Pihak swasta berinisial MHN (tengah) tiba di gedung KPK untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta, Jumat (3/7). MHN diduga selaku pemberi suap terhadap Bupati Kutai Timur Ismunandar. | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Tajuk

Jangan Korupsi Saat Pandemi

Para pejabat di semua tingkatan harus memiliki sense of crisis di tengah pandemi ini.

 

 

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (2/7) malam. Bupati Kutai Timur, Ismunandar, bersama istrinya yang juga ketua DPRD Kabupaten Kutai Timur, Encek Unguria Riarinda Firgasih, terjaring dalam OTT tersebut. Hingga kemarin, kedua pejabat daerah itu masih diperiksa secara intensif di Gedung KPK, Jakarta.

Bupati dan ketua DPRD Kalimantan Timur itu, menurut Ketua KPK Firli Bahuri, terjaring OTT terkait pengadaan barang dan jasa. Tak hanya kedua pejabat tertinggi di Kutai Timur yang terjaring OTT, KPK juga mengamankan 13 orang lainnya. Sampai Jumat (3/7) siang, KPK masih belum bisa mengungkapkan secara detail terkait OTT tersebut karena masih proses pengumpulan bukti dan keterangan. Lembaga antirasuah itu memiliki waktu 1x24 jam untuk menentukan status hukum kepada 15 orang yang terjaring operasi senyap itu.

Fenomena terjaringnya kembali pejabat daerah dalam OTT yang dilakukan KPK ini tentu sangat memprihatinkan. Apalagi, OTT tersebut terjadi pada saat bangsa ini berada dalam situasi krisis akibat pandemi Covid-19. Saat negara tengah dihadapkan pada bencana nasional nonalam seperti ini, para pejabat, baik di tingkat pusat maupun daerah, seharusnya fokus berkhidmat lebih tulus dan ikhlas untuk melayani rakyat. 

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah berkali-kali mengingatkan hal ini kepada para pejabat. Presiden meminta agar para penyelenggara negara mengutamakan aspek pencegahan dan tata kelola yang baik untuk menghindari terjadinya korupsi. Para pejabat di semua tingkatan harus memiliki sense of crisis di tengah pandemi ini. Maka itu, setiap proyek dan penggunaan anggarannya harus menerapkan prinsip akuntabilitas.

 
Saat negara tengah dihadapkan pada bencana nasional nonalam seperti ini, para pejabat, baik di tingkat pusat maupun daerah, seharusnya fokus berkhidmat lebih tulus dan ikhlas untuk melayani rakyat. 
 
 

Bahkan, Presiden telah meminta kepada aparat kepolisian, kejaksaan, dan KPK agar berhati-hati dalam penindakan hukum. Jokowi tak ingin penegakan hukum justru menebar ketakutan kepada para pejabat yang menjalankan tugas. Presiden telah memberikan kepercayaan kepada para pejabat untuk menunaikan tugas dan kewajibannya dengan baik.

Namun, bila masih ada pejabat yang membandel, Presiden meminta agar aparat hukum tak segan-segan bertindak tegas. “Tetapi, kalau ada yang masih membandel, kalau ada niat untuk korupsi, ada mens rea, niat jahat, silakan bapak ibu ‘digigit’ dengan keras, uang negara harus diselamatkan, kepercayaan rakyat harus kita jaga,” ujar Jokowi, medio Juni lalu. 

Dalam kondisi bencana seperti ini, tak boleh ada pejabat yang berani bermain-main proyek dan anggaran negara. Semua pejabat di berbagai tingkatan harus menggunakan anggaran yang dialokasikan untuk penanganan Covid-19, yang besarnya mencapai Rp 677,2 triliun itu dengan sebaik-baiknya. Dana tersebut harus benar-benar dirasakan manfaatnya oleh seluruh rakyat. 

Pejabat atau siapa pun yang berani mengorupsi uang negara atau uang rakyat saat negara dilanda bencana adalah pengkhianat bangsa. KPK juga telah mengingatkan kepada seluruh penyelenggara negara terkait ancaman hukuman bagi mereka, yang menyelewengkan anggaran pengadaan barang dan jasa penanganan Covid-19. Ancamannya tak main-main, yakni hukuman mati. Ancaman hukuman mati itu tertuang dalam  Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Pasal 2 Ayat (2) yang berbunyi: "Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan."

Sejak 2004 hingga 2019 saja, tercatat ada 124 kepala daerah yang terjerat kasus korupsi dan ditangkap KPK. Karier politik para pejabat daerah itu harus berakhir di jeruji besi. Kita tentu berharap, para pejabat yang sedang berkuasa tak melakukan kesalahan yang sama. Kepercayaan yang diberikan masyarakat melalui pemilihan kepala daerah dan pemilihan legislatif harus ditunaikan dengan sebaik-baiknya, yakni untuk melayani dan menyejahterakan rakyat. Bukan untuk mengeruk uang rakyat dan negara. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat