Jurnalis mengambil gambar suasana kebakaran lahan gambut di Desa Peunaga Cut Ujong, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat, Aceh, Kamis (4/6). Kebakaran lahan gambut yang diduga akibat puntung rokok tersebut telah menghaguskan tiga hektare lahan milik warga setem | SYIFA YULINNAS/ANTARA FOTO

Tajuk

Waspadai Karhutla

Kita tentu tak ingin bencana karhutla seperti tahun lalu terulang.

 

Bencana nonalam pandemi Covid-19 yang berlangsung sejak awal Maret 2020 telah menguras energi bangsa Indonesia. Pandemi Covid-19 telah memukul berbagai lini kehidupan.

Roda ekonomi mendadak mandek. Hampir 3,7 juta orang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). Anak-anak belum bisa menikmati bangku sekolah. Namun, alhamdulillah, mulai kemarin tempat ibadah sudah mulai dibuka.

Berbagai upaya telah dilakukan pemerintah dan berbagai elemen untuk menghentikan laju penyebaran Covid-19. Tak tanggung-tanggung, untuk mengatasi penyebaran Covid-19, pemerintah harus merogoh anggaran hingga Rp 405,1 triliun. Saat ini, sejumlah pemda mulai menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi menuju era normal baru. Kita tentu sangat berharap pandemi Covid-19 ini segera berakhir.

Di tengah pandemi Covid-19 ini, pemerintah dan seluruh elemen masyarakat tak boleh lengah dengan ancaman bencana alam, terutama kebakaran lahan dan hutan (karhutla). Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau akan berlangsung pada Agustus 2020, tetapi kesiapan menghadapi ancaman karhutla harus dimulai sejak dini. Terlebih, ada sekitar 9,9 persen daerah zona musim akan memasuki puncak musim kemarau pada Juli, 18,7 persen pada September, dan 64,9 persen pada Agustus.

BMKG sudah menyampaikan peringatan agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah segera meningkatkan kewaspadaan dan antisipasi dini, karena ada sejumlah wilayah yang akan mengalami musim kemarau lebih kering dari normalnya. Daerah-daerah itu, antara lain sebagian Aceh, sebagian pesisir timur Sumatra Utara, sebagian Riau, Lampung bagian timur, Banten bagian selatan, sebagian Jawa Barat, Jawa Tengah bagian tengah dan utara, sebagian Jawa Timur, Bali bagian timur, NTB bagian timur, sebagian kecil NTT, Kalimantan Timur bagian tenggara, sebagian Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara bagian selatan, serta Maluku bagian barat dan tenggara.

photo
Petugas gabungan dari Polri, TNI, BPBD dan Masyarakat Peduli Api (MPA) Kota Pekanbaru berusaha memadamkan bara api yang membakar lahan gambut di Kecamatan Payung Sekaki, Pekanbaru, Riau, Senin (2/3). - (ANTARA FOTO)

Kita tentu tak ingin bencana karhutla seperti tahun lalu terulang. Berdasarkan data BNPB, karhutla pada 2019 adalah yang terluas dalam tiga tahun terakhir. Kerugian ekonomi yang disebabkan karhutla tahun lalu mencapai Rp 75 triliun. Total lahan yang terbakar mencapai 942.485 hektare, terdiri atas 269.777 hektare lahan gambut dan 672.708 hektare lahan mineral. 

Kewaspadaan dan antisipasi sejak dini terhadap ancaman karhutla harus segera dimulai. Terlebih, pada masa pandemi ini, menurut Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim (PPI) KLHK, Ruandha Agung Sugadirman, ada potensi peningkatan karhutla yang disebabkan oleh menurunnya kesejahteraan masyarakat dan PHK massal. Potensi ancaman ini tentu harus segera diatasi. Masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dan para pekerja industri yang terkait dengan kehutanan terdampak Covid-19 harus mendapat perhatian. Bantuan sosial untuk mereka yang tinggal di sekitar kawasan hutan harus segera disalurkan.

Selain itu, pemerintah juga harus mengalokasikan dana yang cukup untuk mengatasi bencana alam. Salah satunya, ancaman karhutla ini. Jangan sampai semua anggaran disalurkan kepada penanganan Covid-19 saja. Beberapa waktu lalu, Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Tri Handoko Seto mengatakan, di tengah kebijakan PSBB, titik panas (hotspot) tetap muncul. 

Kebijakan tiga kabupaten di Sumatra Selatan yang telah menetapkan status siaga karhutla 2020 patut diapresiasi. Kesiagaan ini penting dilakukan guna mengantisipasi bencana yang tak pernah absen ini. Ketiga kabupaten di “Bumi Sriwijaya” yang telah menerapkan siaga karhutla itu adalah Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Ilir, dan Lahat. Daerah-daerah lain yang tahun lalu juga mengalami karhutla sebaiknya sudah melakukan persiapan yang sama. 

BNPB telah menegaskan, 99 persen karhutla disebabkan oleh ulah manusia. Maka itu, penegakan hukum yang tanpa pandang bulu menjadi kunci untuk mencegah terjadinya karhutla. Selain itu, kesadaran masyarakat dan korporasi di industri kehutanan untuk bersama-sama melindungi lahan dan hutan juga sangat penting. Lebih baik mencegah daripada memadamkan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat