Rukyat merupakan salah satu cara menentukan kalender hijriyah. | DAVID MUHARMANSYAH/ANTARA FOTO

Khazanah

Kemenag Susun Peta Jalan Penyatuan Kalender Hijriyah

Penyatuan kalender Hijriyah keinginan bersama.

JAKARTA – Kementerian Agama (Kemenag) tengah menyusun peta jalan penyatuan kalender Hijriyah atau kalender Islam. Penyusunan awal roadmap tersebut dibahas oleh Tim Fakaliyah Kemenag dalam webinar, Selasa (30/6). Webinar dipimpin oleh Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Agus Salim. Dirjen Bimbingan Masyarakat Islam Kamaruddin Amin juga ikut serta dalam forum itu dan ikut memberikan arahan. 

“Saya harap, pertemuan ini menghasilkan rumusan strategis pengembangan hisab rukyat dan juga roadmap unifikasi kalender Hijriyah untuk dijadikan pedoman dalam penetapan awal bulan qamariyah, khususnya awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijah,” ujar Kamaruddin melalui siaran pers.

Forum ini akan ditindaklanjuti dengan kajian berikutnya dalam menyusun roadmap penyatuan kalender Hijriyah. "Tim harus menjalin komunikasi dengan ormas-ormas Islam terkait penyusunan roadmap unifikasi kalender Hijriyah," ujar dia. 

Untuk diketahui, Tim Falakiyah Kemenag beranggotakan para pakar dalam bidang ilmu falak, astronomi, geodesi, serta pengurus planetarium dan observatorium. Adapun para pakar tersebut, antara lain, Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan) Thomas Djamaluddin dan Tenaga Ahli Planetarium dan Observatorium Jakarta Cecep Nurwendaya. 

Dalam keanggotaan Tim Falakiyah Kemenag juga ada Kepala Pusat Pengelolaan dan Penyebarluasan Informasi Geospasial Khafid serta perwakilan dari ormas-ormas Islam. 

Sementara, saat dihubungi Republika, Rabu (1/7), Direktur Urusan Agama Islam dan Pembinaan Syariah Kemenag Agus Salim mengatakan, penyatuan kalender Hijriyah merupakan keinginan bersama masyarakat. Harapannya, pelaksanaan awal Ramadhan dan hari raya umat Islam tidak terjadi perbedaan lagi. 

Ia mengakui, memang tidak mudah menyatukan kalender Hijriyah, tapi Kemenag akan terus berupaya. Sebab, hal ini merupakan keinginan bersama masyarakat. 

Agus menerangkan, metode hisab dan rukyat dalam menentukan tanggal Hijriyah sama-sama dibutuhkan. Dua metode tersebut juga dipakai oleh Kemenag. Nantinya, Kemenag akan duduk bersama lembaga keagamaan dan MUI untuk mendengarkan pandangan mereka tentang penyatuan kalender Hijriyah. 

"Kira-kira, apa argumen yang disampaikan mereka itu kalau sepakat (penyatuan kalender Hijriyah), kalau tidak sepakat apa argumennya," ujarnya. 

Tahun-tahun terakhir ini, memang tidak terjadi perbedaaan dalam penentuan awal Ramadhan, Idul Fitri, maupun Idul Adha di Indonesia. Namun, menurut Agus, hal itu akan terjadi beberapa tahun saja, dan perbedaan akan terjadi lagi. Karena itu, ia berharap, penyatuan kalender Hijriyah selesai secepat mungkin. 

Menanggapi hal itu, Sekretaris Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Mohammad Mas'udi, menyebut pihaknya mendukung gagasan positif ini. "Penyatuan kalender Hijriyah itu dalam pemahaman Muhammadiyah maupun Majelis Tarjih dan Tajdid terkait dengan penyatuan kalender Islam global. Gagasan ini sangat positif," ujar Mohammad Mas'udi saat dihubungi Republika, Rabu (1/7).

Agar umat Islam memiliki satu penanggalan, serta tidak lagi muncul perbedaan antar wilayah dan negara, maka digagaslah rencana ini. Perbedaan akan tetap ada jika memang ada perbedaan edar matahari.

Mas'udi lantas menyebut, memang diperlukan forum-forum yang mempertemukan antara pihak-pihak yang selama ini berbeda dalam menandai kapan dimulainya penghitungan kalender Hijriyah.

Ke depan, jika sudah disepakati kalender Islam global, Mas'udi menyebut tidak ada lagi metode-metode yang digunakan oleh Muhammadiyah maupun Nahdlatul Ulama (NU). Metode yang baru inilah yang akan menjadi patokan dan disepakati secara internasional.

"Perlu ada metode baru yang melampaui metode yang ada selama ini, dan bersifat global yang merupakan gabungan dari beberapa metode," lanjutnya.

Ia menilai, selama NU masih berpegang pada rukyatnya, serta Muhammadiyah berpegang pada hisab wujudul hilal, maka tujuan penyatuan ini tidak akan pernah menemukan titik temu.

Adapun metode baru ini disebut bisa merujuk pada pertemuan-pertemuan yang dilakukan oleh ahli falaq internasional. Mereka lah yang nantinya akan merumuskan solusi terbaik atas penghitungan kalender Hijriyah yang baru.

Mas'udi lantas menyebut usaha menyatukan kalender Hijriyah ini sudah sejak lama ada, namun berskala nasional. Jika dalam posisi ini, masing-masing pihak disebut akan "cenderung" mempertahankan cara pandangnya.

Pada tahun lalu, Kemenag sudah mendorong penyatuan kadender hijriah, sehingga penetapan awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah tidak berbeda-beda lagi. Penyatuan kalender hijriah mensyaratkan dua hal yang harus disepakati bersama. Pertama, kesepakatan kriteria pada posisi hilal seperti apa yang kita bersepakat hilal itu ada atau tidak ada atau tidak bisa dilihat. Kedua, kesepakatan siapa pihak yang dapat otoritas untuk lakukan isbat yang menyatakan bahwa saat ini sudah dinyatakan masuk bulan baru atau lama.

Dengan adanya penyatuan kalander hijriah, tidak ada lagi yang lebih dulu mengumumkan penetapan awal Ramadhan atau awal Syawal. Karena, pada prinsipnya semua pihak sudah bersepakat bahwa penetapan itu harus menggunakan dua metode, yaitu metode hisab dan metoda rukyat.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat