Asma Nadia | Daan Yahya | Republika

Resonansi

Badai (Korona) Belum Berlalu

Banyak bukti menunjukkan jika protokol kesehatan dijaga ketat, insya Allah banyak warga akan terlindungi.

Oleh ASMA NADIA

 

ASMA NADIA 

Ketika ditanya dalam sebuah zoom meeting ulang tahun virtual Jakarta,  apakah mungkin Jakarta akukan PSBB lagi jika keadaan memburuk? Gubernur Anies Baswedan dengan tegas menyatakan bahwa itu mungkin terjadi jika masyarakat tidak disiplin menjalankan protokol kesehatan.

Dengan kata lain sang gubernur mengingatkan bahwa di masa pelonggaran ini kita belum bebas dari ancaman Covid-19. Memang  saat ini pihak pemprov sudah lebih berpengalaman dan mempunyai kesiapan yang memadai.  Akan tetapi ini harus didukung oleh kesadaran masyarakat untuk menjaga kebiasaaan mengenakan masker di ruang publik, menjaga jarak, menghindari kerumunan dan mencuci tangan dengan sabun. Tanpa dukungan masyarakat, situasi bisa kembali memburuk bahkan  tidak menutup kemungkinan lebih buruk dari sebelumnya.

Sayangnya banyak yang menganggap pelonggaran PSBB di beberapa tepat sebagai sinyal untuk kembali bebas melakukan aktivitas seperti dulu. Jika ini mewakili pemahaman mayoritas maka bisa berakibat buruk.

 
Dari data di atas bisa dilihat angka ketidakpatuhan menjaga protokol kesehatan akan selaras dengan peningkatan kasus covid-19.
 
 

Jawa Timur misalnya, kini angka peningkatan penderita Covid-19 per hari mengungguli Jakarta. Sebuah survey yang dilakukan oleh FKM Universitas Airlangga menunjukkan indikasi ketidakpatuhan masyarakat di Surabaya Raya masih tinggi. Di rumah ibadah, 70 persen jamaah enggan menggunakan masker dan 84  tidak menjaga jarak. Di pasar tradisional, 84 persen tidak menggunakan masker dan 89 persen tidak menjaga jarak fisik. Di tempat tongkrongan, 88 persen tidak bermasker dan 89 persen tidak menjaga jarak.

Dari data di atas bisa dilihat angka ketidakpatuhan menjaga protokol kesehatan akan selaras dengan peningkatan kasus covid-19.

Kasus yang sama  terjadi pada turnamen ekshibisi tenis Adria Tour di Serbia dan Kroasia dengan pendekatan yang sama sekali berbeda dengan kelaziman di new normal.

Dalam turnamen tenis tersebut, tribun penonton dipadati orang yang menyaksikan pertandingan tanpa mengenakan masker dan tanpa menjaga jarak. Tercatat sekitar 4.000 penonton duduk berdekatan dan tanpa masker, memenuhi stadion di Belgrade. Padahal 9.000 kursi stadion di Zadar hanya terisi setengah, tetap saja penonton duduk bersisian.

Para petenis berpelukan usai melakukan pertandingan. Di sela pertandingan Novac Djokovic, juara 17 kali Grand Slam yang menyelenggarakan event ini, mengadakan acara pelatihan untuk anak-anak, mengundang beberapa petenis untuk bermain bola basket dan bergumul memperebutkan bola, mengadakan wawancara dan jumpa penggemar dengan kerumunan anak-anak. Acara pesta yang digelar bersama petenis lain sambil menari limbo tersebar di media sosial.

Bagaimana hasilnya? Tercatat belasan petenis top yang mengikuti turnamen positif tertular Covid-19 termasuk Djokovic. Istri salah satu pemain yang sedang hamil juga ada yang terkena. Jejeran pelatih pun ada yang terjangkiti.

Amerika Serikat juga menunjukkan situasi serupa.  Warga negara adidaya yang terdampak virus corona paling parah ini sudah berkali-kali bahkan berkerumun dalam jumlah besar saat menyelenggarakan demo anti diskriminasi dan kekerasan polisi.

Sekalipun sebagian demonstran mengenakan masker, berada di keramaian tentu saja meningkatkan risiko penularan. Hasilnya, penambahan kasus di Amerika sempat menembus angka tertinggi beberapa hari setelah demo berakhir.

Berbagai contoh di atas jelas menunjukkan betapa risiko penularan masih begitu tinggi jika protokol kesehatan dilanggar. 

 
Sebaliknya, banyak bukti menunjukkan jika protokol kesehatan dijaga ketat, insya Allah banyak warga akan terlindungi. 
 
 

Karena bagaimanapun, penting memahami bahwa di sekitar kita sangat mungkin masih ada superspreader atau pembawa virus yang berpotensi menularkan virus ke banyak orang. Fakta bahwa ketika seseorang berbicara beberapa menit, dia mengeluarkan ribuan droplet tidak bisa diubah dan karena itu butuh masker berperan penting. Fakta bahwa saat seseorang bersi, dia  tetap menghasilkan sekitar 400.000 droplet pun tidak bisa diibantah. Jika seorang pembawa virus bersin di masjid atau mushola maka dia membahayakan  jamaah lain di dekatnya.  Maka selama masa new normal ini,  setiap individu penting untuk membawa semacam sajadah new normal yang melindungi wajah dan tangan ketika sholat di ruang public, dari bersentuhan langsung dengan ‘jejak’ orang yang  sebelumnya sholat, termasuk melakukan sujud di tempatnya.

Sebaliknya, banyak bukti menunjukkan jika protokol kesehatan dijaga ketat, insya Allah banyak warga akan terlindungi. 

Di dunia sepakbola profesional, semua operator liga sangat berhati-hati menyelenggarakan kompetisi. Liga Jerman, Spanyol, Inggris, Italia, dll, telah kembali diselenggarakan namun dengan sangat berhati-hati. Pemain dilarang melakukan jabat tangan, tidak boleh meludah, serta tidak ada penonton, dan berbagai aturan lain.  Hasilnya, sejauh ini semua liga berjalan tanpa ada gangguan berarti, walau satu dua kasus masih muncul.

Sikap abai dan mengentengkan, atau menganggap santai corona, sama sekali tidak membangun kewaspadaan. 

Angka-angka kenaikan kasus, jumlah korban yang meninggal, masih terlalu besar untuk dinafikkan. Badai  belum berlalu. Hindari keramaian, tunda pesta pernikahan, arisan, kegiatan pengajian, serta  kebersamaan  yang tidak mempunyai urgensi tinggi. Mal dan pasar dibuka dengan pertimbangan geliat ekonomi, bisa dimengerti. Namun agenda keramaian semacam  Car Free Day, yang foto dan videonya videonya membuat banyak pihak bergidik, rasanya terlalu cepat diadakan. 

Bersabarlah dulu. Bersabarlah lagi. Di rumah saja lebih baik, kecuali terpaksa. Pilihan tetap di rumah adalah wujud kepedulian kita  pada keluarga, para nakes, juga pada sesama yang tak memiliki kenyamanan bekerja dari rumah.  Bagaimana dengan kebosanan? Tentu lumrah, tapi rasanya  ia lebih dari  sepadan  sebagai harga yang harus dibayar untuk kelangsungan hidup dan kesehatan, bukan hanya diri sendiri, juga keluarga. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat