Dirut PLN Zulkifli Zaini | Wihdan Hidayat /Republika

Ekonomi

Potensi Kerugian PLN Dampak Korona Bisa Rp 44 Triliun

PLN tak mampu menanggung beban pelanggan nonsubsidi.

 

JAKARTA — PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN memprediksi hingga akhir tahun tidak akan membukukan laba jika wabah Covid-19 belum berakhir. Perusahaan pelat merah tersebut berpotensi merugi sampai Rp 44 triliun.

Direktur Utama PLN Zulkifli Zaini mengatakan, akibat Covid-19 terjadi penurunan konsumsi listrik di bagian Jawa dan Bali mencapai 9,7 persen. Padahal, wilayah ini merupakan tulang punggung reveneu perusahaan yang mencapai 72 persen dari keseluruhan pendapatan.

"Hal ini berdampak pada target pendapatan kami. Maka dari itu, kami juga sudah mengajukan revisi rencana kerja dan anggaran perusahaan (RKAP) pada seluruh pemegang saham," kata Zulkifli saat rapat daring bersama Komisi VII DPR RI di Jakarta, Rabu (21/4).

Zulkifli menjelaskan, penjualan listrik ditargetkan sebesar Rp 256,7 triliun di RKAP PLN 2020. Dengan adanya penurunan tersebut, PLN mengajukan revisi RKAP pada pemilik saham dengan target penjualan sebesar Rp 221,5 triliun.

Selain itu, untuk pendapatan bisnis, termasuk dengan memasukkan subsidi dalam RKAP tahun ini, ditargetkan sebesar Rp 301 triliun. Dengan adanya penurunan permintaan listrik, pendapatan PLN menjadi Rp 257 triliun. 

Artinya, ada potensi kehilangan pendapatan sebesar Rp 44 triliun. Lebih lanjut, Zulkifli menambahkan, setiap penurunan satu persen permintaan, dampak ke penurunan pendapatan sebesar Rp2,8 triliun. "Sehingga selisih terdapat penurunan Rp 44 triliun. Itu terjadi akibat penurunan penjualan kami," ujar Zulkilfi.

Pada kesempatan yang sama, Zulfikli mengatakan, PLN berharap pemerintah bisa membayarkan janji kompensasi tarif listrik yang sejak 2018 belum diberikan senilai Rp 48 triliun. Utang pemerintah tersebut berasal dari kompensasi yang merupakan kewajiban pemerintah yang memutuskan untuk subsidi listrik. 

“Utang pemerintah ke kami itu merupakan utang kompensasi. Perinciannya, Rp 23 triliun itu utang kompensasi tahun 2018 dan Rp 25 triliun itu utang tahun 2019. Namun, yang 2019 itu masih proses audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),” kata Zulkilfi.

Menurut Zulkilfi, PLN saat ini sedang menyiapkan permohonan agar piutang tersebut dapat segera dibayarkan. Pihaknya berharap, pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN), dan Kementerian Keuangan berkoordinasi supaya piutang tersebut segera dibayarkan kepada PLN. 

photo
Sugeng Suparwoto (Republika / Tahta Aidilla)

Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto mendorong agar pemerintah untuk segera menyelesaikan pembayaran kompensasi tersebut kepada PLN. Mengingat kondisi keuangan PLN ikut 'demam' akibat pandemi Covid-19 karena pendapatannya berpotensi turun akibat anjloknnya penjualan di sektor industri dan bisnis. 

 

 

Beban PLN makin berat karena harus membayar kewajiban utangnya dalam bentuk valuta asing (valas) di tengah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Belum lagi, PLN juga harus menalangi dulu pemberian insentif bagi pelanggan 450 volt ampere (VA) dan 900 VA bersubsidi sekitar Rp 3,4 triliun sehingga pendapatan perusahaan berpotensi terkoreksi cukup lebar tahun ini. 

 

 
 

 

Listrik nonsubsidi

photo
Ilustrasi petugas mengontrol listrik - (republika)

PLN memastikan perusahaan tidak akan mampu menanggung subsidi dan insentif untuk para pelanggan rumah tangga yang nonsubsidi. Sebab, kebutuhan dana untuk bisa menopang kelompok 900 VA nonsubsidi dan 1.300 VA bisa mencapai Rp 16,9 triliun.

Kebutuhan dana yang tak sedikit tersebut didapat dari jumlah pelanggan 900 VA yang mencapai 22,7 juta pelanggan. Padahal, tagihan listrik kelompok ini mencapai Rp 143 ribu per pelanggan per bulan. Sedangkan, kelompok 1.300 VA ada 11,7 juta pelanggan yang tagihan listriknya mencapai Rp 221 ribu per pelanggan per bulan.

"Jadi, kalau ada rencana insentif untuk dua golongan ini, kita harus siapkan 16,9 triliun per bulan. Jadi, itu yang barang tentu di luar kemampuan PLN untuk bisa melaksanakan hal itu. Hanya pemerintah yang bisa melaksanakan itu," kata Zulkifli.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat