Penyanyi Raisa menyanyikan single terbarunya menjelang konser tunggalnya bertajuk Raisa Live in Concert Jakarta 2020 di Jakarta, Kamis (13/2/2020). Ulama berbeda pendapat boleh tidaknya perempuan bernyanyi. | ANTARA FOTO

Fikih Muslimah

Benarkah Perempuan Dilarang Bernyanyi?

Para ulama berbeda pendapat mengenai nyanyian dibawakan perempuan

 

Allah SWT merupakan Dzat yang mencintai keindahan. Jika perempuan, musik, dan nyanyian dikategorikan sebagai sebuah keindahan, yakinkah perempuan boleh bernyanyi dan bermusik? Para ulama saling berbeda pendapat mengenai boleh tidaknya musik dan nyanyian dibawakan oleh perempuan.

Dalam buku Perempuan karya Prof Quraish Shihab dijelaskan, perbedaan pendapat dari kalangan ulama ini disebabkan adanya larangan pada zaman Rasulullah SAW. Namun, para sufi mengaitkan larangan tersebut, sebab adanya kondisi yang terjadi pada zaman itu. Yakni, timbulnya dampak negatif dari musik yang didendangkan sehingga muncul larangan dari Nabi Muhammad SAW.

Adanya sejarah larangan dari Rasulullah SAW itu yang membuat Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa mendengarkan nyanyian saja termasuk dosa hukumnya. Namun, ulama lainnya seperti Imam al-Ghazali berpandangan musik dan nyanyian hukumnya boleh. Imam al-Ghazali menganggap nyanyian dapat menimbulkan keadaan khusyuk bagi sebagian tertentu. Pendapat ini pun didukung oleh para ulama sufi.

Ada salah satu hadis yang diriwayatkan Aisyah RA menceritakan Rasulullah SAW pernah memberikan penegasan terhadap perempuan yang bernyanyi. Ketika itu, Rasulullah SAW masuk rumah dan didapatinya dua orang budak wanita sedang menyanyikan lagu peperangan Bu'ats. Rasulullah pun pergi berbaring di kasur dan mengalihkan wajah.

Kemudian, Abu Bakar menghardik kedua budak yang bernyanyi itu, tapi segera dihalangi Rasulullah SAW dengan berkata, "Biarkan keduanya (bernyanyi)." Setelah Rasulullah terlena, kedua budak tersebut dipersilakan bernyanyi oleh Aisyah di luar. Hadis ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Imam Ibnu Majah.

Dijelaskan bahwa, Rasulullah SAW memperbolehkan perempuan bernyanyi. Namun, sikap Rasulullah SAW memalingkan wajah tersebut, menurut Prof Quraish Shihab, adalah untuk menghindari penglihatannya dari para penyanyinya. Meski diperbolehkan, syariat Islam juga membatasi nyanyian yang dinyanyikan perempuan. Mereka tidak diperbolehkan bernyanyi dengan suara yang mengundang hasrat, bernyanyi dengan melakukan gerakan erotis, dan tidak juga diperkenankan berlemah lembut dan lunak yang dibuat-buat dalam berbicara.

Nyanyian dan musik dalam Islam itu masuk ke dalam kategori duniawi yang berlaku kaidah fikihnya. Para ahli hukum Islam memasukkan kebutuhan terhadap seni secara umum, khususnya lagu, ke dalam masalah tahsiniyah (kebutuhan hidup). Tahsiniyah di sini merupakan kebutuhan yang bukan pokok. Sehingga, apabila kebutuhan itu tidak terpenuhi maka tidak akan mengakibatkan terancamnya kehidupan seseorang.

Meski demikian, Imam Syafi'i berpendapat, nyanyian adalah hal yang sia-sia yang diserupakan dengan kebatilan. Dalam kitab Ihya Ulumiddin disebutkan, Ibnu Qudamah dari mazhab Hambali berpendapat bahwa memainkan alat musik seperti gambus, genderang, gitar, rebab, dan lainnya adalah haram. Kecuali duff (tambor), sebab Nabi pernah membolehkan alat musik tersebut dimainkan di pesta pernikahan.

photo
Memainkan musik sufi untuk membangunkan orang-orang bersantap sahur, di Ankara, Turki, Senin (11/5/2020) - (Anadolu / Esra Hacioglu)

Meski terjadi pro-kontra tentang boleh tidaknya perempuan bernyanyi, mayoritas pendapat ulama yang mengharamkan itu merujuk pada dalil Alquran. Yakni di surah al-Lukman ayat 6 berbunyi, yang artinya, "Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan."

Dalam kitab Fiqh al-Ghina karya Yusuf al-Qardhawi dijelaskan, kata-kata perkataan yang tidak berguna itu kerap ditafsirkan sebagai nyanyian. Hal itu sebagaimana pendapat sahabat Nabi bernama Ibnu Umar, Ibnu Mas'ud, Ibnu Abbas, hingga Ikrimah.

Namun, adanya kalangan ulama yang membolehkan perempuan untuk bernyanyi, tentunya hal itu dapat disikapi dengan bijak juga. Asalkan nyanyian perempuan tidak keluar dari syariat yang telah ditentukan. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat