Ilustrasi pernikahan. | Muhammad Arif Pribadi/ANTARA FOTO

Khazanah

Memahami Urutan Wajib Nafkah Dalam Islam 

Nafkah merupakan kunci keberlangsungan keluarga.

Ada pemahaman yang terlalu disederhanakan ketika memahami konsep nafkah. Nafkah sebatas dipahami sebagai kegiatan memberikan harta dan kuota batin kepada istri dan anak. 

Padahal konsep nafkah begitu luas. Ustazah Maharati Marfuah Lc dalam buku Hukum Fiqih Seputar Nafkah menjelaskan macam-macam nafkah. 

‘’Nafkah bisa dibagi dua, yakni nafkah kepada diri sendiri dan orang lain,’’ kata dia dalam buku terbitan Rumah Fiqih Publishing tersebut.

Sementara, nafkah kepada orang lain bisa dikembangkan menjadi tiga, yakni kepada istri, kerabat, dan benda milik. Seperti apa penjabarannya? 

Pertama, nafkah untuk diri sendiri. Memberi nafkah diri sendiri termasuk yang paling utama. Sebelum memberi nafkah kepada orang lain, hendaknya seorang memberikan nafkah dahulu kepada dirinya. 

"Gunakanlah ini untuk memenuhi kebutuhanmu dahulu, maka bersedekahlah dengannya untuk mencukupi kebutuhan dirimu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada keluargamu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada kerabatmu. Jika masih berlebih, berikanlah kepada ini dan itu." (HR Muslim).

Kedua, nafkah untuk istri. Para ulama menyebutkan alasan mengapa memberi nafkah kepada orang lain menjadi wajib karena tiga hal, yakni zaujiyyah (pernikahan), qarabah (kerabat), dan milkiyyah (kepemilikan).

Nafkah karena ikatan pernikahan ini adalah pemberian nafkah karena ikatan pernikahan yang sah. Bukan saja terjadi karena pernikahan yang masih utuh, tetapi juga pernikahan yang telah putus atau cerai dalam keadaan talak raj'i dan talak ba'in hamil.

Adapun hukum memberi nafkah dari suami kepada istri adalah wajib. Nafkah istri di sini adalah kewajiban suami terhadap istrinya dalam bentuk materi, karena kata nafkah itu sendiri berkonotasi materi.  

Sedangkan kewajiban dalam bentuk non materi, seperti memuaskan hajat seksual istri tidak masuk dalam artian nafkah, meskipun dilakukan suami terhadap istrinya. Kata yang selama ini digunakan secara tidak tepat untuk maksud ini adalah nafkah batin, sedangkan dalam bentuk materi disebut dengan nafkah lahir.

Ketiga, nafkah untuk kerabat. Hubungan kekerabatan menjadi salah satu sebab wajibnya memberikan nafkah. Namun, hampir tiap mazhab memiliki pandangan sendiri-sendiri dalam masalah ini. Contohnya, kalangan Malikiyyah berpendapat, kerabat yang berhak mendapatkan nafkah hanya orang tua dan anak. Sementara Syafiiyyah berpendapat, nafkah diberikan kepada hubungan orang tua dan anak serta cucu dan kakek (ushul dan furu’).

Keempat, nafkah untuk benda milik. Nafkah karena sebab kepemilikan seperti hamba sahaya dan binatang piaraan. Seseorang yang di zaman dahulu memiliki hamba sahaya atau hari ini memiliki hewan peliharaan, harus menafkahinya dengan memberi makanan dan minuman yang bisa menopang hidupnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat