Layar menampilkan perwakilan KPU Provinsi, Kota dan Kabupaten ketika mengikuti acara penyerahan data pemilih pemula tambahan sekaligus acara launching pemilihan serentak tahun 2020 di Gedung KPU, Jakarta, Kamis (18/6). | Prayogi/Republika

Opini

Peradaban Layar

Sudah bisa dipastikan, citra kandidat dalam peradaban layar bukan sesuatu yang sebenarnya.

DUDI ISKANDAR, Ketua Pusat Kajian Komunikasi Universitas Budi Luhur, Jakarta

Jika tanpa aral melintang, pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 diselenggarkan pada 9 Desember 2020. Pilkada ini digelar di 270 daerah yang terdiri atas tujuh provinsi, 224 kabupaten, dan 37 kota.

Tulisan ini tidak membahas pilkada era pandemi secara umum, tetapi hanya memotret satu tahapan pilkada, yaitu kampanye. Menurut KPU, tahapan kampanye dimulai pada 26 September-5 Desember atau selama 71 hari.

Masa kampanye calon kepala daerah ini terbagi dalam tiga fase. Fase ini hanya kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, dialog, penyebaran bahan kampanye kepada umum pemasangan alat peraga, dan/atau kegiatan lain.

Fase pertama dan kedua masa kampanye itu digelar pada 26 September- 5 Desember 2020. Fase ketiga, KPU membuka kampanye calon kepala daerah melalui media massa, cetak, dan elektronik pada 22 November-5 Desember 2020.

 
Sesungguhnya, pandemi Covid-19 hanyalah blessing in disguise bagi percepatan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dalam kampanye Pilkada 2020. 
 
 

Konvensional ke virtual

Sesungguhnya, pandemi Covid-19 hanyalah blessing in disguise bagi percepatan perkembangan teknologi komunikasi dan informasi dalam kampanye Pilkada 2020. Untuk kampanye terbuka, KPU hanya mengizinkan 20 orang, selebihnya melalui kampanye digital.

Sudah bisa dipastikan, kampanye kali ini akan berubah dari konvensional ke virtual/digital. Obrolan individual ke personal chatting di jejaring dan medsos, komunikasi tatap muka ke tatap muka virtual, spanduk/baliho/iklan ke peradaban layar (virtual).

Kunci sukses kampanye dalam masa pandemi Covid-19, pertama, senantiasa bergandengan dengan media konvensional (tim media). Kedua, selalu menyiapkan press release setiap momentum kampanye.

Ketiga, kemampuan memenangkan pertempuran dalam perang tagar di Twitter. Keempat, membagi video di Youtube atau Instagram sebanyak mungkin. Kelima, selalu menyiarkan langsung semua kegiatan masa kampanye melalui Facebook. Keenam, membuat tagline virtual yang mengena di benak publik sehingga menjadi opini publik.

Sesungguhnya, kampanye di layar (komputer, televisi, telepon pintar) bukanlah realitas sebenarnya. Ia realitas buatan, hasil konstruksi dengan bantuan teknologi komunikasi dan informasi. Kampanye di layar, memiliki dua tahapan dalam membangun citra politik.

Pertama, kampanye (dalam realitas nyata) adalah memoles kandidat agar dekonstruksi citra baik di hadapan masyarakat. Kedua, hasil konstruksi itu dilipatgandakan melalui kemampuan teknologi komunikasi dan informasi.

 
Sudah bisa dipastikan, citra kandidat dalam peradaban layar bukan sesuatu yang sebenarnya. 
 
 

Ini yang kini kita kenal dengan istilah representasi. Menurut John Fiske (1987), representasi (khususnya di televisi) dikonstruksi melalui kamera, pencahayaan, musik, suara, dan pengeditan. Tampaknya, item representasi televisi pun tak beda dengan yang di medsos. Khususnya, jika ditampilkan dalam layar komputer dan telepon pintar.

Representasi kandidat atau kampanye dalam layar ini yang disebut penulis dengan peradaban layar. Yaitu, ketika semua aspek kampanye, dan secara luas segala bentuk kehidupan, dipadatkan, ditampilkan, direpresentasikan, bahkan disimulasikan melalui layar.

Sudah bisa dipastikan, citra kandidat dalam peradaban layar bukan sesuatu yang sebenarnya. Banyak yang disembunyikan, dihilangkan, banyak polesan, dan menyimpan kebohongan. Citra dalam layar adalah tipuan dua kali lipat.

Keawasan dan kewarasan

Mayoritas yang melakukan pilkada serentak ini wilayah pedesaan yang secara teknis peradaban layar banyak mengalami kendala. Di Jabotabek, hanya Depok dan Tangerang Selatan yang menyelenggarakan pilkada serentak.

Sementara itu, untuk tingkat provinsi, tidak ada satu pun wilayah di Pulau Jawa yang relatif bagus infrastruktur peradaban layar menyelenggarakan pilkada serentak. Selain infrastruktur, tingkat melek media adalah masalah lain yang dihadapi peradaban layar. Tingkat melek media berbanding lurus dengan tingkat pendidikan, pengetahuan, dan pengalaman.

Teknologi dalam peradaban layar tidak hanya bersentuhan dengan penggunaan perangkat keras teknologi, tetapi juga keseluruhan yang menyertai teknologi tersebut, seperti ideologi, kekuasaan, dan kepentingan tersembunyi lainnya.

 
Namun, itu merupakan keniscayaan perkembangan peradaban manusia. Pandemi Covid-19 hanyalah mempercepat perubahan tersebut. Perubahan ini tidak bisa ditolak siapa pun.
 
 

Di sinilah, keawasan dan kewarasan menjadi kata kuncinya jika tidak tentu saja ini berbahaya. Lalu lintas pesan dan makna melalui  //hoaks// dan berita palsu tanpa momentum politik saja sangat meresahkan, apalagi ada kuda tunggangan politik.

Pemilu Presiden 2014 dan 2019 adalah bukti sahihnya. Dengan demikian, sesungguhnya yang menjadi pekerjaan rumah bagi bangsa ini bukan hanya perlengkapan dan kelengkapan infrastruktur teknologi komunikasi dan informasi.

Justru, yang harus dibangun terlebih dahulu adalah kesadaran manfaat dan bahaya teknologi komunikasi dan informasi. Sebagai pamungkas, penulis ingin menegaskan, perubahan kampanye dari model konvensional ke digital/virtual bukan hanya karena pandemi.

Namun, itu merupakan keniscayaan perkembangan peradaban manusia. Pandemi Covid-19 hanyalah mempercepat perubahan tersebut. Perubahan ini tidak bisa ditolak siapa pun.

Kalaupun ada kelompok yang menolak, mereka akan tergilas perkembangan ruang dan waktu, yang di belakangnya berdiri raksasa yang bernama kekuasaan, konsumerisme, dan kapitalisme. Wallahu ‘alam bishawab. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat