Ilustrasi distribusi daging kurban olahan. | Republika/Putra M. Akbar

Khazanah

Syariat dan Inovasi Kurban di Tengah Pandemi

Daging olahan kurban menjadi pilihan untuk didistribusikan kepada masyarakat.

Para ulama telah sepakat pendistribusian daging hewan kurban harus tepat sasaran, yakni kepada kaum Muslim yang membutuhkan. Namun, bagaimana hukumnya jika membagikan daging hewan kurban kepada non-Muslim?

Ustaz Ahmad Sarwat dari Rumah Fikih Indonesia menjelaskan, ada perbedaan pendapat di kalangan ulama dalam hal ini. 

"Beberapa kalangan ulama membolehkan memberikan daging kurban kepada non-Muslim yang tidak memerangi umat Islam (ahlu zimmi). Sebagian lainnya tidak membolehkan," kata Ustaz Ahmad Sarwat, beberapa waktu lalu. 

Ibnu Qudamah mengatakan, boleh hukumnya memberi daging kurban kepada non-Muslim. Kebolehan ini dinisbatkan kepada bolehnya memberikan makanan dalam bentuk lainnya kepada mereka. Memberi daging kurban kedudukannya sama dengan memberi sedekah pada umumnya yang hukumnya boleh.

Imam al-Hasan al-Basri, Imam Abu Hanifah, dan Abu Tsaur berpendapat daging kurban boleh dibagikan kepada non-Muslim yang fakir miskin. Sedangkan Imam Malik berpendapat sebaliknya, beliau memakruhkannya, termasuk memakruhkan bila memberi kulit dan bagian-bagian dari hewan kurban kepada mereka.

Al-Laits berpendapat jika daging itu dimasak kemudian non-Muslim dari kalangan ahlu zimmi diajak makan bersama maka hukumnya boleh.

Sementara Imam Nawawi mengatakan, umumnya ulama membedakan antara hukum kurban sunah dengan kurban wajib. Kurban wajib di antaranya adalah kurban nazar. Jika daging kurban berasal dari kurban sunah, seperti saat Idul Adha karena ada kemampuan, daging kurban boleh dibagikan kepada non-Muslim. Sementara jika kurbannya, termasuk wajib maka memberikannya kepada non-Muslim dilarang.

Ustaz Ahmad Sarwat berpendapat, yang paling kuat adalah kebolehan memberikan daging kurban kepada non-Muslim, apalagi jika kondisi mereka kekurangan. Hikmahnya adalah dengan kebaikan yang diberikan ada nilai positif kepada umat Islam. 

"Dengan itu siapa tahu menjadi jalan hidayah bagi non-Muslim," katanya. 

Dalam Ahkamul Fuqaha disebutkan ada beberapa pendapat tentang hal ini. Kitab kumpulan putusan Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama ini menyebut diperbolehkannya memberikan daging kurban kepada non-Muslim zimmi. Namun, syaratnya daging kurban itu dari kurban sunah, bukan yang wajib. 

Sementara, mantan mufti Mesir, Syekh Dr Ali Jum’ah Muhammad ketika ditanya tentang pemberian daging kurban kepada pengungsi non-Muslim, ia memperbolehkan. Diperbolehkan juga, menurut Syekh Ali Jum’ah, memberikan daging kurban keseluruhannya karena mereka sangat membutuhkan. Beda halnya dengan zakat yang hanya boleh diberikan kepada Muslim.

Lajnah Daimah Kerajaan Arab Saudi membolehkan memberikan daging kurban kepada non-Muslim mu’ahad (yang terikat perjanjian dan tunduk kepada negara Islam) maupun yang menjadi tawanan kaum Muslimin.

Dasarnya adalah firman Allah SWT dalam surah al-Mumtahanah ayat 8, “Allah tiada melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berlaku adil.”

Dasar lainnya adalah Rasulullah SAW pernah menyuruh Asma binti Abu Bakar RA untuk tetap memberikan uang kepada ibunya meski ibunya saat itu masih dalam keadaan musyrik.

Daging olahan

photo
Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) menunjukkan produk abon olahan - (Erdy Nasrul/Republika)

Meningkatnya kasus positif Covid-19 di tanah air berdampak pada kelangsungan ekonomi warganya. Secara omzet, baik pekerja informal maupun formal mengalami penyesuaian pendapatan yang ekstrem. Di balik kejadian tersebut, berbondong-bondong warga Indonesia memaksimalkan interaksi daring untuk bersilahturahim, bertransaksi, bahkan berkurban di tahun ini.

Sebagai lembaga zakat nasional, Inisiatif Zakat Indonesia (IZI) turut berperan dalam menjaga kualitas pelaksanaan berkurban  di tengah pandemi Covid-19 ini dengan meluncurkan produk daging olahan berupa abon. 

IZI merupakan lembaga nirlaba pengelola zakat, infak, dan sedekah yang berbadan hukum sebagai yayasan sosial berdasarkan surat Keputusan Kementerian Agama RI No. 423 Tahun 2015.

Lembaga zakat ini menggandeng 3 (tiga) mitranya dari Unit Usaha Kecil-Menengah (UMKM) dalam pengelolaan daging kurban olahan berupa abon ini. Di antaranya, UMKM Fatimah Azzahra dan UMKM Abon Kita. Keduanya merupakan UMKM yang berizin usaha di kota Makassar, Sulawesi Selatan. Selebihnya adalah UMKM yang berizin usaha di Lumajang, Jawa Timur, bernama UMKM Arya Wiraja.

Program bertema “Abon Kita, Qurban IZI” ini diluncurkan Inisiatif Zakat Indonesia untuk memudahkan para calon pekurban (mudhohy) dalam melaksanakan ibadah kurban yang akan disalurkan kepada warga terdampak Covid-19 di wilayah 3 T (Terdepan, Terluar dan Tertinggal), Jabodetabek dan di 16 kantor perwakilan IZI (Lampung, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, DIY, Kaltara, Kaltim, Banten, Riau, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sumatra Utara, Sumatra Barat, Sumatra Selatan).

Terpilihnya Abon sebagai produk daging kurban olahan yang diusung IZI tidak terlepas dari proses pemikiran yang panjang. Mulai dari penggunaan metode survei langsung kepada penerima manfaat binaan mereka, didapatkan kesimpulan bahwa Abon secara cita rasa cocok dengan lidah masyarakat Indonesia, mudah dikonsumsi tanpa harus diolah kembali.

Kelebihan lain dari produk abon juga didapat oleh manajemen IZI, di antaranya adalah: pertama, pengelolaan qurban olahan dapat menghindari kerumunan dan melahirkan rasa aman untuk semua pihak ditengah wabah Covid-19 baik donatur, pengelola hingga mustahik.

Kedua, melalui kurban olahan abon dapat memberdayakan umkm pengolahan abon di makassar yang melibatkan ibu-ibu nelayan dhuafa, dikelola dengan memperhatikan tingkat higienis dan kualitas rasanya.

Ketiga, dikelola dengan Quality Control syariah mulai dari pengadaan hewan hingga pengelolaan abon nya.

Keempat, distribusi yang luas menjangkau 16 provinsi dan dan wilayah 3T (terdepan, terluar dan tertinggal).

Kelima, para donator mendapatkan laporan realtime melalui 4 notifikasi sejak dana diterima, update pemotongan hewan qurban hingga laporan distribusi abon.

photo
Wildhan Dewayana - (Republika/Prayogi)

Direktur Utama Inisiatif Zakat Indonesia Wildhan Dewayana mengungkapkan, program Abon Kita, Abon IZI merupakan wujud salah satu pilar pelayanan kurban tahun ini dengan menyinergikan aspek sosial-ekonomi, lingkungan, dan syariat keislaman. "Kami ingin warga Indonesia pada umumnya memiliki kesadaran mengelola qurban di tengah pandemic Covid-19 ini dengan higienis, tersistem, dan berkualitas. Produk Abon ini akan didistribusikan kepada kaum dhuafa yang tinggal di daerah terpencil sebagai pemenuhan gizi keluarga mereka,” ujar Wildhan.

Panitia Qurban IZI juga menjamin Abon qurban IZI diolah sepenuhnya dari bagian terbaik sapi yaitu 100 persen dagingnya.  “Melalui kurban olahan abon dapat meningkatkan nilai gizi diwilayah yang sulit dijangkau oleh distribusi daging murni. Selain itu, tingkat keawetan Abon IZI ini bisa mencapai satu tahun,” jelas Muhammad Ardhani, Ketua Panitia Qurban IZI.

 

Pacu konsumsi daging

photo
Irfan Syauqi Beik - (Republika/Putra M. Akbar)

Ibadah hewan kurban pada 1441 hijriah diharapkan mampu memacu konsumsi daging per kapita. Hal tersebut disampaikan Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas, Irfan Syauqi Beik, dalam diskusi webinar bertajuk Urgensi Kurban di tengah Pandemi Covid-19, pada Jumat (3/7).

Kalau melihat produksi daging per kapita masih rendah dibandingkan dengan Malaysia, terlebih dengan negara maju.

 

 

Diharapkan konsumsi daging sapi dan kambing per kapita naik dengan kurban.

IRFAN SYAUQI BEIK, Direktur Pendistribusian dan Pendayagunaan Baznas.
 

 

Tingkat konsumsi daging di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan tingkat konsumsi per kapita dari empat negara ASEAN lain seperti Malaysia, Thailand, Philipina, dan Vietnam yang bersama Indonesia memiliki memiliki tingkat konsumsi daging mencapai 4,5 kilogram (kg) per kapita. Konsumsi per kapita Indonesia berada di bawah rata-rata dengan hanya 2,6 kg per kapita.

Irfan mengatakan, di masa pandemi orang-orang Indonesia banyak yang menahan konsumsi, mereka hanya memenuhi kebutuhan dasar. Akan tetapi semangat berbagi kepada orang lain masih tinggi.

"Di tengah situasi seperti ini, tepat untuk mengkampanyekan ekonomi islam. Filosofi berbagi harus dikampanyekan," kata Irfan.

Di samping itu, Sekretaris Jenderal Forum Organisasi Zakat (FOZ), sekaligus Direktur program Inisiatif Zakat Indonesia (IZI), Nana Sudiana mengatakan, pendistribusian hewan kurban juga dapat dilakukan dalam bentuk olahan.

"Kurban diolah dalam bentuk abon, kornet, rendang dan lainnya yang secara rasa telah terbiasa dikonsumsi, dan cocok dengan lidah masyarakat Indonesia, mudah dikonsumsi tanpa harus diolah kembali," kata Nana.

Kelebihan lain dari pendistribusian daging dalam bentuk olahan yakni, pengelolaan kurban dapat menghindari kerumunan dan lebih aman untuk semua pihak di tengah pandemi covid-19. Ini juga dapat memberdayakan UMKM pengolahan daging kurban yang melibatkan masyarakat dhuafa, dengan memperhatikan higienis dan kualitas rasa.

Kemudian produk olahan harus dengan quality control syariah mulai dari pengadaan hewan hingga pengelolaan hewannya. Distribusi yang luas menjangkau tempat-tempat yang jauh dan sulit aksesnya, termasuk wilayah terdepan, terluar dan tertinggal (3T).

Pandangan syariah mengenai kurban olahan telah dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui fatwa nomor 37 tahun 2019, tentang pengawetan dan pendistribusian daging kurban dalam bentuk olahan. Dalam fatwa MUI menyatakan pendistribusian daging kurban dengan cara diolah atau diawetkan lebih dahulu hukumnya mubah.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat