Jamaah menunaikan shalat di Masjid Sang Cipta Rasa atau yang dikenal juga Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. | Republika/ Wihdan

Cahaya Ramadhan

Mempertahankan Tradisi Dlugdag

Tradisi Dlugdag sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati.

 

Pemukulan beduk terdengar dari Langgar Agung Keraton Kasepuhan Cirebon. Pemukulan beduk yang disebut sebagai tradisi Dlugdlag ini dilakukan oleh Sultan Sepuh XIV, PRA Arief Natadiningrat. 

Hal itu sebagai tradisi di Kasepuhan Cirebon ketika menyambut bulan suci Ramadhan. Biasanya Dlugdlag dilakukan seusai shalat Ashar pada hari terakhir bulan Syaban. Pemukulan beduk itu menandai masuknya bulan Ramadhan pada keesokan harinya.

Selama beberapa menit, Sultan menabuh beduk yang berusia ratusan tahun itu dengan irama teratur. Selanjutnya, pemukulan beduk dilanjutkan oleh wargi dan kaum langgar secara bergantian selama kurang lebih satu jam.

Namun, ada yang berbeda dalam tradisi turun-temurun sejak masa Sunan Gunung Jati itu akibat pandemi Covid-19. Biasanya pemukulan beduk diawali dengan shalat Ashar berjamaah terlebih dahulu. Namun, kali ini, pemukulan beduk tidak diawali dengan shalat Ashar berjamaah.

Tak hanya itu, sultan bersama wargi dan kaum langgar yang hadir juga mengenakan masker. Mereka pun menjaga jarak satu sama lain.

"Alhamdulillah, di tengah pandemik Covid-19, tradisi Dlugdag tetap bisa kita laksanakan karena tidak mengumpulkan banyak massa dalam pelaksanaannya," kata Sultan Sepuh di Cirebon, baru-baru ini.

 
Tradisi Dlugdag sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati.
 
 

Tradisi Dlugdag sudah ada sejak zaman Sunan Gunung Jati. Saat itu, belum ada radio, televisi, atau pengeras suara sehingga beduk menjadi alat komunikasi dan tanda pengumuman kepada khalayak. Meski saat ini teknologi sudah maju, tradisi Dlugdag tetap dipertahankan di Keraton Kasepuhan.

Sepintas, menabuh beduk dalam tradisi Dlugdag terlihat mudah. Namun, kenyataannya, tidak semua orang bisa menabuhnya. Sebab, walau tak diiringi nyanyian, alunan nada dari tabuhan beduk itu memiliki syair tersendiri. 

Jika dinyanyikan, syairnya akan berbunyi dug liwet deng-deng gudel, gede cilik pata ngeter. Artinya, segera masak nasi untuk bersahur (dug liwet) dan orang dewasa serta anak-anak harus membayar zakat 2,5 kilogram (gede cilik pata ngeter).

Berbeda dengan tradisi Dlugdag yang tetap dipertahankan, sejumlah tradisi lainnya yang biasa digelar di Keraton Kasepuhan Cirebon terpaksa ditiadakan. Hal itu demi memutus mata rantai penularan Covid-19.

photo
Masjid Agung Kasepuhan Cirebon. Jamaah menunaikan shalat di Masjid Sang Cipta Rasa atau yang dikenal juga Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu - (Republika/ Wihdan)

Dia berharap umat Islam bisa melaksanakan ibadah puasa di bulan Ramadhan. "Diberi kekuatan, kesabaran, kesehatan, dan amal ibadah kita diterima Allah SWT," kata Sultan Sepuh. 

Menurut Sultan Sepuh, sejumlah tradisi Ramadhan di Keraton Kasepuhan yang ditiadakan, yakni shalat Tarawih berjamaah dan buka puasa bersama anak yatim, wargi, dan abdi dalem keraton.

Selain itu, saji maleman bersama ibu-ibu juga ditiadakan. Untuk Ramadhan kali ini, saji maleman hanya dibuat oleh ibu suri dan permaisuri sultan. "Beberapa tradisi itu tidak bisa kita laksanakan akibat pandemik Covid-19," kata Sultan Sepuh.

photo
Mutiara Ramadhan - (Republika)

Meski demikian, sejumlah tradisi Ramadhan lainnya masih ada yang tetap dilaksanakan. Hal itu karena tradisi-tradisi tersebut tidak melibatkan massa dalam jumlah banyak.

Selain tradisi Dlugdag, ada juga aktivitas tadarusan di langgar alit maupun khataman di langgar alit. Tak hanya itu, tradisi mengirim gerbong maleman ke Gunung Jati juga tetap dilaksanakan.

Saat Idul Fitri mendatang, shalat Idul Fitri di keraton tersebut juga ditiadakan. Begitu pula dengan open house silaturahim Sultan Sepuh bersama dengan para wargi, abdi dalem, dan masyarakat pada Lebaran kali ini juga ditiadakan. Selain itu, Keraton Kasepuhan juga meniadakan haul Sultan Sepuh XIII, yang rencananya akan diadakan pada 30 April 2020.

photo
Warga melintas di bagian depan Masjid Sang Cipta Rasa atau yang dikenal juga Masjid Agung Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, beberapa waktu lalu. Masjid tertua di Cirebon ini dibangun sekitar tahun 1480 M atau semasa dengan Wali Songo menyebarkan agama Islam di tanah Jawa - (Republika/ Wihdan)

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Mutiara Ramadhan

Sesungguhnya di dalam surga ada satu pintu yang disebut dengan Ar-Rayyan, yang pada Hari Kiamat orang-orang yang berpuasa masuk ke surga melalui pintu tersebut... HR ALBUKHARI No.1896

HIKMAH RAMADHAN

Image

Memahami Makna Ramadhan

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.
Oleh

Ramadhan hadir untuk membakar dosa-dosa para hamba Allah.