Petugas gabungan dari Polri, TNI, BPBD dan Masyarakat Peduli Api (MPA) Kota Pekanbaru berusaha memadamkan bara api yang membakar lahan gambut di Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau, Senin (2/3/2020). Pemerintah Provinsi Riau melalui Satgas Karhutla R | ANTARA FOTO

Nusantara

Karhutla Bisa Perparah Gejala Covid-19

Presiden Joko Widodo mengingatkan agar pemerintah menyiapkan antisipasi terjadinya karhutla di musim kemarau.

 

JAKARTA – Pemerintah memperluas penerapan modifikasi cuaca di wilayah Sumatra dan Kalimantan. Upaya itu dilakukan untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) skala besar seperti yang terjadi pada 2015 dan 2019 lalu. Sebab, karhutla disebut bisa memperparah pasien penderita Covid-19.

Presiden Joko Widodo mengingatkan agar pemerintah menyiapkan antisipasi terjadinya karhutla di musim kemarau saat ini meski tengah fokus dan bekerja keras menghadapi pandemi Covid-19. “Di tengah kesibukan kita dalam menghadapi pandemi ini, jangan lupakan kita juga memiliki sebuah pekerjaan besar dalam rangka mengantisipasi kebakaran lahan dan hutan,” kata Jokowi, Selasa (23/6).

Berdasarkan laporan dari BMKG, 17 persen daerah di Indonesia mengalami musim kemarau di bulan April, 38 persen daerah memasuki musim kemarau di bulan Mei, dan 27 persen daerah mengalami musim kemarau awal di bulan Juni. Presiden meminta penegak hukum tegas menindak para pelaku pembakaran hutan dan lahan. 

Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Doni Monardo menjelaskan, ada korelasi antara karhutla dan penyakit yang disebabkan virus korona tersebut. Menurutnya, asap pekat yang disebabkan karhutla bisa memperparah kondisi penderita Covid-19. Karena, kata dia, hampir pasti lahan gambut yang terbakar akan timbulkan asap pekat dan mengganggu sistem pernafasan.

“Asap pekat inilah bisa timbulkan ancaman kesehatan bagi masyarakat, terutama mereka yang miliki asma atau ISPA. Dampaknya adalah berbahaya bagi mereka yang menderita penyakit asma ini apabila terpapar Covid-19,” ujar Doni usai mengikuti rapat terbatas bersama Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Selasa (23/6).

Menindaklanjuti hal ini, Presiden Jokowi telah memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) untuk menggencarkan langkah mitigasi. Salah satunya dengan cara memperluas modifikasi cuaca.

“Sehingga kerja keras dari berbagai komponen masyarakat di daerah untuk lakukan pencegahan ini sangat penting. Kita hindari asap agar kita juga bisa selamat dari bahaya Covid-19,” ujar Doni.

Menteri LHK Siti Nurbaya Bakar mengatakan, ledakan kejadian kebakaran hutan dan lahan (karhutla) biasanya terjadi pada pekan kedua Agustus sampai pekan pertama September setiap tahunnya. Wilayah yang paling rawan di antaranya adalah Sumatra bagian utara meliputi Riau, Sumatra Utara, dan Aceh.

Kemarau di wilayah ini pun terjadi dalam dua gelombang. Fase pertama, kemarau mulai masuk April lalu. Pada fase ini, pemerintah sudah melakukan modifikasi cuaca hingga 31 Mei 2020 lalu. Hasilnya, wilayah Sumatra masih terpantau kondusif dari karhutla. Belajar dari fase pertama ini, pemerintah akan memperluas modifikasi cuaca hingga fase kedua kemarau di Sumatra dan Kalimantan.

Fase kedua sendiri akan dimulai pada Juni-Juli ini, dengan puncak kemarau pada akhir Agustus sampai awal September 2020. Kemarau pada fase kedua inilah yang memang menjadi puncak kejadian karhutla di tahun 2019 dan 2015 lalu.

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat