Ustaz Das'ad Latief | Republika

Hiwar

Ustaz Das'ad Latief, Fastabiqul Khairat Pasca-Ramadhan

Ustaz Das'ad mengajak kaum Muslimin memetik hikmah bulan Ramadhan.

Adanya Covid-19 menjadikan Ramadhan lalu terasa berbeda. Pandemi tersebut berdampak luas pada kehidupan masyarakat. Ustaz Das'ad Latief mengajak kaum Muslimin untuk memetik hikmah bulan suci lalu.

Menurut dai kondang asal Makassar, Sulawesi Selatan, itu, semangat berlomba-lomba dalam kebaikan (fastabiqul khairat) hendaknya tak kendur usai Ramadhan. Dengan begitu, solidaritas sosial akan terbangun baik di antara sesama umat Islam maupun warga bangsa.

 

 
Membentuk Kepekaan Sosial
(Suara Ust Das'ad Latief)
 

"Saya kira solusi Alquran ada, yaitu fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Inilah yang disebut punya solidaritas sosial," ujar Ustaz Das'ad.

 
Berlomba-lomba Dalam Kebaikan
(Suara Ust Das'ad Latief)
 

Di antara hikmah puasa Ramadhan, lanjut dosen Universitas Hasanuddin itu, ialah melatih rasa empati. Pada hari-hari biasa, umpamanya, orang yang berada mungkin luput dari merasakan bagaimana lapar dan dahaganya kaum miskin. Dengan menjalankan ibadah puasa, empati akan tumbuh antara si kaya dan miskin sehingga kepedulian sosial pun meningkat. "Makanya, berempati pasca-Ramadhan ini adalah, harus ikut merasakan beban kepedihan saudara-saudara kita," kata mubaligh yang juga pakar ilmu komunikasi itu.

Berikut wawancara lengkap wartawan Republika, Muhyiddin, bersama dengan Ustaz Das'ad Latief beberapa waktu lalu.

photo
Ust Dasad Latief - (Republika)

Menurut Anda, apa saja hikmah yang dapat dipetik dari Ramadhan tahun ini?

Hikmah yang pertama, dengan adanya wabah ini, kita bisa merapatkan ukhuwah. Buktinya, andai saja tidak ada wabah pada Ramadhan lalu, mungkin akan ada isu-isu pilkada (pemilihan kepala daerah), misalnya. Seperti yang kita tahu, isu pilkada itu sangat gampang memecah-belah kita.

Namun, alhamdulillah, denggan adanya wabah ini selama Ramadhan kemarin, tidak ada bahasa-bahasa pilkada. Kanada ratusan kabupaten/kota yang akan menggelar pilkada. Karena adanya wabah ini, pilkada dilupakan.

 
Merapatkan Ukuwah
(Suara Ust Das'ad Latief)
 

Andai saja tidak wabah, mungkin Ramadhan kemarin itu banyak para politikus yang memanfaatkan masjid, buka puasa bersama, dan lain-lain sebagainya untuk momen-momen politik-- yang mungkin bisa memecah persatuan kita.

Hikmah kedua, dengan wabah ini kita juga bisa lebih dekat dengan keluarga. Makanya, saya sendiri Ramadhan biasanya jarang di rumah. Puasa Ramadhan, lebih banyak berbuka puasa di kendaraan karena kejar banyak acara. Namun, tahun ini alhamdulillah bisa menikmati sajian istri, bisa tarawih dengan istri. Saya bisa melihat anak saya hafalkan Alquran dan hadis, dan lain-lain.

Ketiga, dengan wabah ini saya melihat kualitas ibadah kita juga bisa lebih meningkat. Saat ke kantor di bulan puasa sebelumnya, sepanjang perjalanan mungkin kita dihadapkan dengan aurat.

Lalu, setelah sampai kantor, bergosip. Namun, dengan wabah ini, kita berpuasa di rumah sehingga kualitas puasanya menjadi lebih baik. Minimal, tiga itulah hikmah atau sisi positif adanya wabah pada Ramadhan kali ini.

Dalam situasi pandemi, bagaimana cara meningkatkan empati terhadap sesama?

Saya kira solusi Alquran ada, yaitu fastabiqul khairat atau berlomba-lomba dalam kebaikan. Inilah yang disebut punya solidaritas sosial. Dan, tujuan puasa itu sebenarnya bukan hanya sekadar untuk menggugurkan kewajiban. Dari dulu kita sudah tahu, salah satu tujuan dari puasa adalah membentuk kepekaan sosial. Bukan cuma saleh secara pribadi, tetapi juga sosial.

Saat berpuasa, seharian kita tidak makan dan sudah merasa payah sertaletih. Bagaimana mereka-mereka yang tidak bisa makan di tengah pandemi ini? Makanya, berempati pasca- Ramadhan ini adalah, harus ikut merasakan beban kepedihan saudara-saudara kita.

Kita diikat sebagai bangsa Indonesia oleh sila ketiga, yaitu persatuan Indonesia. Persatuan itu artinya, satu sakit, maka yang lain harus ikut merasakan. Nah, dalam Pancasila juga diajarkan, keadilan sosial.

Karena itu, jangan sampai di tengah wabah ini ada orang yang kaya mendadak, memanfaatkan peluang usaha yang menghalalkan segala cara. Misalnya, menimbun masker, obat-obat antibodi, sehingga langsung harganya naik secara tidak rasional. Nah, sifat- sifat egoistis seperti itu harusnya tidak ada di tengah kita pasca-Ramadhan.

Bagaimana mewujudkan semangat fastabiqul khairat?

Nah, kita melihat bahwa satu orang sukses harus mampu mengamankan tetangganya. Saya yakin, orang-orang banyak yang mampu, misalnya, di suatu kompleks perumahan. Mereka mesti melihat orang-orang di luar kompleks. Mungkin, mereka bisa membantu yang dekat-dekat dahulu, seperti sopir atau orang- orang yang bekerja di rumah.

 

Tidak menutup kemungkinan, keluarga kita sendiri juga ada yang terdampak. Mereka pun harus dibantu juga. Sebab, darah itu boleh saudara, tetapi rezeki tidak bersaudara. Itu sebabnya, dalam Islam diajarkan, penerima zakat itu dibolehkan yakni keluarga yang tidak mampu, bahkan lebih utama.

Maka, fastabiqul khairat itu operasionalnya adalah membantu orang-orang yang berkesusahan. Misalnya, mereka bisa melihat, tetangganya yang gajinya cuma Rp 5 juta per bulan bisa membantu dua orang dalam sebulan. Lalu, mengapa mereka yang gajinya Rp 10 juta per bulan tidak bisa? Mestinya, mereka bisa lebih hebat dalam membantu. Nah, itu yang disebut berlomba-lomba dalam kebaikan.

Berlomba-lomba dalam kebaikan itu tidak selamanya harus materi. Misalnya, saya punya ilmu, maka saya ber-fastabiqul khairat dalam dakwah. Memberikan ceramah yang menyejukkan, membuat orang gembira. Sebab, kegembiraan juga bisa meningkatkan imunitas kita. Bagi mereka yang ahli di bidang herbal, ayo jangan pelit. Bikinlah video kecil tentang meningkatkan kualitas imun tubuh dengan memanfaatkan herbal yang ada di sekitar kita. Bagi ahli medis, mari mewakafkan ilmu yang dimiliki.

Jadi, sedekah tidak selalu dalam bentuk materi. Tergantung apa keahlian kita. Sedekah dengan ilmu, mari bagikan ilmunya. Sedekah dengan tenaga, mari menjadi relawan. Misalnya, kalau ada orang kaya bagi-bagi sembako, kita bantulah angkat-angkat. Sekecil apa pun kebaikan untuk menangani Covid-19 ini, ayo kita lakukan sesuai kompetensi dan kapasitas kita.

Sedekah dapat menolak bala, termasuk penyakit C ovid-19, benarkah demikian?

Sedekah
(Suara Ust Das'ad Latief)
 

 

 

Hakul yakin. Kata Nabi SAW, siapa yang ingin dipanjangkan umurnya, dimurahkan rezekinya, dan ditolak dari bencana, maka bersedekahlah. Kata Nabi SAW, ada enam sifat yang membuat umurmu jadi panjang dan engkau tertolak dari bencana. Satu di antaranya adalah bersedekah. Maka, untuk tertolak dari wabah ini, bisa tidak hanya menjaga kesehatan, jaga jarak, pakai masker, meningkatkan imunitas tubuh, cuci tangan, dan protokol lain-lain sesuai standar yang dianjurkan WHO (Badan Kesehatan Dunia). Kita bisa pakai juga anjuran Nabi SAW, yaitu sedekah untuk tolak bala ini.

Terkait situasi pandemi, apa pesan Anda untuk kaum Muslimin?

Saya kira, kalau orang Islam paham agama dengan baik, ini peralihan dari masjid ke rumah sebenarnya sudah selesai. Tidak perlu ada debat. Sebab, sudah nyata dalam syariat, yaitu kalau engkau melihat wabah, maka berlarilah, seperti halnya engkau melihat singa.

Jadi, kalau mengetahui ada wabah, jangan kau masuk dan jangan kau keluar. Istilahnya, lockdown. Itu sudah ada di hadis Nabi SAW. Jadi, tak perlu lagi didiskusikan atau dicemaskan.

 
Arif dan Bijak Dalam Menggunakan Media Sosial
(Suara Ust Das ad Latief)
 

Nah, mari kembalikan kepada yang ahli. Kalau pemerintah membuat keputusan masjid ditutup, berdasakan ahli medis, maka kita harus ikuti. Apalagi, sudah ada fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia).

Kecuali, kalau berada di zona hijau, mungkin enggak jadi masalah. Jadi, beribadah itu tidak harus semata-mata menggunakan pera saan semata, tetapi lebih pada kedalaman ilmu. Jangan sampai ghiroh keagamaannya bagus, tetapi tidak mendalami ilmu dengan bagus.

Dalam situasi sekarang ini, kita juga perlu menggalakkan terus fastabiqul khairat. Tidak harus bertemu langsung. Manfaatkan media-media sosial.

Saya kira, banyak sekali selama ini selebritas, public figure, selebgram, misalnya, yang memamerkan kekayaannya di medsos. Ya sudahlah, keluarkan sebagian (harta) itu untuk kepedulian.

Kalau Anda tidak bisa memban tu secara materi, buatlah konten-konten yang mencerdaskan masyarakat dalam menyikapi masalah wabah ini. Jangan menyebar kan konten-konten yang malah membuat orang jengkel. Buatlah konten yang menyejukkan, mendidik, dan melahirkan empati. ed:hasanul rizqa

 

Manfaat Ilmu Komunikasi untuk Dakwah

Ustaz Das'ad Latief tidak hanya menekuni dunia dakwah. Ia tercatat sebagai dosen tetap pada Universitas Hasanuddin (Unhas), Makassar, Sulawesi Selatan. Di kampus tersebut, peraih gelar doktor ilmu hukum Islam itu mengampu sejumlah matakuliah, seperti Metode Penelitian Sosial, Public Speaking dan Protokoler, serta Teknik Lobi, Negosiasi dan Presentasi. Ia juga membimbing penelitian para mahasiswa S-1 dan S-2, khususnya terkait studi komunikasi dan analisis media.

Menurut Ustaz Das'ad, ilmu-ilmu akademis berguna pula untuk meningkatkan kemampuan berdakwah. "Untuk dakwah dan ngajar ilmu komunikasi itu sejalan. Ibaratnya, ilmu komunikasi ini adalah teknik menjualnya, sedangkan materinya adalah pesan-pesan agama," ujar mubaligh kelahiran 21 Desember 1973 ini saat dihubungi Republika dari Jakarta, beberapa waktu lalu.

Sebagai doktor ilmu komunikasi, ia pun menyampakan pandangannya tentang manfaat ilmu komunikasi bagi seorang dai. Menurut dia, disiplin keilmuan ini sepatutnya dikuasai seorang penceramah. Dengan begitu, mubaligh akan piawai dalam mem pengaruhi pikiran, sikap, dan perilaku jamaah yang mendengarkan ceramahnya.

"Tujuan ilmu komunikasi kan ada tiga. Satu, mengubah pikiran. Dari yang tidak tahu menjadi tahu. Kedua, mengubah sikap. Dan, yang ketiga, mengubah perilaku," kata dia menjelaskan.

 
Buatlah Konten yang Menyenangkan Banyak Orang
(Suara Ust Das ad Latief)
 

Untuk itu, seoranG penceramah dapat menerapkan strategi-strategi yang sejalan dengan ilmu komunikasi. Misalnya, seorang dai harus bisa membujuk dan membuat jamaah merasa bahagia dengan apa yang disampaikannya. Artinya, aspek jenaka pun dapat menjadi bumbu ceramah. "Makanya, kalau saya ceramah itu juga sering membuat jamaah tertawa," ucapnya.

Dengan menyelipkan guyonan, seorang dai tak lantas disamakan dengan komedian. Sebab, menurut dia, guyonan yang disampaikannya bertujuan membuat jamaah menerima pesan-pesan agama Islam dengan baik.

"Yang penting, jamaah mau mendengarkan dakwah kita dulu. Kalau ceramahnya tentang neraka terus menerus, maka orang tidak akan mendengarkan. Jadi, dakwah itu perlu strategi. Maka, di jurusan saya juga ada matakuliah public speaking," ungkapnya.

Dengan berbekal ilmu komuni kasi, ceramah yang disampaikannya dapat diterima semua kalangan. Bahkan, Ustaz Das'ad menuturkan, tak sedikit orang non-Muslim yang mengaku senang terhadap konten-konten ceramah yang pernah di sam paikannya. Sebab, mereka antu sias terhadap guyonan yang terselip di sana.

Kendati demikian, Ustaz Das'ad menyadari, sebagian pihak mungkin saja kurang begitu senang dengan model ceramah yang dibawakannya. Bagaimanapun, ia meyakini, dalam berdakwah selalu ada orang-orang yang ingin menghalangi.

"Ada saja orang yang tidak setuju dengan saya. Tapi, bagi saya enggak jadi masalah. Jangankan saya, Nabi SAW saja tidak disenangi oleh Abu Jahal. Apalagi Das'ad Latif?" kata dia.

Dalam situasi pandemi ini, ia mengaku bersyukur lantaran masih dapat membagi waktu secara proporsional. Unhas telah memiliki mekanisme belajar jarak jauh, Sistem Kelola Pembelajaran (Sikola). Melalui aplikasi itu, aktivitas belajar-mengajar dapat dilakukan tanpa tatap muka. ed:hasanul rizqa

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat