh larang lansia, anak-anak, dan orang tidak sehat menghadiri shalat Idul Adha

 

DHAKA -- Pemerintah Bangladesh melarang shalat Idul Adha berjamaah untuk mencegah penyebaran virus korona. Keputusan ini diambil setelah pemerintah melakukan pertemuan kabinet.

Laman Anadolu Agency, Ahad (12/7) melaporkan, Menteri Agama Bangladesh Md Nurul Islam memimpin rapat bersama dengan pejabat terkait lainnya, termasuk pejabat senior Kementerian Informasi Bangladesh Mohammad Anwar Hossain. Dalam rapat tersebut, pelaksanaan shalat Idul Adha hanya dilakukan di Masjid Nasional Baitul Mukarram.

Dalam rapat juga disepakati bahwa para lansia, anak-anak, dan orang-orang yang sedang dalam keadaan tidak sehat dilarang untuk menghadiri shalat Idul Adha. Keputusan ini diambil berdasarkan konsultasi dengan para ahli, pejabat, dan cendekiawan agama.

Pelaksanaan shalat Idul Adha di Masjid Nasional Baitul Mukarram tetap memperhatikan protokol kesehatan yang ketat, di antaranya menjaga jarak dan para jamaah diwajibkan untuk mengenakan masker. Pemerintah meminta pihak masjid untuk menggulung karpet dan menyemprotkan disinfektan.

Idul Adha diperkirakan jatuh pada 31 Juli atau 1 Agustus bergantung pada penampakan hilal. Virus korona pertama kali terdeteksi di Bangladesh pada 8 Maret. Saat berita ini ditulis, data Johns Hopkins University menunjukkan Bangladesh memiliki 186.894 kasus Covid-19 dan 2.391 pasien meninggal.

Adapun, Pakistan melarang pasar hewan kurban secara terbuka di berbagai kota untuk mencegah penyebaran virus korona. Hal ini diumumkan di pusat pengendalian penyakit nasional, National Command and Control Center. Berdasarkan data Johns Hopkins University, Pakistan memiliki 251.625 kasus Covid-19 dengan 5.266 orang meninggal dunia.

Jual dan beli hewan kurban hanya diizinkan di sekitar 700 pasar yang ditunjuk, yang lokasinya rata-rata berada di pinggiran kota. Pasar hewan kurban ini akan buka mulai pagi hingga petang. Penjual dan pembeli juga harus mengikuti aturan menjaga jarak.

photo
Suasana di tempat penjualan sapi di salah satu pasar di Karachi, Pakistan, Jumat (10/7/2020). Pakistan membatasi pembukaan pasar hewan terkait Idul Adha, sedangkan Bangladesh melarang shalat Idul Adha berjamaah - (EPA-EFE/SHAHZAIB AKBER)

Secara global, kasus Covid-19 nyaris menyentuh angka 13 juta orang dan 569.697 kematian. Amerika Serikat masih menghadapi kasus tertinggi, yaitu lebih dari 3,3 juta jiwa dan lebih dari 135 ribu kematian.

Pemerintahan Presiden AS Donald Trump mendesak semua sekolah untuk kembali dibuka pada musim gugur. Menteri Pendidikan Betsy DeVos bersikeras, sekolah harus dibuka meski terjadi lonjakan kasus infeksi virus korona di AS.

"Anak-anak perlu kembali ke sekolah. Mereka harus kembali ke ruang kelas. Keluarga membutuhkan anak-anak untuk kembali ke ruang kelas. Dan itu bisa dilakukan dengan aman," ujar DeVos kepada CNN.

Sebelumnya, Presiden Trump menekankan agar sekolah kembali dibuka. Trump mengancam akan menahan dana federal jika terjadi penolakan oleh pihak sekolah.

Trump juga mengkritik Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC)yang menyatakan bahwa sekolah dapat dibuka dengan tetap berpegang pada protokol kesehatan yang ketat. Menurut Trump, CDC terlalu bersikap kaku dalam menyikapinya.

Sementara, Ketua House of Representative Nancy Pelosi mengatakan, rencana Trump untuk membuka kembali sekolah dapat berisiko terhadap kesehatan anak-anak. Politisi Partai Demokrat ini menegaskan, pedoman CDC wajib diterapkan jika sekolah akan dibuka.

"Kembali ke sekolah menghadirkan risiko terbesar penyebaran virus korona. Pedoman CDD harus menjadi persyaratan dan mandat," kata Pelosi.

 
Kembali ke se kolah meng hadir kan risiko terbesar penyebaran virus korona.
NANCY PELOSI, Ketua House of Representative
 

Terancam putus sekolah

Sementara, lembaga amal Save the Children memperingatkan bahwa krisis pandemi virus Covid-19 dapat menyebabkan dampak buruk bagi para pelajar dan mahasiswa di sekolah. Menurut badan amal yang berbasis di London itu, sekurangnya 9,7 juta anak-anak yang terkena dampak penutupan sekolah memiliki risiko putus sekolah secara permanen.

Mengutip data badan PBB yang mengurusi pendidikan, yaitu UNESCO, pada April sebanyak 1,6 miliar pelajar dan mahasiswa diliburkan dari sekolah dan universitas sebagai langkah pencegahan penularan virus korona. Angka tersebut merupakan sekitar 90 persen dari seluruh populasi siswa di dunia.

"Untuk pertama kalinya dalam sejarah manusia, seluruh generasi anak-anak di seluruh dunia mengalami gangguan pendidikan," kata lembaga amal itu dalam sebuah laporan baru, Save our Education, dikutip laman Al Arabiya, Senin.

Kejatuhan ekonomi dari krisis ini, menurut Save the Children, juga dapat memaksa 90 hingga 117 juta anak-anak tambahan ke dalam kemiskinan. Efeknya, yakni langsung pada penerimaan sekolah.

Dengan banyaknya anak muda yang dituntut untuk bekerja atau anak perempuan yang dipaksa menikah dini untuk menghidupi keluarga mereka, hal ini dapat menyebabkan antara 7 juta dan 9,7 juta anak putus sekolah secara permanen.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat