Seorang warga Palestina terluka saat berunjuk rasa memeringati Perayaan Nakba ke-72 di Al Sawiya, Nablus, Tepi Barat. Jumat (15/5). Sedikitnya 20 warga Palestina dilukai prajurit Israel dalam aksi yang memeringati pengusiran warga Palestina dari tanah me | EPA-EFE/ALAA BADARNEH

Internasional

Dunia Kecam Pencaplokan Tepi Barat

Amnesty International mengutuk dukungan AS terhadap aneksasi Tepi Barat oleh Israel

NEW YORK -- Amnesty International mengutuk dukungan Amerika Serikat (AS) terhadap rencana Israel untuk mencaplok sebagian besar wilayah Tepi Barat yang diduduki. Menurut badan pengawas hak asasi manusia tersebut, dukungan AS sama saja dengan memberikan lampu hijau kepada otoritas Israel untuk terus melanggar hukum internasional. 

"Rencana semacam itu tidak akan mengubah kewajiban hukum Israel, sebagai kekuatan penjajah, di bawah hukum humaniter internasional dan hukum HAM internasional, atau mencabut Palestina dari perlindungan yang dijamin dalam kerangka hukum ini," ujar pernyataan Amnesty International, dilansir Middle East Monitor.

Amnesty International menyerukan kepada masyarakat internasional untuk menolak rencana Israel mencaplok wilayah Tepi Barat yang diduduki. Badan tersebut menegaskan kembali bahwa permukiman Israel yang dibangun di wilayah Tepi Barat adalah ilegal dan telah melanggar hukum internasional.

Pekan lalu, Menteri Luar Negeri AS, Mike Pompeo mengunjungi Israel untuk membicarakan masalah pencaplokan wilayah Tepi Barat yang diduduki. Dalam kunjungan selama beberapa jam itu, Pompeo menyatakan dukungan AS untuk rencana pencaplokan tersebut. Dia mengatakan, Israel akan memutuskan kapan mereka akan mulai mencaplok wilayah itu. 

photo
Seorang  arga Palestina adu mulut dengan prajurit Israel berunjuk rasa memeringati Perayaan Nakba ke-72  di Al Sawiya, Nablus, Tepi Barat. Jumat (15/5). - (EPA-EFE/ALAA BADARNEH)

Aneksasi atau pencaplokan wilayah Tepi Barat merupakan bagian dari rencana perdamaian Timur Tengah atau "kesepakatan abad ini" yang diumumkan oleh Presiden AS, Donald Trump pada Januari lalu. Dalam rencana perdamaian itu disebutkan bahwa Yerusalem sebagai ibu kota Israel yang tidak terbagi, dan mengakui kedaulatan Israel atas sebagian besar wilayah Tepi Barat yang diduduki. 

Rencana tersebut merupakan landasan untuk pembentukan negara Palestina dalam bentuk kepulauan yang dihubungkan oleh jembatan dan terowongan. Otoritas Palestina mengatakan bahwa di bawah rencana AS tersebut, Israel akan mencaplok 30-40 persen tanah dari Tepi Barat, termasuk semua bagian Yerusalem Timur. 

Uni Eropa juga akan melakukan upaya diplomatik untuk mencegah upaya Israel mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat tersebut. Tindakan demikian dianggap merupakan pelanggaran hukum internasional.

Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa Josep Borrell mengatakan pihaknya akan menggunakan semua kapasitas diplomatik untuk menghalau upaya pencaplokan Tepi Barat oleh Israel. “Apa yang semua orang sepakati adalah kita harus meningkatkan upaya kita dan menjangkau semua aktor yang relevan di Timur Tengah,” kata dia pada Jumat (15/5), dikutip laman Aljazirah.

Borrell menegaskan Uni Eropa siap melakukan hal tersebut. “Kami siap melakukan itu dan kami akan melakukan itu di hari-hari berikutnya menggunakan semua kapasitas diplomatik kami untuk mencegah segala bentuk tindakan sepihak,” ujarnya.

photo
Prajurit Israel mencoba menangkap seorang warga Palestina peserta unjuk rasa memeringati Perayaan Nakba ke-72  di Al Sawiya, Nablus, Tepi Barat. Jumat (15/5). - (EPAEPA-EFE/ALAA BADARNEH)

Nantinya Uni Eropa akan mendorong dialog yang melibatkan AS, Palestina, Israel, dan negara-negara Arab. Kendati demikian, beberapa negara anggota perhimpunan Benua Biru telah mendesak Uni Eropa mengambil tindakan tegas terhadap Israel. 

Menteri Luar Negeri Luksumburg Jean Asselborn, misalnya, mendesak agar langkah prospektif Israel mencaplok sebagian wilayah Tepi Barat dikutuk. “Jika Anda mencaplok wilayah yang tidak Anda miliki, itu merupakan pelanggaran serius hukum internasional,” ujarnya, seperti dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA

Dia pun menyerukan agar negara Palestina diakui. Sementara itu beberapa negara Eropa lainnya, mendesak agar Uni Eropa mengambil langkah yang lebih hati-hati seraya membuka dialog dengan Israel.

Menurut Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, upaya itu tengah dilakukan saat ini. “Kami sedang berdialog dengan pihak-pihak yang bertanggung jawab, termasuk di Israel. Kami selalu menegaskan bahwa kami berkomitmen pada tujuan solusi dua negara yang dinegosiasikan. Kami yakin pencaplokan tidak sesuai dengan hukum internasional,” kata Maas.

Pemerintahan koalisi Israel yang dipimpin Benjamin Netanyahu dan Benny Gantz telah sepakat membawa rencana pencaplokan Tepi Barat ke parlemen Israel (Knesset). Pemungutan suara di Knesset dijadwalkan dilakukan pada 1 Juli mendatang. Rencana aneksasi diyakini memperoleh banyak dukungan. 

Duta Besar AS untuk Israel David Friedman telah mengatakan negaranya siap mengakui kedaulatan Israel atas sebagian wilayah Tepi Barat jika pencaplokan dilakukan. Namun sebelum hal itu dilakukan, Israel harus memenuhi syarat-syarat yang termaktub dalam rencana perdamaian.

photo
Prajurit Israel menangkap seorang perempuan Palestina di Yabad, Jenin, Tepi Barat, pekan lalu. Penangkapan itu terkait tewasnya seorang tentara Israel akibat lemparan batu di wialayah tersebut. - (AP/Majdi Mohammed)

Sedangkan Raja Yordania Abdullah II memperingatkan, jika hal itu dilakukan, akan terjadi konflik besar antara negaranya dan Israel.  “Jika Israel benar-benar menganeksasi Tepi Barat pada bulan Juli, itu akan menyebabkan konflik besar-besaran dengan Kerajaan Hashemite Yordania," kata Raja Abdullah II dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Jerman Der Spiegel yang diterbitkan Jumat (15/5), dikutip laman Anadolu Agency. 

Selain itu, pencaplokan Tepi Barat akan memunculkan lebih banyak kelompok ekstremis. “Apa yang akan terjadi jika Otoritas Nasional Palestina runtuh? Akan ada lebih banyak kekacauan dan ekstremisme di wilayah ini,” ujar Raja Abdullah II, seperti dilaporkan NBC News.

Dia mengaku tak ingin membuat ancaman atau suasana perselisihan. “Tapi kami sedang mempertimbangkan semua opsi. Kami setuju dengan banyak negara di Eropa dan komunitas internasional bahwa hukum kekuatan tidak boleh diterapkan di Timur Tengah,” ucapnya. 

Penolakan seniman

Sementara itu, lebih dari 250 seniman dan penulis global, mendesak agar Israel mengentikan pengepungan terhadap Gaza di tengah pandemi virus korona. Menurut mereka, pengepungan itu dapat membuat situasi Palestina semakin buruk.

"Jauh sebelum pandemi Covid-19 mengancam sistem kesehatan yang sudah buruk di Gaza, PBB telah memperkirakan bahwa wilayah yang diblokade akan mati pada tahun 2020. Dengan pandemi ini, hampir dua juta penduduk Gaza yang sebagian besar adalah pengungsi, menghadapi ancaman mematikan," ujar pernyataan bersama para seniman dan penulis global tersebut, dilansir Aljazirah.

photo
Pejuang dari Brigade Ezz-Al Din Al Qassam, yang merupakan pasukan bersenjata dari gerakan Hamas Palestina, berpatroli sambil membagikan makanan dan air untuk puasa pada bulan suci Ramadhan di timur Kota Gaza, Jalur Gaza, Selasa (12/5). - (EPA-EFE / SABER MOHAMMED)

Ratusan seniman dan penulis tersebut menandatangani sebuah pernyataan bersama yang mengecam blokade Israel atas Jalur Gaza. Diantara seniman dan penulis yang ikut berpartisipasi dalam penandatanganan itu diantaranya penyair Taha Adnan, penulis asal Kanada, Naomi Klein,  sutradara Ken Loach dan aktor Viggo Mortensen.

Para seniman dan penulis tersebut menyatakan, sebelum pandemi virus korona rumah sakit di Gaza telah kekurangan sumber daya karena blokade Israel. Bahkan, sistem layanan kesehatan di Gaza tidak dapat mengatasi warganya yang terkena luka tembak akibat serangan Israel, sehingga mereka terpaksa diamputasi.

Laporan tentang kasus virus korona di Gaza telah membuat para seniman dan penulis tersebut prihatin. Oleh karena itu, mereka mendukung seruan Amnesty International untuk memberlakukan embargo terhadap militer Israel.

"Kami mendukung seruan Amnesty International pada semua pemerintah dunia untuk memberlakukan embargo militer terhadap Israel sampai negara itu sepenuhnya memenuhi kewajibannya berdasarkan hukum internasional," ujar pernyataan para seniman dan penulis.

Jalur Gaza telah berada di bawah blokade Israel sejak 2007, ketika kelompok Hamas mulai menguasai wilayah itu. Israel dan Hamas tercatat telah melakukan perang sebanyak tiga kali dan mencapai gencata senjata pada 2018 yang diperbarui setelah serangan beruntun tahun lalu. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat