Petugas menggunakan pelindung wajah mengecek suhu tubuh staf yang datang di Kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatra Barat, di Padang, Jumat (10/7). | Iggoy el Fitra/ANTARA FOTO

Nasional

Partisipasi Pilkada Dikhawatirkan

Anggaran pilkada yang telah dicairkan baru 59,88 persen dari Rp 15 triliun.

 

JAKARTA—Pelaksanaan Pilkada 2020 di masa pandemi Covid-19 memunculkan kekhawatiran anjloknya partisipasi masyarakat pemilik hak pilih. Anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Ratna Dewi Pettalolo menuturkan, turunnya tingkat partisipasi masyarakat inilah yang menjadi kekhawatiran terbesar penyelenggara pilkada. 

Terutama, karena pandemi Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda mereda. "Kekhawatiran kita yang besar dalam proses pemilihan ini adalah soal partisipasi masyarakat," ujar Ratna dalam diskusi virtual, Ahad (12/7). Ia menambahkan, partisipasi masyarakat tak hanya terjadi saat hari pemungutan suara pada 9 Desember 2020. Publik juga diharapkan ikut serta mengawasi setiap tahapan pilkada sebelum hari pencoblosan.

Ratna memang mengakui pengawasan pemilu menjadi tanggung jawab Bawaslu. Namun, Bawaslu juga berharap masyarakat turut serta melapor ke Bawaslu jika menemukan dugaan pelanggaran saat pilkada. "Masyarakat ini dalam aspek yang lebih luas tentu diharapkan adalah ikut serta di dalam melakukan pengawasan pada setiap tahapan pemilihan dan juga partisipasi untuk menyampaikan laporan ketika terjadi pelanggaran," tutur dia.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi mengatakan, menurut Economist Intelelligence Unit (EIU), angka partisipasi pemilih tanpa mobilisasi berada pada kisaran 70 persen. KPU kemudian menargetkan partisipasi pemilih pada Pilkada 2020 sebesar 77,5 persen. "Terakhir sebelum Covid-19, dan ini disepakati sebagai target kita, mudah-mudahan bisa terwujud yaitu sebesar 77,5 persen," kata Raka dalam kesempatan yang sama.

photo
Petugas mengecek perlengkapan Alat Pelindung Diri (APD) yang akan didistribusikan kepada Petugas Pemutakhiran Data Pemilih (PPDP) di Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (10/7).  - (Harviyan Perdana Putra/ANTARA FOTO)

Ia juga sepakat partisipasi masyarakat tidak semata-mata bisa diukur dari kehadiran pemilih mendatangi tempat pemungutan suara (TPS). Akan tetapi, dihitung dari keseluruhan proses semua pihak seperti sosialisasi, pendidikan pemilih, hingga penerapan protokol kesehatan. Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Siti Zuhro mengusulkan agar pemilihan umum diwajibkan bagi masyarakat yang sudah memenuhi syarat untuk mencoblos.

Salah satu tujuan utamanya untuk meningkatkan partisipasi masyarakat. "Serta untuk meningkatkan kesadaran pemilih untuk mendorong pemilih cerdas," ujar Siti, Ahad (12/7). Ia menambahkan, diwajibkannya pemilu juga bertujuan untuk menghentikan praktik jual-beli suara. Sebab, praktik tersebut marak terjadi karena tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilu yang masih rendah.

 
Sebelum Covid-19, target partisipasi pemilih sebesar 77,5 persen.
 
 

"Menghentikan praktik vote buying yang terus marak dari pemilu ke pemilu. Sudah saatnya dipertimbangkan secara serius," ujar Siti. Ia menilai sudah seharusnya diperlukan evaluasi secara kritis, objektif, dan akademis terkait pemilu. Terlebih setelah berkaca pada Pemilu 2019 yang disebut sebagai kontestasi terpanas. "Perlu pula dianalisis kekuatan dan kelemahan praktik Pemilu 2019 dan merekomendasikan pemilu yang aplikatif dan efektif bagi Indonesia," tegas Siti.

Dana pilkada

Sementara, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian kembali meminta pemerintah daerah (pemda) segera mencairkan dana Pilkada 2020 paling lambat 15 Juli. Ia menyebutkan, jumlah anggaran yang telah dicairkan sekitar Rp 9 triliun atau 59,88 persen dari total sementara pendanaan pilkada lebih dari Rp 15 triliun di 270 daerah pilkada. 

"Anggaran ini segera dicairkan agar KPU, Bawaslu, dan aparat keamanan sebagai komponen penting yang menyelenggarakan dan mengawasi pilkada ini gerakannya maksimal, oleh karena itu anggaran biaya ini harus segera dipenuhi," ujar Tito, Sabtu (11/7). Ia mengatakan, sisa anggaran yang belum dicairkan sekitar Rp 6 triliun atau 40,12 persen. Tito mengingatkan, pencairan sebelum 15 Juli sesuai Peraturan Mendagri Nomor 41 Tahun 2020 tentang perubahan atas Peratuan Mendagri Nomor 54 Tahun 2019 tentang pendanaan kegiatan pilkada yang bersumber dari APBD. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat