Ilustrasi karhutla di Riau | ANTARA FOTO

Nasional

Pandemi Covid-19 tak Hambat Karhutla

Karhutla mengancam kelestarian hutan di seluruh Indonesia

 

Di tengah pandemi covid-19 dan perayaan Idul Fitri 1441 Hijriyah, pemerintah masih dipusingkan dengan kebakaran hutan dan lahan (Karhutla). Salah satunya di Provinsi Riau. Sejak lama area tersebut sering menjadi target karhutla yang mengakibatkan area gambut dan lahan hijau di sana hangus dan tak lagi berfungsi untuk menghasilkan udara bersih.

Berdasarkan pengamatan Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), titik panas (hotspot) tetap ada. "Apakah di masa pandemi ini kemudian orang diam di rumah tidak membakar, kita tidak menjustifikasi itu tidak men-judge itu tapi yang terjadi itu ternyata tetap muncul hotspot maupun firespot yang dilaporkan," kata Kepala Balai Besar Teknologi Modifikasi Cuaca (BBTMC) Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Tri Handoko Seto beberapa waktu lalu.

Tim penanggulangan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), termasuk para Manggala Agni tetap bekerja di lapangan untuk memantau dan mencegah karhutla. Mereka tetap melaksanakan patroli menggunakan helikopter untuk memantau dari udara.

Memasuki musim kemarau dan menjelang puncak musim kemarau, operasi TMC kembali digelar selama periode 30 hari ke depan. Rinciannya, 15 hari pertama untuk wilayah Provinsi Riau serta sekitarnya, dan 15 hari selanjutnya untuk Provinsi Sumatra Selatan. Setelah itu, rencananya operasi TMC akan dilakukan untuk wilayah Kalimantan.

Saat musim kemarau, BBTMC mengeklaim terjadi penurunan tinggi muka air tanah (TMAT) gambut sehingga rentan terbakar saat dalam keadaan lahan gambut mulai mengering. Untuk mengantisipasi karhutla, maka tim TMC berupaya untuk menciptakan hujan buatan sehingga dapat membasahi lahan gambut dan mencegah kemunculan titik panas. 

Karhutla di Tanah Air paling tinggi terjadi pada 2015, cukup tinggi di 2019, dan diharapkan pada 2020 akan semakin menurun.Jadi, sasaran dari TMC adalah daerah-daerah yang memang mengalami penurunan tinggi muka air tanah gambut dan daerah yang berulang terbakar dan banyak titik panas. "Semoga kali ini bisa menekan terjadinya kemunculan hotspot dan firespot sebagaimana diarahkan ibu Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebelumnya bahwa jangan sampai pandemi COVID-19 yang mengganggu kehidupan masyarakat saat ini akan ditambah dengan bencana asap karhutla," tutur Seto.

 

Rekayasa hujan

Untuk mencegah karhutla, Pemerintah merekayasa hujan melalui Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC). Fungsinya  untuk membasahi gambut di wilayah Provinsi Riau, sehingga karhutla tak terjadi. "Tim tetap bekerja di hari raya dengan melakukan satu sorti penerbangan. Target penyemaian di Kabupaten Bengkalis, Siak dan Kepulauan Meranti, menghabiskan 800 kilogram garam NaCl," kata Direktur Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Basar Manullang.

TMC dilaksanakan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan bersama dengan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), TNI AU dan mitra kerja.Basar mengatakan rekayasa hujan tetap dilakukan karena dari rekomendasi BMKG dan BPPT, masih terdapat potensi awan hujan di atas wilayah langit Riau.

Jika pelaksanaan rekayasa hujan ditunda, jadwal pelaksanaan yang hanya 15 hari kerja, bisa bergeser lebih lama. Sementara untuk wilayah kerja lainnya sudah menunggu, yakni di Sumatra Selatan. "Tim tetap bekerja demi Merah Putih. Sebagaimana arahan Ibu Menteri pada kami, rekayasa hujan ini sangat penting, artinya guna membasahi gambut, mengisi kanal dan embung, karena sebentar lagi kita akan memasuki musim kering. Mudah-mudahan dengan upaya ini kita bisa mencegah kebakaran hutan dan lahan berskala besar," kata Basar.

Sejak dimulainya operasi TMC pada 13 Mei hingga 24 Mei, telah dilakukan 10 sorti penerbangan dengan total bahan semai NaCl 8 ton di wilayah Provinsi Riau. TMC berhasil menghasilkan hujan di wilayah Kota Pekanbaru, Siak, Kuala Kampar, Sei Pakning, Kandis, dan Sedinginan. "Sejak dimulainya operasi rekayasa hujan melalui TMC tanggal 14 Mei hingga 24 Mei tercatat total volume air hujan secara kumulatif diperkirakan mencapai 33,1 juta meter kubik," ujar Basar.

Berdasarkan prediksi BMKG, musim panas diprediksi mencapai puncaknya pada periode Juni hingga Agustus. Rekayasa hujan melalui TMC dilakukan KLHK karena melihat mayoritas Titik Pemantauan Tinggi Muka Air Tanah (TP-TMAT) lahan gambut di Provinsi Riau, telah menunjukkan pada level waspada. 

Rekayasa hujan yang dilakukan beberapa hari ini telah menambah tinggi muka air tanah gambut di Riau untuk mencegah terjadinya karhutla. Kalaupun masih terjadi, mudah-mudahan pasokan air ini cukup untuk mengisi embung dan kanal guna membantu tim darat melakukan pemadaman. “Kita sangat berharap jangan sampai ada karhutla di situasi masyarakat sedang mengalami bencana pandemi corona,” kata Basar.

KLHK memprioritaskan rekayasa hujan pada berbagai lokasi di provinsi-provinsi yang sangat rawan karhutla, seperti Riau, Jambi, dan Sumatera Selatan untuk wilayah Sumatera.Rekayasa hujan dilakukan dengan pesawat Casa A-2107 milik TNI AU yang membawa garam dan menyemainya di sekitar awan hujan dengan ketinggian sekitar 10.000-12.000 kaki.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat