Warga berdiri di depan karangan bunga dukungan untuk tenaga medis dan staf Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso di Jakarta, Sabtu (21/3/2020). | ANTARA

Kabar Utama

Duka Bangsa untuk Para Pahlawan

Para dokter meminta transparansi terkait data rekan mereka yang terdampak Covid-19.

 

Wajah tiga orang dokter mendadak ramai beredar di jagat maya, kemarin. Ketiganya dikabarkan gugur dalam upaya mereka menangani pasien positif Covid-19. Dua di antaranya sempat dirawat di RSUP Persahabatan, Jakarta, dan seorang mengembuskan napas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto. 

Sontak belasungkawa mengalir untuk kepulangan mereka. “Tetangga saya satu RW. Ya Allah, orangnya rajin shalat jamaah sama anak-anaknya di Masjid Kodam. Semoga beliau husnul khatimah …,” tulis salah seorang warganet di akun Instagram resmi Republika, kemarin. Komentar-komentar dukacita serupa juga dilayangkan berlaksa-laksa warganet, kemarin. 

Meski belum mengungkapkan identitas mereka, pemerintah telah juga melayangkan belasungkawa. "Pemerintah bersedih untuk ini dan kami menyampaikan rasa belasungkawa sedalam-dalamnya. Yakinlah kita berada dalam pengabdian yang benar, profesional, dan kita berikan semuanya untuk kebaikan rakyat kita yang dicintai ini," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Achmad Yurianto, kemarin.

 
Menurut dia, pemerintah masih menghimpun data resume medis para dokter di Tanah Air yang dikabarkan meninggal dunia pascamerawat pasien positif Covid-19. Untuk melindungi para dokter, ia menambahkan, sebanyak 95 ribu alat pelindung diri (APD) akan dikirimkan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 pada Senin (23/3) ini. 

Pengurus Besar (PB) Ikatan Dokter Indonesia (IDI) mengiyakan, ketiga dokter tersebut mengembuskan napas terakhir karena terserang Covid-19 seusai menangani pasien yang positif terinfeksi virus itu. "Iya, benar, tiga dokter yang meninggal dunia yaitu dokter spesialis saraf Hadio Ali Khazatsin, spesialis bedah Djoko Judodjoko, dan spesialis telinga hidung tenggorokan (THT) Adi Mirsa Putra," ujar Ketua Umum PB IDI Daeng M Faqih saat dihubungi Republika, Ahad (22/3). Dr Adi Mirsa disebut berasal dari Bekasi, dr Djoko dari Bogor,dan dr Hadio dari Bintaro di Jakarta Selatan.

Ia menambahkan, berdasarkan informasi yang dihimpun dari sesama dokter, ketiga tenaga medis ini tertular Covid-19 setelah merawat pasiennya. Sayangnya, dia melanjutkan, IDI belum mendapatkan informasi resmi dari pemerintah. 

photo
Petugas medis Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Meuraxa menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) untuk penanganan pasien yang diduga terinfeksi virus Corona (COVID-19) memeriksa tensi darah warga di Banda Aceh, Aceh, Rabu (18/3/2020). - (ANTARA FOTO)

Ketua Satgas Covid-19 IDI Profesor Zubairi Djoerban menduga masih ada beberapa tenaga medis lagi yang berstatus terpapar Covid-19 tetapi belum terverifikasi. "Saya dapat informasi, cuma masalahnya enggak ada konfirmasi, jadi harusnya ada keterbukaan data ini dan data orangnya, itu menjadi penting," kata Zubairi kepada Republika di Jakarta, Ahad (22/3).

Dia mengungkapkan, tidak terbukanya data tersebut menimbulkan kegelisahan di kalangan tenaga medis. Ia juga mengeklaim telah mendapatkan laporan dari sejumlah daerah terkait terpaparnya tenaga medis. 

Di antaranya, seorang dokter paru di Medan terkonfirmasi Covid-19 dan meninggal, kemudian juga dokter paru, spesialis bedah, spesialis THT, spesialis syaraf, dan dokter gigi di Jakarta yang masuk daftar pasien dalam pengawasan (PDP). "Itu sudah beberapa hari lalu dan harusnya kalau yang PDP itu sudah ada kepastian hasil," katanya. 

Ketua Dewan Pertimbangan IDI itu melanjutkan, ada juga laporan seorang perawat di Jakarta yang meninggal. Selanjutnya, ada laporan bahwa lima dokter di Bogor sedang diisolasi. "Ini data internal kami, tapi ini memang bukan data yang solid karena itu berdasarkan laporan yang masuk ke IDI," kata Zubairi.

Lebih lanjut dia menjelaskan, ada beragam alasan mereka terpapar Covid-19. Di antaranya adalah minimnya pasokan APD. IDI pun menyayangkan kinerja tenaga medis saat ini yang tidak didukung secara memadai. "Jadi, kami minta tolong bahwa, terus terang, kami ini crying for help, kami ini meminta pertolongan," katanya.

 

 
Jadi, kami minta tolong bahwa, terus terang, kami ini crying for help, kami ini meminta pertolongan.
   

Zubairi mengungkapkan, kendala penanganan korona juga tidak sebatas APD. Dia mengatakan, negara juga kekurangan reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) yang berfungsi membawa virus dalam keadaan hidup untuk diteliti di labolatorium Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.

 

"Jadi, APD, VCR, itu minim dan rapid test itu juga masih belum diketahui lokasinya di mana karena rumah sakit kalau diminta rapid test enggak ada yang bisa nunjukkan di mana. Jadi, minta tolong rapid test segera dibagikan ke rumah sakit," katanya. 

Zubairi menegaskan, pandemik korona di Indonesia bisa jadi akan seperti fenomena gunung es. Oleh karena itu, dia meminta keseriusan pemerintah untuk membenahi masalah yang terjadi.

Tim Pakar Gugus Tugas Penanganan Covid-19, Wiku Adisasmito, mengungkapkan, pihaknya telah merumuskan alat dan logistik kebutuhan kesehatan, khususnya yang menjadi prioritas. 

"Pertama adalah APD, kedua reagen mesin reaksi berantai polimerase (polymerase chain reaction/PCR), ketiga viral transport media (VTM), keempat rapid diagnostic test, kelima //nasal swab dacron//, dan keenam adalah ventilator," ujarnya melalui akun Youtube saluran Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Ahad (22/3). n 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat