Presiden Joko Widodo meninjau kawasan industri di Kedawung, Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Selasa (30/6). | ANTARA FOTO/Harviyan Perdana Putra

Tajuk

Ramah Investasi

Seakan mata air di tengah gersangnya gurun. Seolah sawah kerontang yang kembali teraliri setelah kemarau panjang. Berita tujuh perusahaan asing yang merelokasi pabriknya di Kawasan Industri Terpadu Batang, Jawa Tengah, tergambarkan dalam perumpamaan itu.

Tak heran, Presiden Joko Widodo tampak semringah saat melakukan kunjungan kerja ke Kawasan Industri Terpadu Batang, Selasa (30/6). Presiden mengingatkan pengalaman pada 2019 ketika tak satu pun perusahaan yang merelokasi pabriknya ke Indonesia.

Padahal, saat itu banyak perusahaan memindahkan pabriknya dari Cina. Perang dagang Cina versus AS memicu tingginya bea impor yang ditetapkan AS. Akibatnya, banyak perusahaan berbasis di Cina tak kompetitif. Mereka kesulitan memasukkan produknya ke AS.

Sayangnya, Indonesia gagal menangkap peluang dari masifnya relokasi pabrik itu. Dari 33 perusahaan yang memindahkan pabriknya, tak satu pun ke Indonesia. Padahal, Asia Tenggara wilayah ideal pabrik mereka.

 
Berdasarkan data Bank Dunia itu, Indonesia berada di peringkat ke-73 dengan skor 69,6, di bawah Oman (68), Uzbekistan (69), Vietnam (70), Jamaica (71), dan Luxembourg (72).
 
 

Sudah pasti, ada yang tak beres dengan iklim investasi ketika tak satu pun perusahaan besar enggan melirik Indonesia sebagai basis produksinya.

Oktober tahun lalu, Bank Dunia Grup merilis kemudahan berusaha 2020. Survei Bank Dunia ini dilakukan terhadap 115 pemerintahan dari 190 negara yang disurvei.

Parameter penilaian pada kemudahan berbisnis sektor swasta, penambahan lapangan kerja, perluasan kegiatan operasional, dan peningkatan pendapatan. Menghilangkan hambatan yang dihadapi pengusaha untuk menciptakan lingkungan yang ramah bisnis menjadi salah satu kata kunci.

Berdasarkan data Bank Dunia itu, Indonesia berada di peringkat ke-73 dengan skor 69,6, di bawah Oman (68), Uzbekistan (69), Vietnam (70), Jamaica (71), dan Luxembourg (72). Kendati secara peringkat stagnan, skornya naik dari tahun sebelumnya, 67,96. Pesan dari data ini adalah masih banyak hal yang mesti diperbaiki guna menarik investor. 

Perbaikan pun dilakukan. Mulai dari aturan perundangan hingga masalah perpajakan. Apresiasi patut diberikan kepada pemerintah pusat hingga pemda sehingga tujuh perusahaan asing tersebut merelokasi pabrik ke Indonesia.

Ketujuh perusahaan besar itu, yakni Alpan Lighting dari Amerika Serikat, Sagami Electric dari Jepang, Denso dari Jepang, Panasonic dari Jepang, Meiloon dari Taiwan, Kenda Tire dari Taiwan, dan LG Electronics dari Korea Selatan.

Lima di antara mereka sebelumnya memiliki pabrik di Cina. Meiloon sempat menaruh basis produksinya di Suzhou. Sagami Electric punya pabrik di Shenzen. Alpan Lighting di Xiamen. Pabrik Kenda Tire di Shenzen. Pabrik Panasonic juga sempat di Cina.

Perang dagang AS-Cina bisa memunculkan ketidakpastian berbisnis. Ini yang dikhawatirkan perusahaan yang hijrah tersebut. Distribusi barang merupakan poin krusial yang mesti diamankan. Saat ada sumbatan penyaluran, bisa berdampak pada hidup-matinya perusahaan.

Perang dagang AS-Cina adalah sumbatan itu. Mereka tentu mencari lokasi dengan ketidakpastian minimalis. Asia Tenggara yang minim konflik bisa menjadi alternatif. Indonesia dengan posisi geografi yang strategis juga opsi menarik.

Apalagi, jika dikaitkan dengan keterjangkauan pasar ke Asia dan Australia. Indonesia relatif unggul dalam hal ini.

Pemerintah tak boleh berpuas diri pada tujuh perusahaan itu. Masih ada 17 calon investor lain yang berminat membuka pabriknya di Indonesia. Mereka harus diyakinkan, investasi di Indonesia menguntungkan dari sisi mana pun.

Investasi tujuh perusahaan saja mencapai 850 juta dolar AS atau setara Rp 11,9 triliun dengan proyeksi serapan tenaga kerja 30 ribu orang. Nilai investasi 17 perusahaan lainnya 37 miliar dolar AS dengan 112 ribu serapan tenaga kerja.

 
Apalagi, jika dikaitkan dengan keterjangkauan pasar ke Asia dan Australia. Indonesia relatif unggul dalam hal ini.
 
 

Tentu ini bukan nilai kecil kala banyak negara terdampak pandemi Covid-19. Pada saat perekonomian mandek karena konektivitas perdagangan global dan antarnegara seret.

Ketika banyak negara mengalami kesulitan itu, ada tujuh perusahaan dan belasan lainnya yang berminat merelokasi pabrik. Efek berganda pada bergeliatnya perekonomian nasional tentu kita harapkan.

Tidak ada cara lain kecuali dengan terus membenahi regulasi, birokrasi, sarana dan prasarana infrastruktur, tenaga kerja andal. Regulasi terkait aturan yang memudahkan. Birokrasi terkait perizinan yang ramah dan melayani.

Sarana dan prasarana infrastruktur yang memudahkan proses produksi. Penyerapan tenaga kerja dalam negeri adalah kemestian. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat