Petugas memberikan informasi kepada nasabah terkait Sukuk Tabungan (ST) Seri ST006 di Bank Muamalat di Jakarta,beberapa waktu lalu. | Republika/Prayogi

Opini

Asa Bank Syariah

Bank syariah dituntut lebih kreatif dan melakukan akselerasi begitu pandemi ini usai.

ACHMAD K PERMANA, Presiden Direktur PT Bank Muamalat Indonesia Tbk

Covid-19 pertama kali terdeteksi di Wuhan, Cina, pada November 2019. Makhluk renik ini lantas menyebar ke penjuru dunia dan dengan cepat menginfeksi rib​​uan orang. Cina terpaksa mengunci Wuhan, salah satu poros ekonomi dunia.

Goyahnya perekonomian Cina, membuat perekonomian global ikut terhuyung-huyung. Di Indonesia, kasus pertama Covid-19 diumumkan pada 2 Maret 2020. Sejak saat itu, pemerintah segera bertindak dengan memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

Sebagai lembaga intermediasi, denyut bisnis bank sangat bergantung pada perputaran roda ekonomi, yang digerakkan aktivitas masyarakat. Kami, bankir tak pernah protes atas kebijakan pembatasan jarak fisik dan sosial, tapi sebaliknya, mendukungnya seratus persen.

Namun, situasi ini berdampak pada kinerja perbankan secara nasional, baik bank umum, bank syariah, maupun BPR. Proyeksi pertumbuhan ekonomi 2,3 persen, gambaran penyaluran pembiayaan sebagai sumber utama pendapatan bank untuk sementara tak bisa diharapkan.

 
Per Desember 2019, pangsa pasar bank syariah nasional menembus level 6 persen. Selain itu, sejumlah bank umum berhasil melakukan konversi menjadi syariah penuh.
 
 

Bagi bank syariah, situasi ini tak nyaman sebab boleh dikatakan, kami industri yang tergolong muda. Jika dihitung sejak Bank Muamalat pertama kali beroperasi pada 1992, artinya industri syariah di Indonesia baru berusia 28 tahun.

Sebelum Covid-19 menyerang, industri perbankan syariah nasional dalam kondisi cukup baik, bahkan tengah menyiapkan diri berlari kencang. Indikatornya jelas, secara nasional perbankan syariah sudah mampu melepaskan diri dari bayang-bayang jebakan 5 persen.

Per Desember 2019, pangsa pasar bank syariah nasional menembus level 6 persen. Selain itu, sejumlah bank umum berhasil melakukan konversi menjadi syariah penuh, seperti Bank Aceh dan Bank NTB. Bahkan, beberapa bank lain mengutarakan niatnya untuk konversi.

Di sisi lain, pandemi ini bisa disikapi positif untuk mengukur kekuatan fondasi bank syariah. Lagi pula, krisis seperti ini bukan pertama kali dialami bank syariah. Pada krisis 1998, Bank Muamalat membuktikan bank syariah memiliki fundamental baik dan bisa melalui badai saat itu.  

Namun perlu dicatat, ada perbedaan mendasar dari situasi 1998 dengan 2020. Pada krisis 1998, bank konvensional kolaps karena tak ada 'bantalan' dari regulator seperti saat ini.

 
Bank syariah dituntut lebih kreatif agar bisa bertahan dan melakukan akselerasi begitu pandemi ini usai.
 
 

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menerbitkan lima Peraturan OJK (POJK) yang merupakan tindak lanjut dari Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi.

Dengan regulasi tersebut, situasi yang dihadapi bank konvensional dan syariah saat ini setara. Karena itu, bank syariah dituntut lebih kreatif agar bisa bertahan dan melakukan akselerasi begitu pandemi ini usai.

Masa krusial

Salah satu dari lima peraturan yang diterbitkan OJK adalah POJK No.11/POJK.03/2020 tentang stimulus perekonomian. Aturan relaksasi ini memungkinkan bank-bank melakukan restrukturisasi kredit atau pembiayaan bagi nasabah yang terkena dampak Covid-19.

Dengan begitu, rasio pembiayaan bermasalah tetap bisa dikendalikan. Meski demikian, bank tetap kehilangan pendapatan. Di sisi lain, overhead cost tidak turun signifikan. Bulan April hingga Juni adalah masa krusial. Dalam rentang waktu ini terjadi beberapa situasi.

Pertama, penurunan kualitas nasabah pembiayaan yang selama ini baik-baik saja. Kedua, nasabah yang sebelumnya bermasalah juga akan kian memberatkan bank. Setelah periode ini, bank juga harus mengantisipasi masa enam bulan pascaperiode restrukturisasi.

Isu berikutnya, yakni likuiditas. Bank-bank syariah yang mayoritas di kategori BUKU I dan BUKU II harus mengantisipasi isu ini. Di sisi lain, selama pandemi beban bank syariah tidak seberat bank konvensional.

Ini tak terlepas dari prinsip dasar bank syariah yang menjadi pembeda dengan bank konvensional, yakni bagi hasil. Bank syariah mengandalkan kolektivitas antara nasabah selaku pemilik dana dan bank selaku pengelola.

 
Di balik setiap musibah selalu ada hikmah. Pandemi ini menyadarkan bank syariah, teknologi digital bukan monopoli perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau bank bermodal jumbo.
 
 

Selain itu, bank syariah punya produk pendanaan yang tidak sensitif terhadap perubahan bunga di pasar, yakni wadiah. Faktor lain yang tak kalah penting, dukungan penuh dari umat Islam membuat bank syariah nasional tetap percaya diri dalam melangkah.

Sisi positif

Di balik setiap musibah selalu ada hikmah. Pandemi ini menyadarkan bank syariah, teknologi digital bukan monopoli perusahaan teknologi finansial (tekfin) atau bank bermodal jumbo. Bank syariah juga harus segera melek.

Kita harus mau berinvestasi dan berinovasi untuk menghadirkan fitur-fitur, yang memungkinkan nasabah tetap dapat bertransaksi dari rumah. Selama ini fitur tersebut belum ada atau dianggap belum perlu, tetapi karena pandemi ini mau tidak mau harus dihadirkan.

Kenormalan baru bagi dunia perbankan adalah layanan berbasis teknologi. Dari sisi regulator, semestinya situasi ini juga menjadi pertanda. Perusahaan tekfin mudah mengakuisisi nasabah atau pembukaan akun dengan memanfaatkan teknologi digital.

Sementara itu, di bank, masih relatif lebih rumit karena banyaknya regulasi. Sewajarnya bank, termasuk bank syariah, diberi kesempatan sama sehingga tekfin dan bank bisa bermain di lapangan yang sama.

Di atas itu semua, penulis yakin nasabah bank syariah tetap setia, tidak terpengaruh hoaks sehingga tergoda mengalihkan dananya. Kita harus optimistis, badai ini segera berlalu dan kita kembali melaju.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat