Peziarah menggunakan masker saat berada di TPU Pondok Ranggo, Jakarta Timur, Sabtu (21/3/2020). | ANTARA FOTO

Khazanah

Muhammadiyah: Korban Covid-19 Syahid

 

JAKARTA -- Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah menerbitkan Surat Edaran tentang Tuntunan Ibadah dalam Kondisi Darurat Covid-19. Salah satu poin dalam maklumat tersebut dinyatakan, pasien terinfeksi virus korona (Covid-19) yang meninggal dunia dan sebelumnya telah berikhtiar dengan penuh keimanan untuk mencegah dan atau mengobatinya maka mendapat pahala seperti pahala orang mati syahid.

"Hal ini sebagaimana dijelaskan dalam hadis Nabi SAW ketika suatu hari pernah ada wabah penyakit yang menular dan mematikan (al-tha'un). Korban wabah penyakit yang bertawakal dan berbaik sangka kepada Allah akan mendapatkan pahala syahid," demikian dinyatakan dalam surat edaran yang salinannya diterima Republika, Kamis (26/3).

Muhammadiyah juga menilai, usaha aktif mencegah penularan Covid-19 merupakan bentuk ibadah bernilai jihad. Sebaliknya, tindakan sengaja yang membawa pada risiko penularan merupakan tindakan buruk atau zalim.

Upaya pengobatan sebagai bentuk ikhtiar wajib dilakukan. Karena itu, para ahli termasuk dalam hal ini pemerintah wajib menyelenggarakan upaya tersebut sekaligus menyediakan segala keperluan yang berkaitan dengannya.

Muhammadiyah dalam maklumat itu juga menegaskan, shalat lima waktu merupakan kewajiban agama yang harus dikerjakan dalam segala kondisi, termasuk ketika kegiatan aktivitas ibadah di masjid ditiadakan atau ditutup untuk sementara.

Dalam kondisi mewabahnya Covid-19 seperti sekarang dan yang mengharuskan adanya social distancing, shalat lima waktu dapat dilaksanakan di rumah masing-masing. Karena itu, tidak perlu dilaksanakan ibadah berjamaah di masjid, mushala, dan sejenisnya yang melibatkan konsentrasi banyak orang guna terhindar dari mudarat penularan Covid-19.

Sementara, orang yang karena profesinya dituntut berada di luar rumah, pelaksanaan shalatnya tetap memperhatikan jarak aman dan kebersihan sesuai dengan protokol kesehatan.

Bagi para petugas kesehatan, apabila keadaan amat menuntut bekerja terus-menerus memberikan layanan medis yang sangat mendesak, mereka dapat menjamak shalatnya, tetapi tidak mengqasar apabila tidak musafir.

Mengenai shalat Jumat, Muhammadiyah menegaskan, diganti dengan salat Zhuhur empat rakaat di rumah masing-masing. Sementara, azan sebagai penanda masuknya waktu shalat tetap dikumandangkan pada setiap awal waktu shalat wajib dengan mengganti kalimat "hayya 'ala-shalah" dengan "shallu fi rihalikum" atau lainnya sesuai dengan tuntunan syariat.

Apabila hingga Ramadhan dan Syawal mendatang, wabah Covid-19 tidak mengalami penurunan, Muhammadiyah memberi beberapa tuntunan, antara lain, shalat Tarawih dilakukan di rumah masing-masing dan takmir tidak perlu menyelenggarakan shalat berjamaah di masjid, mushala, dan sejenisnya, termasuk kegiatan Ramadhan yang lain, seperti ceramah-ceramah, tadarus berjamaah, iktikaf, dan kegiatan berjamaah lainnya.

Puasa Ramadhan tetap dilakukan kecuali bagi orang yang sakit dan yang kondisi kekebalan tubuhnya tidak baik dan wajib menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat.

Untuk menjaga kekebalan tubuh, puasa Ramadhan dapat ditinggalkan oleh tenaga kesehatan yang sedang bertugas dan menggantinya sesuai dengan tuntunan syariat.

Mengenai shalat Idul Fitri, Muhammadiyah menekankan bahwa shalat di hari raya tersebut merupakan sunah muakadah dan merupakan syiar agama yang amat penting. Namun, apabila pada awal Syawal 1441 H mendatang tersebarnya Covid-19 belum mereda, shalat Idul Fitri dan seluruh rangkaiannya, seperti mudik, pawai takbir, halalbihalal, dan lain sebagainya tidak perlu diselenggarakan.

Namun, apabila berdasarkan ketentuan pihak berwenang, Covid-19 sudah mereda dan dapat dilakukan konsentrasi banyak orang maka dapat dilaksanakan dengan tetap memperhatikan petunjuk dan ketentuan yang dikeluarkan pihak berwenang mengenai hal itu.

Dalam surat edaran yang ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto tersebut, diterangkan pula tentang perawatan jenazah pasien Covid-19 sejak meninggal dunia sampai dikuburkan. Dalam hal ini, Muhammadiyah menyatakan, perawatan jenazah sejak meninggal dunia sampai dikuburkan dilakukan sesuai dengan standar protokol kesehatan yang dikeluarkan pihak berwenang.

Apabila dipandang darurat dan mendesak, jenazah dapat dimakamkan tanpa dimandikan dan dikafani. Hal ini untuk menghindarkan tenaga penyelenggara jenazah dari paparan Covid-19. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan asas-asas hukum syariah bahwa Allah tidak membebani hamba-Nya kecuali sejauh yang mampu dilakukannya.

"Kewajiban memandikan dan mengafani jenazah adalah hukum kondisi normal sedangkan dalam kondisi tidak normal dapat diberlakukan hukum darurat," demikian Muhammadiyah dalam maklumat tersebut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat