Juru bicara pemerintah untuk penanganan COVID-19 Achmad Yurianto menyampaikan laporan perkembangan kasus COVID-19 di Graha BNPB, Jakarta, Kamis (18/6/2020). Achmad Yurianto menyatakan hingga Kamis (18/6) pukul 12 | Hafidz Mubarak A/ANTARA FOTO

Tajuk

Menanti Tren Covid-19 Berbalik

Situasi penyebaran Covid-19 justru makin memprihatinkan.

Harian ini kemarin menurunkan berita utama yang patut kita camkan. Situasi penyebaran Covid-19 justru makin memprihatinkan. 

Indonesia kini menempati peringkat pertama Covid-19 di ASEAN. Melewati Singapura yang sebanyak 40 ribu pasien positif. Penambahan pasien positif di kedua negara terus berlipat. Singapura di level 200-400 per hari. Indonesia dua kali lipatnya, dalam sepekan terakhir penambahan justru tetap tinggi di level 900-1.000-an kasus per hari.

Awalnya, Indonesia membutuhkan waktu dua bulan untuk menyentuh jumlah pasien 10 ribuan pada April. Namun kemudian, penambahan pasien semakin cepat. Sebulan sesudahnya, menyentuh 20 ribu kasus pada Mei. Setelah itu pun makin tak tertahan menyentuh 30 ribu kasus pada Juni.  Pekan ketiga Juni bahkan sudah menyentuh 45 ribu orang positif. 

Apa yang terjadi dengan kebijakan pencegahan yang dijalankan pemerintah, melalui Gugus Tugas Covid-19? Mengapa pemerintah tak mampu mengerem pertumbuhan masif pasien Covid-19? Tanpa perubahan kebijakan pada pekan ini, kita akan melihat jumlah pasien Covid-19 menembus 50 ribu orang. Angka psikologis yang sejatinya tidak kita inginkan. Kemudian dalam situasi demikian, kita bisa melihat pertambahan pasien positif yang menyentuh 100 ribu pada Juli atau Agustus awal.

 
Ini situasi yang tidak baik. Dari segi kebijakan kesehatan ataupun kebijakan perekonomian. 
 
 

Ini situasi yang tidak baik. Dari segi kebijakan kesehatan ataupun kebijakan perekonomian. Tanpa intervensi yang serius, ongkos kesehatan dan perekonomian akibat Covid-19 yang tak terkendali akan sangat membebani bangsa ini. Bagaimana tenaga medis bertahan kalau jumlah pasien terus bertambah banyak? Kemudian pemerintah harus menjebol anggaran untuk subsidi rakyat tak mampu.

Kita cermati respons pemerintah sampai dengan Juni ini justru membuat kening berkerut. Di tengah penambahan seribuan per hari, pemerintah justru kian melonggarkan sejumlah kebijakan. Membuka mal dan pusat belanja. Membuka tempat wisata. Membuka hari bebas kendaraan bermotor pada Ahad kemarin. Pilihan kebijakan ini amat mengherankan karena dilakukan di tengah penambahan pasien positif yang terus meroket. 

Kita bisa mengerti kalau kebijakan pelonggaran itu dilakukan saat jumlah pasien positif menunjukkan tren penurunan. Katakanlah ke angka 500 orang per hari. Logikanya, bagaimana pemerintah berharap angka pertambahan pasien itu bisa berbalik turun, sementara warga justru makin bebas dan bertambah banyak menikmati aktivitas di luar? Perangkat kebijakan yang harusnya diambil justru tidak dilakukan.

Pemerintah boleh saja berargumen bahwa penambahan pasien terjadi akibat jumlah populasi yang dites rapid dan swab semakin banyak. Tapi argumen ini tidak menjawab mengapa jumlah warga positif semakin banyak. Ini akan berarti bila jumlah warga yang dites semakin banyak, tapi pasien positif justru menurun. Bukan sebaliknya. 

 
Pemerintah juga berargumen bahwa tren daerah yang positif Covid-19 makin sedikit. Mulai banyak jumlah daerah yang menunjukkan tren Covid-19 di bawah 20-10 pasien.
 
 

Pemerintah kemudian memang berargumen bahwa jumlah pasien yang sembuh semakin banyak. Ini fakta yang harus kita syukuri. Kita berharap, sepanjang Juli seharusnya jumlah pasien sembuh sudah bisa mendekati, bahkan melampaui angka pasien positif. Tapi tren yang kita lihat dari pergerakan kurva kesembuhan itu tidak secepat pertambahan pasien positif. Tampaknya, masih akan cukup lama kurva positif Covid-19 bisa bertemu dalam kurva pasien sembuh.

Pemerintah juga berargumen bahwa tren daerah yang positif Covid-19 makin sedikit. Mulai banyak jumlah daerah yang menunjukkan tren Covid-19 di bawah 20-10 pasien. Ini kita syukuri berarti pencegahan di daerah makin baik. Namun, lagi-lagi kita harus melihat lima provinsi terbesar yang menyumbang pasien terbanyak. Jumlah mereka 80 sampai 100-an per hari. Dalam tempo-tempo tertentu menyentuh 300-500 per hari. Lima provinsi terbesar itu menekan tren positif puluhan kota lainnya karena jumlah mereka tetap jauh lebih banyak.

Kita mendesak pemerintah tidak abai terhadap situasi ini. Karena ke depannya, kita masih dalam situasi tanda tanya. Penyakit ini belum punya obat dan belum ada vaksinnya. Dengan fakta ini saja, harusnya Indonesia masih melakukan pembatasan berskala besar. Dengan begitu, warga tidak bebas berkegiatan di luar ruang saat situasi penambahan pasien justru kian banyak. Kita mendukung kebijakan pelonggaran kalau pertambahan pasien sudah berbalik arah menunjukkan penurunan. Pemerintah bermain dengan nyawa warganya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat