Suasana Rapat Paripurna DPR Pembukaan Masa Persidangan III Tahun Sidang 2019-2020 di Kompleks Parlemen, Senayan, Senin (30/3/2020). | Rivan Awal Lingga/ANTARA FOTO

Nasional

Dana Pilkada untuk Covid-19

Pemerintah diminta memastikan ketersediaan anggaran saat pilkada dilanjutkan.

 

JAKARTA—Setelah disepakati penundaan Pilkada 2020, pemerintah akan melakukan realokasi anggaran pilkada agar dapat digunakan menangani pandemi Covid-19. Dana pilkada yang sudah dianggarkan, tetapi belum terpakai dapat ditarik kembali oleh kepala daerah untuk mendukung penanganan wabah korona di daerah masing-masing.

Namun, realokasi dana Pilkada 2020 ini membutuhkan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri). Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pramono Ubaid Tanthowi mengatakan, realokasi anggaran ini akan diatur Permendagri. "Kemarin, arahnya, akan diatur dengan Peraturan Mendagri. Karena penganggaran pilkada memang selama ini juga diatur dengan Permendagri. Kalau soal standar biaya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan," ujar Pramono kepada Republika, Selasa (31/3).

Ia menjelaskan, setidaknya ada tiga hal yang akan diatur dalam Permendagri tersebut. Pertama, status anggaran yang sudah digunakan. Kedua, prosedur pengembalian anggaran pilkada ke pemerintah daerah (pemda). Ketiga, kewajiban pemda untuk mengalokasikan kembali anggaran pilkada di tahun anggaran 2021. Menurutnya, semua biaya yang sudah dikeluarkan penyelenggara pemilu harus dibuat laporan pertanggungjawaban. Sementara, anggaran yang belum dikeluarkan bisa ditarik kembali oleh pemda masing-masing.

Dalam Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang sudah ditandatangani antara KPU dan pemda, total anggaran yang sudah disetujui sekitar Rp 9,8 triliun. Jumlah itu merupakan kesepakatan NPHD antara KPU daerah dengan 265 daerah penyelenggara Pilkada 2020. 

Sementara, untuk anggaran pengamanan, Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) Jenderal Polisi Idham Azis mengatakan, kemungkinan bisa merealokasikan anggaran sebesar Rp 34 miliar. Jumlah itu dapat digunakan untuk membantu pemerintah menangani pandemi Covid-19 jika pilkada sudah diputuskan secara resmi ditunda.

“Ada kita memang Disops Rp 34 miliar, kalau memang nantinya pilkada ini ditunda, nah ini mungkin bisa kita alihkan untuk masalah penanganan Covid-19,” kata Idham dalam rapat dengar pendapat virtual dengan Komisi III DPR RI yang disiarkan dalam jaringan //Youtube// DPR RI, Selasa.

Idham mengaku, baru mendengar rencana penundaan Pilkada 2020 yang diputuskan pada Selasa (31/3). Ia mengatakan, dalam rapat terbatas (ratas) kabinet pada Senin (30/3) kemarin, penundaan Pilkada 2020 baru sekadar wacana. “Karena Menteri Dalam Negeri (Tito Karnavian) langsung berangkat rapat di Komisi II (DPR RI), kami sendiri belum dengar. Namun, anggaran Pilkada itu adanya di Kemda (Kementerian Dalam Negeri),” tutur Idham.

Kepastian 

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengingatkan agar pemerintah memastikan ketersediaan anggaran ketika pilkada dilanjutkan setelah dilakukan realokasi. Anggota Bawaslu Mohammad Afifuddin menuturkan, penyelenggara pemilu bersepakat adanya realokasi anggaran pilkada untuk Covid-19, tetapi harus dipastikan juga ketersediaan dana saat pilkada dilanjutkan.

"Kita setuju alasan kemanusiaan itu bisa dilakukan. Tapi, dalam konteks lanjutan tahapan ketika akan kita lakukan juga membutuhkan kepastian anggaran dana tersebut," ujarnya, Selasa.

Di sisi lain, dampak-dampak pengalihan alokasi anggaran masing-masing pemerintah daerah harus dipikirkan. Menurut Afif, penyelenggara pemilu harus dilibatkan untuk berkoordinasi dengan Kemendagri dalam realokasi dana pilkada ini. Sehingga, ada pengaturan yang komprehensif tentang waktu penundaan pilkada dan dampaknya terhadap biaya pilkada.

Bawaslu juga meminta pemerintah memikirkan personel penyelenggara ad hoc ketika pilkada ditunda dalam jangka waktu yang lama. Penundaan tahapan pilkada saat ini sudah membuat berhentinya aktivitas pilkada sehingga tak ada yang bisa dilakukan ad hoc. Afif menuturkan, hal di atas juga perlu menjadi pertimbangan penyusunan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pilkada.

Selain perubahan terhadap waktu pemungutan suara Pilkada 2020. "Itu menjadi hal-hal yang menjadi pertimbangan ketika penyusunan Perppu sehingga cara kita menyelesaikan situasi darurat ini dalam konteks yang holistik, menyeluruh, tidak terpatah-patah," tegas Afif. 

Plt Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kemendagri Mochamad Ardian mengatakan, realokasi dana Pilkada 2020 perlu simulasi penundaan pilkada. Berbagai skenario masih harus disimulasikan KPU. "Skenarionya masih harus disimulasi oleh KPU. Namun, jika sudah final, baru kebijakan penganggaran akan mengikuti," ujar Ardian saat dikonfirmasi Republika, Selasa (31/3).

Ia mengatakan, keputusan realokasi dana pilkada belum final. Sehingga, ia tidak menjelaskan lebih detail dana pilkada mana yang harus dialihkan alokasinya. Apakah dana dalam kesepakatan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) yang belum dicairkan atau setiap dana pilkada yang belum terpakai. Menurut Ardian, Kemendagri menunggu skenario yang disusun KPU terlebih dahulu. n

Anggaran NPHD

KPU: sekitar Rp 9,8 triliun

Bawaslu: sekitar Rp 5 triliun

Pengamanan: Rp 34 miliar

Sumber: Pusat data Republika

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat