Pedagang kulit ketupat menata dagangannya di Jalan Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Kamis (21/5/2020). Menurut pedagang menjelang perayaan Lebaran Idul Fitri 1441 H penjualan kulit ketupat menurun hingga 50 persen dari tahun sebelumnya akibat Pembatasan Sos | ASPRILLA DWI ADHA/ANTARA FOTO

Opini

Makna Idul Fitri di Masa Pandemi Covid-19

Idul Fitri di masa pandemi ini juga mengingatkan umat Islam untuk membangun kepedulian sosial.

Oleh Dr Much Hasan Darojat

Dosen Sekolah Tinggi Agama Islam Darunnajah (STAIDA) Jakarta

 

 

Ramadhan merupakan momentum yang sangat berharga untuk mendidik umat Islam. Pada bulan suci ini kaum Muslimin diwajibkan untuk berpuasa selama satu bulan penuh untuk mencapai ketakwaan yang akan diraih setelah tuntas menyelesaikannya. 

Ramadhan saat ini,  bersamaan dengan terjadinya pandemi Covid-19 yang telah melanda berbagai pelosok dunia. Menerpa lebih dari 200 negara. Dampak adanya pandemi ini menyebabkan banyak sektor yang terganggu dalam beraktifitas seperti pendidikan, ekonomi, sosial, perhubungan dan lain-lain. Banyak toko gulung tikar, pabrik-pabrik memberlakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), dan agen-agen travel terhenti. 

Orang-orang merasakan begitu berat tantangan yang ada di hadapan mereka saat ini.  Kita diuji dengan berbagai macam ujian sekaligus, yaitu melaksanakan kewajiban berpuasa, menghadapi kondisi pandemi Covid-19, dan tantangan dampak adanya pandemi di berbagai sektor. 

Pada pengujung Ramadhan ini, kita berharap setidaknya mampu memaknai ketuntasan kita dalam menyelesaikan salah satu ujian di atas dengan ditandai datangnya Idul Fitri, sehingga mampu menangkap pesan Ilahi di balik semua peristiwa yang terjadi di masa pandemi dengan mengambil hikmah yang ada.   

Makna Idul Fitri  

photo
Umat muslim melaksanakan sholat Idul Fitri 1441 H di Lapangan Perumahan Bojong Malaka Indah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Ahad (24/5). Pelaksanaan sholat Idul Fitri di kawasan tersebut menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker serta pengukuran suhu tubuh guna mengurangi resiko penyebaran Covid-19 - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Idul Fitri berasal dari kata bahasa Arab “id” (aada-ya’uudu) yang berarti kembali. Dalam kamus Mu’jam al-Wasith disebutkan kata fitri berasal dari kata “fathara” yang berarti ‘makan, menciptakan, dan menanamkan.’ Turunan kata ini menjadi bermacam-macam “fithrun” berarti makan, “fitrah” berarti ciptaan, asal penciptaan, dan karakter.

Pemakaian kata-kata ini disesuaikan dalam konteks yang sesuai. Kata Idul Fitri ini berarti ‘kembali makan’, berlawanan dengan kondisi puasa selama Ramadhan. Datangnya Idul Fitri membatalkan ibadah puasa sebagai tanda selesainya Bulan Ramadhan. Kita sebagai umat Islam dilarang berpuasa saat itu sebagai bentuk penghargaan umat Islam untuk melakukan kesyukuran dengan selesainya ibadah Ramadhan.

Puasa Ramadhan disamping akan menjadikan seseorang meraih tingkat ketakwaan, juga akan menjadikan diri seseorang terbebas dari dosa-dosa, seperti kondisi seorang yang bayi yang baru lahir.  Hal ini disebutkan di dalam Hadist yang diriwayatkan al-Tabrani “Sesungguhnya Allah Swt telah mewajibkan kalian berpuasa di bulan Ramadhan, dan mensunatkan shalat malam, maka barangsiapa yang berpuasa dengan penuh keimanan dan berserah diri, akan terbebas dari dosa-dosa bagaikan bayi yang dilahirkan dari rahim ibunya.”

Melimpahnya pahala di bulan suci Ramadhan memberikan kesempatan yang besar buat seorang Muslim untuk meraih cita-cita di atas. Dengan usaha yang maksimal mengerjakan amal shaleh selama bulan Ramadhan, insya Allah akan terbuka baginya kondisi sebagaimana digambarkan di dalam Hadits tersebut.  

Kata fitrah berarti kembali kepada  asal penciptaaan manusia. Hal ini merujuk kepada firman Allah Swt di Surat al-Rum: 30 yang berarti “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.”

Ayat ini menjelaskan perintah Allah Swt kepada manusia untuk berpegang kepada agama tauhid yaitu agama Islam. Hal ini sesuai dengan fitrah manusia yang diciptakan untuk mengikuti agama lurus di dalamnya terdapat Syariat yang menjadi jalan hidup manusia dan akan menyelamatkannya menuju keridhaan kepada Allah Swt.

Momentum Idul Fitri di masa pandemi ini setidaknya dapat mengarahkan manusia kepada hikmah yang mendorong untuk mencapai fitrah tersebut. Sehingga akan terbangun kekuatan spiritul dan emosional untuk siap bangkit dari keterpurukan akibat dampak yang muncul dari adanya wabah Covid 19.

Hadirnya Idul Fitri di masa pandemi juga memberikan kita hikmah untuk mampu memakai peristiwa yang menimpa jutaan manusia di berbagai belahan dunia. Apa yang terjadi tentu ada sebab yang melatarbelakangi. Tidak mungkin sebuah peristiwa terjadi tanpa ada sebab. Kita patut merenung bahwa manusia dianugrahi keilmuan dan kemampuan untuk melakukan sesuatu yang memberikan maslahat umat manusia. Bukan sebaliknya, memanfaatkan untuk suatu kepentingan tertentu dalam rangka meraih keuntungan sebesar-sebesarnya tanpa menghiraukan berbagai pihak yang dirugikan.

photo
Relawan Dewan Kemakmuran Masjid (DKM) Al Jihad menyemprotkan cairan antiseptik pembersih tangan kepada warga sebelum mengikuti sholat Idul Fitri 1441 H di Lapangan Perumahan Bojong Malaka Indah, Kecamatan Baleendah, Kabupaten Bandung, Ahad (24/5). Pelaksanaan sholat Idul Fitri di kawasan tersebut menerapkan protokol kesehatan seperti menjaga jarak dan memakai masker serta pengukuran suhu tubuh guna mengurangi resiko penyebaran Covid-19 - (ABDAN SYAKURA/REPUBLIKA)

Tidak heran, Allah Swt menegur umat manusia dengan menjadikan peristiwa pandemi sebagai peringatan dan ujian agar mampu mengambil pesan yang dikirim sehingga akan memperbaiki keadaaan yang ada dengan perubahan-perubahan yang positif untuk kepentingan bersama. Kita harus menyadari bahwa di dunia ada skenario di balik skenario. Manusia boleh merencanakan sesuatu, namun Allahlah yang akan menjadi Penentu. 

Idul Fitri merupakan momentum yang sangat berharga bagi umat Islam untuk menyambung silarurrahim bagi sanak saudara. Setelah melaksanakan ibadah puasa penuh di bulan suci Ramadhan, kita merasakan kesempurnaan kebahagian dengan bersilaturim kepada keluarga baik yang dekat maupun yang jauh dalam rangka untuk saling mendoakan dan memohon maaf. Dari sini akan terjalin hubungan kekeluargaan yang akrab dan membawa keberkahan.

Namun aktifitas ini,  di masa pandemi tidak bisa dilaksanakan sebagaimana yang diharapkan. Sebagian besar dari kita lebih cenderung untuk menutup diri di rumah dan menghindari untuk bertemu dengan orang lain dalam rangka menjaga diri dari wabah yang sedang berjalan. Tradisi mudik yang setiap tahun berjalan, nampaknya tahun ini perlu dihindari demi menjaga keluarga kita yang berada di daerah masing-masing. Akan tetapi nilai-nilai silaturrahim Idul Fitri tetap dijalankan meskipun dengan cara yang berbeda seperti saling menyapa, mendoakan, dan memaafkan.  Nampaknya kemaslahatan kesehatan bersama lebih penting dari sekedar untuk silaturrahim bersama. 

Makna Idul Fitri tahun ini mempertegas kepada kita pentingnya menguatkan institusi keluarga. Kondisi pandemi yang memaksa kita untuk tidak beraktifitas di luar rumah, menuntut para anggota keluarga mampu menjalankan peran masing-masing. Ayah sebagai kepala keluarga dapat menjalankan tugas yang sesuai dengan tugas dan kewajibannya. Meskipun ia harus melakukan pekerjaan dari rumah (WFH), bukan berarti tidak peduli dengan istri dan anak-anaknya.

Demikian pula ibu, sebagai wakil kepala rumah tangga agar mampu menjadi seseorang yang mendampingi suami membantu menjalankan peran untuk mendidik dan menjaga anak-anak. Mengarahkan mereka apa saja yang harus dilakukan selama beraktifitas di rumah. Membuat jadwal yang terarah berisi aktifitas yang positif dan kreatif sehingga tidak membosankan selama berada di rumah. Anak-anak yang masa pandemi itu di rumah akan merasa nyaman dengan jadwal yang terencana. Dari sini akan terbangun suasana yang bahagia,  nyaman, dan dinamis. Membangun kedekatan individu antara anggota keluarga dan tidak muncul masalah serius yang menyebabkan keretakan.   

 

 

Idul Fitri di masa pandemi ini juga mengingatkan umat Islam untuk membangun kepedulian sosial. Berapa banyak orang yang terdampak dengan persoalan ini menjadi korban PHK. Mereka kehilangan lapangan pekerjaan sementara tuntutan ekonomi tidak bisa ditoleransi. Kondisi ini mengundang rasa empati kita untuk membangun jiwa kepedulian membantu meringankan beban yang ada.

 

 
 

Momentum Idul Fitri ini kita bisa manfaatkan untuk memberikan bantuan berupa infak, zakat, dan sodaqah kepada mereka. Bisa jadi, diantara mereka yang biasanya tidak masuk dalam kriteria delapan kelompok penerima zakat; fakir, miskin, Amil, muallaf, budak, orang yang berhutang, orang yang dalam perjuangan agama, dan orang yang dalam perjalanan, saat masa pandemi status ekonomi mereka jatuh dan  menjadi salah satu kelompok ini. 

Bersedekah kepada orang yang memerlukan tidak harus menunggu kita kaya. Kondisi yang sulit dan berat tidak menjadikan kita egois dan tidak peduli untuk berinfak kepada orang lain. Seorang Muslim yang memiliki keterbatasan dalam harta, tidak berarti harus menjadi pelit atau kikir. Pada masa kelaparan dan kesulitan ekonomi diharapkan untuk rela bersedekah dan berinfak. Justru dengan kondisi inilah Allah Swt akan kagum dan sayang dengan hamba yang mau berkorban untuk memberikan apa yang mereka mampu dalam bentuk apapun. Sungguh sangat indah kita melihat mereka yang peduli kepada yang sedang dalam kesulitan. Darinya akan terjalin ukhuwah yang begitu erat. 

Idul Fitri pada masa pandemi juga menyadarkan kepada kita akan pentingnya mentaati seruan berbagai pihak. Beberapa Pemerintah daerah telah menetapkan status wilayah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Banyak pertimbangan menjadikan keputusan status ini diambil dalam rangka menjaga kemaslahatan kesehatan bersama. Penularan Virus Corona yang begitu masif, memaksa setiap individu untuk menjaga diri dengan berberapa protokol kesehatan; membatasi pergerakan dan penjagaan jarak fisik (physical distancing), memakai masker, dan cuci tangan secara teratur.

Selain itu, Majlis Ulama Indonesia (MUI) sebagai institusi resmi keagamaan juga telah memberikan himbauan untuk tetap melakukan aktifitas ibadah di rumah masing-masing baik selama bulan suci Ramadhan maupun kegiatan Shalat Idul Fitri. Hal yang sama juga disampaikan oleh Organisasi Masyarakat Nahdhatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah. Seruan mereka menyadarkan kepada kita pentingnya penyelesaikan masalah pandemi ini akan tuntas jika kita semua mengikuti arahan tersebut. Banyak pihak yang sudah mulai putus asa dengan adanya pemandangan orang-orang yang mengabaikan himbauan diatas yang akhirnya memunculkan opini gerakan “Indonesia Terserah.” Untuk itu, kita perlu sama-sama saling mengingatkan saudara-saudara kita dan menyadarkan konsekuensi dari kelalaian mengikuti protokol kesehatan di atas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat