ZIS Digital Nahdliyin memindai QR Barcode untuk pembayaran zakat, infak dan sedekah secara nontunai melalui Go-Pay. | Tahta Aidilla/Republika

Opini

Mengintensifkan E-Filantropi

Pengumpulan dana atau donasi melalui platform media sosial menemukan momentumnya.

MUHTADI, Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat Islam UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Hasil riset Yuni Rahnawati (2019) berjudul “E-filantropi: Studi Media Pergeseran Altruisme Islam Tradisional Menuju Filantropi Online Integratif” di Jurnal Komunika menarik untuk dicermati, terutama tentang perkembangan e-filantropi di Tanah Air.

Pengumpulan dana untuk keperluaan kegiatan kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat tidak lagi secara manual atau konvensional, misalnya, door to door, tetapi berpindah ke platform digital.

Penggunaan platform digital media sosial ini dampak dari perkembangan teknologi internet yang makin pesat. Facebook, Twitter, Instagram, Youtube, dan Whatsapp merupakan media yang baru untuk pengumpulan dan penyaluran donasi.

Pada era pandemi banyak lembaga maupun perorangan mengajak donasi untuk membantu mereka yang terdampak pandemi mulai pada level RT hingga nasional melalui platform media sosial tersebut.

Sebenarnya kegiatan e-filantropi sudah dilaksanakan lembaga filantropi di Indonesia sejak lama, tetapi pesat perkembangannya akibat dampak pandemi ini. Sebelum pandemi, e-filantropi belum begitu tren daripada pengumpulan dana secara konvensional.

 
Mengapa perlu dikelola profesional? Karena ada aspek-aspek penting memerlukan tangan tangan terampil agar kegiatan e-filantropi ini berkelanjutan. 
 

Misalnya, lembaga-lembaga zakat masih menyebar brosur atau mendirikan gerai-gerainya di pusat perbelanjaan. Hal ini mungkin masih dilakukan, yakni pengumpulan dana kemanusian secara manual karena belum dipaksa oleh keadaan.

Ketika pandemi Covid-19 melanda dunia, termasuk Indonesia, karena pergerakan manusia dibatasi beberapa lembaga pun mulai menyelenggarakan e-filantropi dalam pengumpulan dan menyalurkan dana untuk pembiayaan kegiatan kemanusiaan.

Pada konteks ini, pengumpulan dana atau donasi melalui platform media sosial menemukan momentumnya. Karena protokol kesehatan, phsyical distancing, pengumpulan donasi tidak lagi dapat dilaksanakan manual, tetapi melalui proses digitalisasi.

Ke depan, e-filantropi makin menjadi model pengumpulan donasi untuk kegiatan kemanusiaan, termasuk di dalamnya pemberdayaan masyarakat. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan e-filantropi.

Pertama, menumbuhkan kepercayaan donatur. Kepercayaan akan menguat jika dalam laman atau platform media sosial dipenuhi fitur yang memuat kegiatan kemanusiaan, pengembangan, dan pemberdayaan masyarakat secara nyata.

Misalnya, kegiatan sedekah air, donasi untuk marbot masjid, pemberian dana bergulir untuk mereka yang kurang beruntung tetapi ingin melakukan kegiatan usaha, ataupun pemberian beasiswa bagi anak-anak yatim dan tidak mampu.

Fitur perlu di-update dua pekan sekali dengan kegiatan-kegiatan kemanusiaan yang terbaru. Hal ini akan menambahkan kepercayaan publik untuk menjadi donatur tetap. Kedua manajemen e-filantropi yang profesional.

Pengelolaan program e-filantropi memerlukan sumber daya manusia yang terampil dari berbagai disiplin ilmu; ahli ICT, ahli sosiologi dan komunikasi, ahli agama, serta yang lainnya.

Mengapa perlu dikelola profesional? Karena ada aspek-aspek penting memerlukan tangan tangan terampil agar kegiatan e-filantropi ini berkelanjutan. Aspek manajemen ICT, digital social marketing, aspek promosi, penyaluran dana, pelaporan, dan lainnya.

 
Jejaring dengan tokoh masyarakat, pekerja sosial, ahli pemasaran digital, para relawan, dan lain akan menjadikan kegiatan e-filantropi memiliki kinerja tinggi. Misalnya, ajakan tokoh masyarakat untuk berdonasi pada platform digital.
 
 

Aspek-aspek ini tidak mungkin diserahkan kepada mereka yang sifatnya sukarela saja, tetapi memerlukan pengelolaan profesional sehingga hal itu dapat berjalan efektif untuk mendukung kegiatan atau program e-filantropi.

Ketiga, penciptaan jejaring stakeholder lain. Jejaring diperlukan demi memperkuat dalam pengumpulan dan penyaluran donasi. Karena tanpa kehadiran jejaring kegiatan e-filantropi ini akan terhambat.

Jejaring dengan tokoh masyarakat, pekerja sosial, ahli pemasaran digital, para relawan, dan lain akan menjadikan kegiatan e-filantropi memiliki kinerja tinggi. Misalnya, ajakan tokoh masyarakat untuk berdonasi pada platform digital.

Keempat, laman dibuat lebih menarik baik dari segi tampilan ataupun isinya. Sehingga banyak orang yang akan mengakses laman itu. Di sisi lain, laman menjadi media yang mudah dan praktis bagi siapa saja untuk menyalurkan donasinya.

Jika ada kerumitan dalam tata cara atau prosedur untuk berdonasi akan ditinggalkam mereka ingin menyumbangkan dananya. Keempat hal di atas merupakan faktor yang akan menunjang bagi kegiatan e-filantropi di Tanah Air.

Sehingga e-filantropi yang dilakukan berbagai lembaga kemanusiaan akan memiliki kinerja tinggi dan efektif dalam pengumpulan donasi dari masyarakat.

Sekali lagi, e-filantropi adalah model strategi pendanaan yang berbasis ICT dengan platform media sosial yang efektif, menembus batas dan luas, dan murah. Ini tentu saja hal positif bagi kegiatan atau program kemanusiaan dan pemberdayaan masyarakat.

Sebab, input pendanaan tak lagi menemukan hambatan berarti. e-filantropi adalah cara pengumpulan dana yang lebih diintensifkan lagi yang dapat dilakukan lembaga-lembaga yang mengelola program sosial untuk kaum yang kurang beruntung. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat