Kepala BKN Bima Haria Wibisana (tengah). | Aprillio Akbar/ANTARA FOTO

Nasional

PPPK Tunggu Perpres Gaji

Tertundanya SK akibat perpres gaji yang belum rampung di Kemenkumham.

JAKARTA—Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana menjelaskan alasan pemerintah belum keluarkan surat keputusan (SK) pengangkatan terhadap 51 ribu pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) yang sudah dinyatakan lolos seleksi sejak Januari 2019 lalu. Menurut Bima, saat ini, pihaknya masih menunggu peraturan presiden (perpres) tentang gaji yang masih proses harmonisasi di Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham).

Bima mengatakan, PPPK diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang pengangkatannya. Dalam PP ini dimandatkan ada dua aturan perundang-undangan terkait jabatan yang dapat diisi PPPK dan soal gaji mereka.

“Perpres mengenai jabatan sudah ditetapkan, sudah keluar, yang perpres mengenai gaji sekarang ini statusnya sedang dalam proses harmonisasi di Kemenkumham," kata Bima dalam rapat kerja dengan Komisi II di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (6/7).

Bima mengatakan, BKN sampai saat ini masih menunggu proses harmonisasi tersebut agar segera bisa ditetapkan. Ia memastikan, jika perpres sudah dikeluarkan maka nomor induk pegawai (NIP) akan segera ditetapkan.

"Itu tidak lama karena sejak 1,5 tahun yang lalu. Jadi, begitu perpres gaji itu keluar, kami bisa segera menetapkan NIP (nomor induk pegawai) dari PPPK, mudah-mudahan tidak terlalu lama lagi perpres itu bisa kami terima," ujarnya.

 
Begitu perpres gaji itu keluar, kami bisa segera menetapkan NIP dari PPPK. 
BIMA HARIA WIBISANA, Kepala BKN
 

BKN sejak lama siap menetapkan NIP bagi peserta PPPK yang lolos seleksi. Namun, Bima menegaskan, BKN tidak bisa mengeluarkan NIP sebelum perpres gaji diteken Presiden. "Kami sudah sejak lama menetapkan NIP-nya, tapi apakah kami boleh menetapkan sebelum perpres itu ditetapkan. Karena itu menyangkut pembayaran gaji maka kami tidak boleh mendahului perpres," jelasnya.

Pada Rabu (11/3) lalu pemerintah merilis Perpres 38 tahun 2020 tentang Jabatan yang dapat diisi PPPK. Perpres ini sudah ditetapkan Presiden Jokowi pada 26 Februari dan diundangkan pada 28 Februari 2020. Dalam perpres tersebut, mengatur 147 jabatan fungsional yang bisa diisi PPPK. Selain itu, ada juga Jabatan Pimpinan Tinggi (JPT), yaitu utama dan madya yang bisa diisi oleh PPPK.

Jualan politik

Komisi II DPR meminta pemerintah mencari solusi terkatung-katungnya nasib 51 ribu PPPK ini. Anggota Komisi II DPR Komarudin Watubun menilai bahwa pemerintah harus segera mencari solusi terhadap persoalan tersebut. Ia menilai, banyak politikus yang menjadikan hal masalah ini objek politik dan dijual ke masyarakat. 

photo
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo (tengah) bersama Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana (kiri) dan Ketua Komisi ASN Agus Pramusinto (kanan) menyimak pertanyaan saat Rapat Dengar Pendapat bersama Komisi II DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (23/6)  - (PUSPA PERWITASARI/ANTARAFOTO)

"Berapa waktu lalu banyak ke sini, sekarang mungkin mereka juga capek karena sudah habis untuk biaya ke Jakarta," kata Komarudin dalam rapat kerja dengan kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN).

Anggota Komisi II DPR Teddy Setiadi juga mengaku prihatin dengan nasib PPPK yang selama 1,5 tahun ini masih terkatung-katung. Dirinya menyarankan agar pemerintah mengeluarkan SK terlebih dahulu sembari menunggu pemerintah mengeluarkan perpres mengenai gaji PPPK.

"Apakah kemudian SK-nya kita berikan dulu kalau memungkinkan, karena sistem mungkin bisa saja kita kemudian tulis di SK itu bahwa nanti akan diatur kemudian, apakah nanti dirapel, tapi kejelasan ini penting," ujarnya.

Harapan senada juga disampaikan Wakil Ketua Komisi II Arwani Thomafi. Menurutnya, soal kejelasan nasib PPPK merupakan persoalan yang krusial. "Mestinya, ada pernyataan bahwa ternyata instansi ini nggak bisa kerja cepat dalam menyelesaikan persoalan perpres PPPK," ujarnya. 

Politikus PPP tersebut mengingatkan kembali pidato Jokowi yang jengkel terhadap lambatnya kinerja sejumlah menteri. Menurutnya, Presiden marah terhadap lambatnya penetapan PPPK tersebut.

"Menurut saya, harusnya Presiden marah karena ini menyangkut langsung nasib saudara-saudara kita yang merasa ada ketidakseriusan negara ini di dalam memperhatikan nasib PPPK," ucapnya.

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Tjahjo Kumolo menilai perlunya perubahan sistem perencanaan dan pengadaan aparatur sipil negara (ASN) untuk mendapatkan pegawai unggul. Tjahjo mengatakan, pengadaan ASN dan PPPK harus mengadaptasi upaya membangun sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE).

"ASN dan PPPK harus kita sesuaikan mencukupi dan mencakup kebutuhan ASN yang spesifik, membangun digital goverment agar memelihara dan menjaga agar SPBE tetap beradaptasi dengan perubahan teknologi informasi dan komunikasi," ujar Tjahjo.

Di samping itu, perlu dilakukan penghitungan jumlah kebutuhan ASN di seluruh instansi pemerintah. Termasuk, proporsi jumlah perbandingan antara PNS dan PPPK. N fauziah mursid ed: agus raharjo

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat