Massa dari Gerakan Umat Islam Tolak Komunis (Gamis) Jatim berunjuk rasa di depan gedung DPRD Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (7/7). | Didik Suhartono/ANTARA FOTO

Nasional

Demo Tolak RUU HIP Berlanjut

Sejumlah pihak mengusulkan RUU HIP diganti RUU BPIP.

SURABAYA—Penolakan terhadap Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP) terus berlanjut dari Surabaya, Jawa Timur. Ribuan massa aksi yang merupakan gabungan dari Ormas Islam, lembaga keislaman, majelis taklim, hingga organisasi pesantren menggelar aksi penolakan RUU HIP di depan Gedung DPRD Jatim, Surabaya, Selasa (7/7).

Mereka meminta agar RUU HIP tidak saja ditunda pembahasannya, melainkan dihapuskan dari program legislasi nasional (prolegnas). "Ini berbahaya. Oleh karena itu minta cabut dari Balegnas. Jangan lagi dibahas karena ini potensi mengganggu keamanan dan ketentraman masyarakat," kata koordinator aksi, yang juga Sekjen Gerakan Umat Islam Anti Komunis (Gamis) Jatim, Muhammad Yunus, Selasa (7/7).

Selain menuntut penghapusan RUU HIP, massa aksi juga meminta aktor intelektual yang ada di balik perancangan RUU tersebut diproses hukum. Karena, kata Yunus, bukan tidak mungkin di balik perancangan RUU HIP, ada rencana makar secara konstitusional. Apalagi, RUU HIP berpotensi menghidupkan kembali komunisme di Indonesia. "Karena ini berpotensi melakukan makar secara konstitusional. Kemudian memberikan peluang ideologi komunis yang menjadi ideologi laten itu kembali lagi masuk ke Indonesia," ujar Yunus.

Massa aksi juga meminta dibentuk tim pencari fakta independen, untuk mencari aktor yang ada di belakang perancangan RUU HIP. Sebelumnya, Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Jatim juga menyuarakan hal yang sama. Ketua FKUB Jatim, Kiai A Hamid Syarif meminta RUU HIP tidak saja ditunda pembahasannya, tapi juga dibatalkan atau dicabut dari prolegnas.

photo
Peserta aksi dari Aliansi Jogja Bersatu menggelar unjuk rasa di Titik Nol Yogyakarta, Senin (6/7). Dalam aksinya mereka menuntut pencabutan RUU Haluan Idiologi Pancasila (HIP) di DPR. - (Wihdan Hidayat / Republika)

"Sekarang masih menggelinding. Sepanjang tidak ada pencabutan atau pembatalan, aksi (penolakan RUU HIP ini akan terus menggelinding," ujar Hamid. Ia berpendapat, jika aksi-aksi penolakan RUU HIP terus membesar, akan sangat bahaya. Apalagi, saat ini Indonesia tengah bergelut dengan wabah Covid-19. Selain itu, kata dia, pada Desember, beberapa daerah di Indonesia akan menggelar Pilkada 2020.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamaman, Mahfud MD, tak mempermasalahkan masih berlanjutnya aksi penolakan RUU HIP di masyarakat. Selama aksi massa tersebut dilakukan tidak destruktif dan mengikuti protokol kesehatan.

“Jika mau demo tidak apa-apa itu menunjukan demokrasi tumbuh, kita tidak akan menghalangi demo. Demo silahkan asal jangan destruktif dan ikuti protokol kesehatan,” ujar Mahfud, Selasa (7/7).

Mahfud pun kembali meminta DPR untuk mempertimbangkan lagi dan meminta masukan dari masyarakat dalam rencana pembentukan RUU HIP. Ia menegaskan lagi, terkait HIP, sikap pemerintah sudah final, yakni menolak segala tafsir tentang Pancasila dalam RUU tersebut.

Terkait adanya usulan untuk menjadikannya sebagai RUU Pembinaan Ideologi Pancasila, Mahfud menyebut akan membicarakannya lebih lanjut. Ia tak mempermasalahkan usulan tersebut karena sebenarnya saat ini pemerintah sudah memiliki Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP).

“Karena tidak ada yang secara prinsip menentang Ideologi Pancasila. Itu hanya organisasi yang wajib mensosialisasikan dan membumikan Pancasila di dalam kehidupan bernegara, bukan dengan tafsir baru,” jelas Mahfud.

photo
Ratusan massa dari berbagai organisasi mengikuti aksi menolak Rancangan Undang-Undang Haluan Ideologi Pancasila (RUU HIP), di depan Gedung Sate, Ahad (5/7) (Edi Yusuf/Republika)

Usulan

Tim Kerja (Timja) Pimpinan DPD RI mengusulkan agar RUU HIP dirombak total. DPD meminta agar muatan RUU HIP yang menafsirkan Pancasila dihapus. "RUU Haluan Ideologi Pancasila yang didalilkan sebagai payung hukum bagi keberadaan BPIP haruslah diubah secara total dan mendasar dengan menghilangkan dan menghapus ruang penafsiran nilai dasar dan falsafah Pancasila dalam norma Undang-Undang," kata Ketua Timja DPD RI Nono Sampono, Selasa.

Nono mengakui, BPIP seperti halnya badan-badan lain memerlukan payung hukum. Ia menilai pentingnya pengaturan terkait kesamaan peran dan fungsi BPIP dengan MPR RI melalui program Sosialisasi Empat Pilar. Sementara, MPR RI sendiri berpendapat, perlunya undang-undang untuk mengatur BPIP. Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengaku menerima masukan dari berbagai pihak tentang perlunya aturan untuk BPIP ini.

"Penguatan BPIP melalui undang-undang menandakan keseriusan bangsa dalam membina ideologi bangsa, Pancasila," katanya.

Bamsoet menambahkan, jika BPIP diatur dalam UU, yang diatur adalah masalah teknis kelembagaan, bukan tentang Pancasila sebagai ideologi bangsa. MPR meminta pemerintah yang sudah memutuskan untuk menghentikan sementara waktu pembahasan RUU HIP untuk mengambil langkah final sebelum DPR RI memasuki masa reses pada 17 Juli 2020.

"Kita tunggu saja, semoga polemik ini dapat segera diakhiri. Saya berharap dengan perubahan total RUU BPIP yang baru nanti sesuai dengan aspirasi dan keinginan masyarakat," katanya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat