Seorang dokter memeriksa kondisi warga di Dusun Marisa, Desa Daenaa, Kabupaten Gorontalo, Gorontalo, Rabu (10/6). | Adiwinata Solihin/ANTARAFOTO

Kisah Dalam Negeri

Cerita Titen Terbebas dari Status Positif Covid-19

Menyandang status positif mengharuskan Titen, cucu, dan menantu lelakinya dikarantina.

Titen Hasan (50 tahun) membagikan cerita bagaimana dia bisa sembuh dari paparan virus korona jenis baru. Warga Dusun Taryono, Desa Cisadane, Kecamatan Kwandang, Gorontalo Utara, itu dinyatakan positif Covid-19 hasil tes usap (swab test) pada 11 Juni 2020 lalu. Sejak itu, ia dikarantina hingga dinyatakan sembuh.

Sejak dinyatakan positif Covid-19 dari hasil tes usap, Titen panik bukan main. Tekanan darahnya naik mendadak mencapai 180-190. "Saya langsung syok hingga jantung berdebar, cukup panik dan entah harus bagaimana," ujarnya di Gorontalo Utara, Senin (6/7).

Kepanikan itu semakin menjadi ketika vonis positif terinveksi virus dari Wuhan, Cina, itu tidak hanya pada dirinya seorang. Cucu laki-lakinya yang masih berusia balita ikut dinyatakan positif. 

Titen mengaku kondisinya cukup sehat dan tidak merasakan apa-apa sebelum salah satu tetangga yang merupakan anak buah kapal ikan dari Manado melakukan kontak dengan keluarganya. Begitu juga ketika ABK itu dinyatakan positif Covid-19 pada 4 Juni 2020. 

Saat itu, ia dan keluarga besarnya langsung melakukan isolasi mandiri di rumah secara ketat, termasuk 20 kepala keluarga (KK) dari total 21 KK. Namun, sebanyak 21 KK yang kontak dengan sang ABK kemudian diwajibkan mengikuti tes cepat Covid-19 di rumah sakit umum daerah (RSUD) Zainal Umar Siddiki. 

"Yang reaktif langsung dilakukan tes usap. Hasilnya pun, saya dan cucu serta menantu dinyatakan positif Covid-19," ungkapnya.

Menyandang status positif mengharuskan Titen, cucu, dan menantu lelakinya dikarantina di RSUD Zainal Umar Siddiki untuk penyembuhan. "Selama dikarantina, secara fisik kami cukup sehat. Sampai-sampai saya berucap kepada petugas kesehatan di ruang isolasi tersebut, jika saya mati, pasti penyebabnya darah tinggi, bukan akibat korona mengingat tensi darah yang sangat tinggi hingga saat ini," ucapnya berkisah.

Dua hal yang sempat dirisaukannya selama menjalani karantina, yaitu suaminya yang seorang buruh lepas, tidak mendapatkan bantuan pangan yang cukup. Kemudian, anak bungsunya yang akan mendaftar sekolah di tingkat sekolah menengah atas (SMA). Apalagi, anak bungsunya sempat dirundung saat mendaftar sekolah.

"Anak saya dikabarkan tidak diterima di sekolah manapun karena keluarganya mengidap Covid-19," kata dia.

Hal itu sempat membuatnya stres, bahkan sempat ingin mendatangi dinas pendidikan untuk mengadukan kondisi yang dihadapi. "Alhamdulillah, tantangan itu berhasil kami lewati dan anak saya telah terdaftar untuk masuk SMA," ungkapnya. 

Menurut dia, pelayanan di rumah sakit cukup baik, bahkan hingga dinyatakan sembuh dan bisa pulang ke rumah pada hari ke-12. Seluruh petugas kesehatan, kata dia, sangat ramah dan ikut mengantar keluar dari rumah sakit. "Khususnya para tenaga kesehatan memberi perhatian dan terus menyemangati," ungkapnya. 

Masalah lain muncul ketika ekonomi masih keluarganya belum stabil karena dampak pembatasan aktivitas selama menjalani masa karantina. Bahkan, seragam sekolah anaknya pun belum terbeli. "Uang pendaftaran sekolah sekitar Rp 700 ribu lebih belum terbayar, suami hanya seorang buruh bangunan dengan tawaran pekerjaan tak menentu," ujarnya sendu. 

Selain meminta masyarakat tetap menjaga protokol kesehatan, Titen juga berharap tidak ada yang merundung para mantan pasien Covid-19. Sebab, itu bukan aib dan dia pun tidak menyangka terpapar virus ini. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat