Pengunjung mengamati kliping surat kabar kuno yang dipamerkan pada Festival Pers Nasional 2020 di Monumen Pers Nasional, Solo, Jawa Tengah, Jumat (14/2). | Maulana Surya/ANTARA FOTO

Kabar Utama

Pers Terancam, Hoaks Marak

LIPI menyimpulkan informasi tak kredibel hambat penanganan Covid-19.

 

JAKARTA – Kebutuhan akan informasi yang kredibel kian penting seiring kian maraknya hoaks yang beredar di masa pandemi. Terkait hal itu, penyelematan dunia pers untuk menjamin keberadaan informasi kredibel itu juga makin mendesak.

Sejauh ini, dampak perekonomian pandemi telah menghantam sejumlah media massa. Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dan LBH Pers menyatakan, pihaknya terus menerima aduan di Posko Pengaduan Wartawan  terdampak Covid-19. "Sampai tadi malam, ada 83 pengaduan," kata Direktur LBH Pers Ade Wahyudin saat dihubungi Republika, Jumat (15/5).

Ia menjelaskan, bentuk laporan yang diterima LBH Pers bermacam-macam. Mulai dari pemutusan hubungan kerja (PHK), penundaan atau pemotongan gaji, dan pekerja yang dirumahkan. Ade menilai hal ini mengkhawatirkan karena informasi akurat sangat dibutuhkan masyarakat di tengah krisis. Terlebih dengan peredaran hoaks yang kian marak.

Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kemenkominfo) mencatat, hingga pertangahan Mei terjaring 1.471 hoaks dan misinformasi yang dijaring dari empat platform, yaitu Facebook, Instagram, Twitter, dan Youtube. Sedangkan Mabes Polri mencatat pihaknya telah menangani 103 kasus hoaks terkait Covid-19. Konten //hoaks //tersebut paling banyak ditemukan di DKI Jakarta, yakni sebanyak 14 kasus dan sisanya tersebar di seantero negeri.

Pusat Penelitian Kependudukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengkategorikan bahwa maraknya hoaks dan berita-berita yang tidak kredibel jadi salah satu faktor penghambat penanganan Covid-19 di Indonesia. Peneliti Penduduk dan Lingkungan LIPI, Lengga Pradipta mengatakan, berita-berita bohong yang beredar di internet tersebut menyebabkan masyarakat merasa resah.

photo
Seorang pria membaca sebuah surat kabar di luar Rumah Sakit St Thomas di pusat London ketika Perdana Menteri Inggris Boris Johnson berada dalam perawatan intensif melawan virus corona di London, Selasa, 7 April 2020. - (AP)

Terutama informasi yang beredar di media sosial. "Di google banyak media yang kredibilitasnya belum tentu, tapi sudah membuat berita tentang Covid-19. Kemudian, di sosial media, ada berita-berita yang menjelaskan Covid-19 itu justru bikin saya jadi takut," kata Lengga menjelaskan.

Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta, Asnil Bambani mengatakan pihaknya masih terus mendata pengaduan dari jurnalis. Menurutnya, Senin pekan depan, pihaknya akan memberikan keterangan secara resmi terkait laporan yang diterima. AJI juga akan melakukan langkah untuk menindaklanjuti laporan ini.

Sebelumnya, perkumpulan jurnalis dan perusahaan media yang tergabung dalam Tim Media Task Force Sustainability mendorong negara untuk memberikan sejumlah insentif ekonomi untuk menopang daya hidup pers. Anggota Dewan Pers, Arif Zulkifli mengatakan permintaan insentif untuk menjaga salah satu pilar demokrasi di Indonesia. "Jadi bukan semata-mata pada kepentingan media saja, tapi pers yang sehat adalah pers yang tidak tumbang itu dibutuhkan dalam memberitakan informasi kepada publik," kata Arif. 

Sementara itu, jurnalis senior, Rikard Bagun mengatakan ekosistem demokrasi harus dijaga. Apabila ada satu mata rantai yang lemah akan mempengaruhi kehidupan yang lain. "Kalau mata rantai ini melemah atau putus, maka mata rantai yang lain tidak akan berfungsi. Jadi dalam ekosistem ini, media dan dunia industri sangat penting," kata Rikard.

Insentif tambahan

Terkait permohonan itu, pemerintah membuka kemungkinan memberikan insentif tambahan bagi perusahaan media selain keringanan pajak yang sebelumnya diberikan. Salah satu yang tengah direncanakan adalah bantuan pembayaran BPJS Ketenagakerjaan.

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan, insentif ini tidak ditujukan khusus pada satu sektor, melainkan seluruh sektor yang memang dinilai terdampak pandemi Covid-19 dan membutuhkan dukungan pemerintah.

Rencananya, kata dia, pemerintah akan memberikan subsidi dalam jumlah besar, sehingga beban terhadap perusahaan dan karyawan yang selama ini menanggung iuran akan berkurang. "Untuk BPJS  (Ketenagakerjaan), sejauh saya tahu, sudah akan ada policy 90 persen akan disubsidi pemerintah," ujar Yustinus ketika dihubungi Republika, Jumat (15/5).

Selain itu, Yustinus menambahkan, subsidi listrik untuk industri pun sudah ada wacana yang terus didiskusikan di kementerian terkait. Insentif ini diharapkan mampu mengurangi ongkos produksi banyak perusahaan.

Untuk harga kertas, Yustinus menyebutkan, belum semua aspek mendapatkan relaksasi. Saat ini, baru bea masuk untuk pabrik kertas saja yang menerima insentif. "Untuk insentif lain musti didiskusikan antar-institusi ya," katanya.  

Yustinus memastikan, industri media merupakan salah satu sektor yang mendapatkan perhatian pemerintah di tengah tekanan ekonomi akibat pandemi Covid-19. Hal ini terbukti dari masuknya sektor ini dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 44 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Covid-19.

Dalam regulasi tersebut, perusahaan media mendapatkan sejumlah insentif pajak. Di antaranya, Pajak Penghasilan (PPh) 21 karyawan yang ditanggung 100 persen oleh pemerintah, pembebasan PPh 22 impor, pengurangan PPh Pasal 25 sebesar 30 persen hingga percepatan restitusi.

Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate, memahami adanya permintaan dari perkumpulan jurnalis dan perusahaan media agar pemerintah memberikan insentif ekonomiuntuk keberlangsungan hidup pers. Johnny mengakui, pada masa pandemi Covid-19, industri media terkena dampak yang cukup besar dalam memproduksi informasi. 

"Permintaan insentif itu kita dapat pahami karena ada Covid-19 ya, itu karena tekanan macem-macem.Nah dalam rangka mengatasi tekanan itu, ya banyak kebijakan yang diambil oleh pemerintah," ujar Johnny saat dihubungi, Jumat (15/5).

Namun, kebijakan fiskal yang diambil pemerintah menyeluruh untuk semua sektor usaha ataupun industri, mulai dari kelenturan fiskal, insentif pajak, kredit usaha rakyat. Sehingga, tidak secara khusus, untuk sektor media semata.

Hal tersebutkarena tekanan pandemi Covid-19 tidak hanya menyasar perusahaan atau sektor usaha, tetapi juga penerimaan negara, baik penerimaan negara bukan pajak maupun pajak.

Karena itu juga, pemerintah sampai membuat kebijakan pelebaran defisit dari tiga persen ke lima persen untuk mengisi kekurangan penerimaan negara dan kebutuhan pembiayaan, termasuk insentif tersebut.

"Kalau semua minta semua bagaimana, tapi saya tidak bisa berkata atas nama menkeu, saya kasih gambaran bahwa pemerintah berusaha sekali sedapat mungkin untuk atasi masalah tekanan terhadap perekonomian ya dari sisi fiskal, dan itu dilaksanakan pemerintah termasuk pemberian insentif dan fiskal," ujarnya.

Politikus Partai Nasdem itumenyatakan,Kemenkominfo memahami betul permintaan, dan berupaya meneruskan permintaan tersebut kepada Kementerian Keuangan sebagai otoritas kebijakan fiskal.

"Kominfo kan bukan otoritas fiskal.Otoritas fiskal ada di Kemenkeu. Nah permintaan dari ekosistem dari perusahaan atau asosiasi sudah diteruskan Kominfo, dan menkeu sudah mengakomodasi yang bisa diberikan pemerintah dalam bentuk insentif seperti yang sudah disampaikan," ujarnya.

Sementaraitu, Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Nusa Tenggara Barat mengingatkan pentingnya peran pers dan lembaga penyiaran saat pandemi Covid-19, terutama dalam menyajikan informasi, sosialisasi, dan edukasi penanganan wabah tersebut di masyarakat."Para insan pers yang bertugas mencari informasi di lokasi pasien Covid-19 dan fasilitas kesehatan juga memiliki kerentanan terpapar," kata Ketua KPID NTB,Yusron Saudi, di Mataram, Jumat.

Ia menyebut ada risiko besar yang dihadapi jurnalis lembaga penyiaran, seperti televisi dan radio, saat meliput berita terkait Covid-19.Oleh sebab itu, KPID NTB telah mengeluarkan surat imbauan yang ditujukan kepada pimpinan lembaga penyiaran agar mengutamakan faktor kesehatan dan keselamatan jurnalis, mengurangi kontak langsung dengan narasumber, dan mengoptimalkan penggunaan media daring sebagai media utama komunikasi.

"Lembaga publik juga didorong mengeluarkan penjelasan resmi, baik dalam bentuk teks maupun video untuk konsumsi publik melalui media massa," ujar Yusron.Adapun peran lembaga penyiaran dalam penanganan pandemi Covid-19, menurutdia, harus mengambil peran sebagai media informasi dan edukasi. Radio dan televisi sebagai media arus utama dituntut memberikan informasi kredibel, terbaru, dan aktual.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat