Pengemudi ojek daring menurunkan penumpang di kawasan stasiun Palmerah pada hari pertama diperbolehkannya ojek daring mengangkut penumpang, Jakarta, Senin (8/6). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kembali memberikan izin pengemudi ojek daring untuk mengangku | Republika/Thoudy Badai

Tajuk

Harus Tetap Waspada

Dalam kondisi sekarang, tidak ada jalan lain kecuali terus menerus disiplin melawan covid 19.

 

Ibu Kota kemarin mulai dengan uji coba menuju tatanan normal baru (new normal). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta  melonggarkan sejumlah hal. Diawali dengan membuka rumah ibadah, kemudian transportasi online bermotor, pertokoan, perkantoran, dan nantinya akan menyusul tempat wisata. Yang tetap ditutup menyisakan sekolah.

Denyut Jakarta kemarin terasa mendekati normal. Ruas jalan utama macet panjang. Pemotor dan ojek online makin memadati lalu lintas. Perkantoran terlihat lebih ramai. Penjual dagangan kaki lima di dekat perkantoran pun terlihat menjamur. 

Dari satelit Jakarta, perjalanan kereta api juga tetap terus dipadati warga yang ingin berkomuter. Namun protokol kesehatan yang ketat, yakni pemeriksaan suhu tubuh, calon penumpang mengenakan masker, hingga pada pembatasan transportasi bagi anak kecil dan warga usia lanjut, membuat antrean menjadi lebih lanjang dari biasanya. Dari pagi sampai menjelang siang, serta dari sore sampai datang malam, antrean masih mengular di beberapa stasiun utama. 

Situasi pelonggaran ini sebenarnya menimbulkan harap harap cemas bagi kita. Bagaimana tidak, pelonggaran dilakukan di tengah serbuan wabah covid 19 tetap tinggi. Agak nekat, kalau bisa dibilang. Belum lagi rencana pemprov untuk membuka kawasan wisata dan pertokoan, pekan depan. Kawasan wisata dibuka hanya akhir pekan. Di beberapa lokasi wisata alam di Jawa Barat malah sejak pekan lalu sudah diserbu warga. Seolah situasi normal.

Tidak! Kita harus menyadari, situasinya belum normal! Jauh dari normal malahan. Slogan 'new normal' yang digelar pemerintah sejak akhir Lebaran kemarin seharusnya masih berupa rencana. Belum saatnya dilaksanakan di tengah pandemi yang belum memiliki vaksin ini.  

Di Jakarta misalnya, pelonggaran dilakukan di tengah tren data pasien positif covid 19 tidak menunjukkan penurunan. Laju penderita positif harian di Jakarta tetap tinggi. Sampai kemarin ada 8.037 kasus positif covid 19 di Jakarta. Jumlah pasien dalam pemantauan masih 12.113 orang. Jumlah orang yang diawasi sudah mencapai 38 ribu orang lebih. 

Pada Senin penambahan kasus harian di Jakarta mencapai 96 orang. Sehari sebelumnya tercatat 160 orang. Sabtu pekan lalu mencapai 102 orang. Ini angka yang tinggi. Dan masalahnya: Angka rata-rata penderita covid 19 per hari di Jakarta lebih dari 80 orang per hari sejak Maret lalu, dan angka ini stabil. Tidak turun dalam tiga bulan terakhir!

Inilah fakta data yang jarang ditengok dan disadari oleh warga maupun para pengambil keputusan. Ini sebetulnya sinyal lampu merah bagi pemerintah pusat dan pemprov. Katakanlah Jakarta sebagai episentrum covid 19 dengan tingkat pengendalian terbaik dan layanan kesehatan terbaik saat ini. Namun tiga bulan ini belum mampu menurunkan angka laju penyebarannya sampai mendekati nol.

Apa argumen pembelaan pemerintah pusat dan pemprov terhadap angka rerata 80 orang per hari itu? Mengapa tidak menunggu saat angka rerata penderita menjadi di bawah 50 orang per hari? Atau kalau perlu 10 orang per hari, seperti yang sudah dialami beberapa provinsi. 

Jakarta dengan kelengkapan fasilitas kesehatan, sosialisasi masif covid, pengendalian sosial lebih awal, perangkat institusi dan aparat lebih siap justru memberi bukti belum berhasil mengendalikan covid 19 semaksimal mungkin. Bila DKI Jakarta adalah wajah negara dan pemerintah, maka kita bisa khawatir betul dengan situasi ini. 

Sehingga seharusnya publik bersikap tegas, menolak, menyayangkan kebijakan pelonggaran yang diambil pemerintah dalam hal ini. Pekan ini kita akan melihat apakah terjadi lonjakan penderita covid di Jakarta dan kota-kota lainnya. Lonjakan itu akan kemudian disertai oleh beban tambahan bagi fasilitas kesehatan dan tenaga kesehatan.

Dalam kondisi sekarang, tidak ada jalan lain kecuali terus menerus disiplin melawan covid 19. Disiplin kesehatan dan disiplin sosial bagi warga. Sementara pemerintah terus melakukan sosialisasi masif disertai contoh contoh riil dampak covid. Di samping itu pemerintah harus terus bergerak menjaga dampak ekonomi dan sosial covid kepada warga miskin dan warga miskin baru. Tanpa gerakan bersama disiplin dan waspada covid ini sukar bagi publik untuk segera lepas dari virus. n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat