Bicara depan publik yang dilakukan mantan Wapres Jusuf Kalla | M Agung Rajasa/ANTARA FOTO

Geni

Asah Kemampuan Bicara Depan Publik

Semua profesi membutuhkan kemampuan bicara depan publik.

Berbicara di depan khalayak umum telah menjadi makanan sehari-hari bagi seorang Don Brady Purba. Menjadi seorang pembaca berita radio di salah satu radio swasta di Jakarta ini membuatnya harus memiliki kemampuan berbicara di depan umum yang mumpuni.

Kemampuannya dalam berbicara di depan umum itu pun dia latih, bahkan sejak dia masih duduk di bangku sekolah dasar. Pada saat itu, dia kerap diminta oleh ayahnya untuk menyimak siaran ?Dunia dalam Berita?, sebuah siaran berita yang disiarkan oleh stasiun televisi resmi Pemerintah Indonesia setiap pukul 21.00 WIB.

?Sebelum tidur, itu Bapak selalu meminta saya untuk menonton berita dulu. Kebiasaan itu terbawa sampai kelas 6 SD, lalu SMP, dan SMA juga masih mendengarkan berita di radio," ungkap Don kepada Republika.

Laki-laki kelahiran Medan itu juga sering membaca segala jenis berita, baik di koran maupun majalah. Uniknya, cara membacanya pun seperti para pembawa berita dan pembawa acara di televisi dan radio. Dia juga kerap memperagakan diri layaknya pembaca berita di depan cermin. Hal itu dilakukannya untuk menambah kepercayaan diri saat membaca berita.

Pada saat SMA, dia sering mendapatkan kepercayaan untuk menjadi pembawa acara di berbagai ajang. "Jadi, saat kecil dan remaja itu aku paling banyak belajar berbicara di hadapan orang itu secara autodidak. Dan kebetulan banyak orang yang mau memercayakan aku untuk membawakan acara," tutur Don.

Perjalanan kariernya tak melulu soal menjadi pembawa acara. Setelah terjun ke dunia kerja, dia pernah bekerja di beberapa tempat yang sebenarnya juga membutuhkan keahlian berbicara di depan publik. Kebiasaan bertemu orang baru membuatnya percaya diri untuk mengasah kemampuan itu. Bahkan, saat bekerja di bagian pemasaran dan relasi tamu, dia memanfaatkannya untuk mengasah kemampuannya itu.

Kendati begitu, dia juga sempat mengalami penolakan demi penolakan ketika bertemu dengan orang baru. Namun, setiap merasa tak bersemangat karena itu, dia selalu ingat kata dosen yang pernah mengajarnya. "Aku ingat, katanya, kalau mau mengasah kemampuan diri, ya terima dan hadapi tantangan pekerjaan itu. Itu yang membuat aku terus ingin belajar, untuk meyakinkan orang agar orang mau mendengarkan apa kata kita," ujar dia.

Dia juga sempat mengambil kursus master of ceremony selama tiga bulan di kota asalnya, Medan. Saat itu, dia ingin sekali menjadi penyiar, tapi belum ada radio yang mau menerimanya menjadi penyiar.

Dalam kursus itu, dia mendapatkan teori-teori yang lebih mendalam mengenai berbicara di depan publik. Di antaranya adalah mengenai cara pengucapan, seperti artikulasi dan intonasi, lalu bagaimana cara memegang mik yang benar, bagaimana posisi yang benar. Setelah selesai kursus dan mendapatkan sertifikat, dia baru bisa menjadi penyiar radio.

Terus belajar

Namun, proses belajar tak berhenti sampai di situ. Dia mengaku, masih terus belajar mengembangkan diri, terutama untuk mengasah kemampuan berbicara di depan publik. "Sampai sekarang, aku masih terus belajar dengan orang-orang yang lebih berpengalaman dari aku. Aku juga masih suka tanya kepada produser aku, apakah ada yang terlewat atau apakah ada yang terulang," kata dia.

Laki-laki berusia 36 tahun itu juga mengaku, meskipun dia telah bertahun-tahun lamanya menggeluti dunia ini, dia masih merasa grogi saat menjadi seorang pembawa acara (MC) pada menit-menit awal acara. Namun, hal itu selalu dia atasi dengan cepat.

Dia pun mencoba untuk menenangkan diri dengan menarik napas dan melihat audiens satu per satu. "Saat itu, biasanya aku cari orang yang memang mungkin bisa diajak ngobrol atau diajak bercanda. Jadi, biasanya kalau aku menjadi MC, sebelum acara aku lihat dan kenali audiens yang hadir terlebih dahulu," jelas dia.

Motivator ternama, Remaja Tampubolon, membeberkan bagaimana semua lini industri sangat membutuhkan komunikasi. Bahkan, permasalahan utama dalam kinerja atau operasional adalah komunikasi.

"Seorang atasan, manager, atau apa pun itu, misalnya, perlu menyampaikan knowledge. Yang paling gampang adalah seorang dokter, bagaimana berkomunikasi dengan perawat di ruang operasi, itu perlu public speaking yang baik agar semua berjalan dengan baik," ungkap penulis buku Sales in You, The Art of Being Charismatic, dan Vitamin S ini.

Sementara, Tommy Tjokro, pendiri Sepikul, lembaga pelatihan public speaking dan mass communication, meniai, kemampuan bicara di depan publik dibutuhkan semua lini pekerjaan. Ini bertujuan agar seseorang mempunyai kapasitas dalam menyampaikan pendapat atau keahlian yang dimiliki. Selain itu, menurut pria yang berprofesi sebagai pembaca berita ini, jika mampu bicara depan publik dengan baik, kebijakan perusahaan dapat disampaikan dengan baik dalam lingkungan kerja.

"Public speaking itu bukan hanya saat kita bertemu dengan orang lain, tapi bagaimana kita berkomunikasi dengan platform apa pun juga. Kan sekarang sudah banyak meeting pakai conference atau meeting tanpa ketemu (tatap muka) seperti lewat WA, itu saja harus sudah punya kemampuan punya public speaking yang baik. Bagaimana caranya agar orang menerima pendapat kita tentu tergantung dari kita menyampaikannya seperti apa," ungkap Tommy.

Tommy pun menegaskan bahwa semua profesi membutuhkan kemampuan bicara depan publik, baik itu di sektor professional, seperti kedokteran atau perusahaan BUMN hingga yang konvensional. ''Sektor konvensional saja juga masih membutuhkan keahlian public speaking, apalagi di sektor yang aktif. Misalnya platform digital, seperti animator atau tim IT. Bagaimanapun juga harus ada kekuatan untuk mengungkapkan pendapat tentang keilmuan atau keahlian mereka,'' ujar mantan juara Abang None Jakarta ini. Nah, tunggu apalagi, yuk mulai belajar bicara depan orang banyak.

 

Berusaha terus membaur

Berbicara di depan publik juga menjadi kemampuan yang sangat penting dalam kehidupan seorang Inesa Ayuniza Rahmitha. Sebagai seorang reporter di salah satu stasiun televisi swasta di Jakarta, dia dituntut untuk bisa berbicara di depan publik.

Perempuan yang akrab disapa Inesa ini selalu bertemu dengan orang baru setiap hari. Orang-orang baru ini pun kerap diajak tak hanya mengobrol, tapi juga membahas isu dengan berbicara yang tepat. "Jadi, kemampuan ini memang harus aku miliki karena kalau //enggak//, profesi ini tidak bakal sukses aku jalani," kata Inesa kepada Republika.

Meskipun dia bukan merupakan orang yang suka berbicara di depan publik, dia tetap harus mengasah kemampuan itu mengingat ia terjun ke dunia televisi dan penyiaran. Inesa juga sempat mengikuti pelatihan yang 'memaksanya' praktik langsung kemampuan itu.

Dalam momentum itu, dia diajarkan poin-poin apa saja yang penting dan tidak penting untuk disampaikan. Perempuan berusia 26 tahun itu juga diberikan saran apa saja yang harus dilakukan saat berbicara di depan publik.

Misalnya, dalam suatu momentum, salah satu supervisor mengatakan, Inesa memiliki kemampuan menganalisis masalah atau sebuah isu dengan baik. Hal itu, dikatakan oleh atasan, perlu disampaikan kepada publik. "Kamu harus melakukan itu. Katanya, coba tantang diri kamu sendiri. Itu yang diajarkan ke aku," kata Inesa.

Belajar berbicara di depan publik, terlebih dengan sorot kamera, tak selalu mulus. Apalagi, masa-masa awal ketika dia harus melakukan laporan langsung di lapangan. "Itu baru pertama kali di lokasi itu, saat itu lokasinya di pintu tol, lagi liputan arus mudik. Konon, sebagai anak baru di TV, liputan mudik adalah ujiannya. Itu paniknya kebangetan, tapi coba tetap stay cool," ungkap Inesa.

Menurutnya, pengalaman laporan di lapangan saat pertama kali itu merupakan pengalamannya yang paling menyenangkan sekaligus menegangkan. Setelah melewatinya, dia menyadari, laporan langsung ternyata tidak semengerikan seperti yang sebelumnya dia pikirkan.

Belajar untuk mengasah kemampuan berbicara di depan umum ternyata tak semulus yang dia kira. Sebab, dia menyadari, Inesa merupakan tipe orang yang tidak ingin berbasa-basi dan tak ingin bicara jika tak ada hal yang penting. Dia menyadari, profesinya tak bisa membuatnya terus demikian. Profesinya menuntutnya untuk bisa bertemu dengan orang agar mau berbicara nyaman dengan dia.

"Soal basa-basi jadi pergolakan sendiri buat aku. Tapi, dari situ, aku belajar kalau setiap orang itu butuh awalan. Dan kesan pertama yang baik untuk bisa berbicara dengan nyaman dengan lawan bicaranya," kata dia.

Dari pemahaman itu, dia belajar untuk selalu baik jika bertemu orang lain. Selain itu, dia juga mulai mau mendengarkan apa yang dikatakan orang-orang kepadanya.

Salah satu kemampuan berbicara yang dia terapkan dalam kariernya sebagai jurnalis adalah bagaimana membuat narasumber nyaman mengobrol dengannya. Jika sudah nyaman, menurut dia, cerita yang bagus pun bisa didapatkan. Dia juga menantang diri sendiri untuk terus belajar bercerita dengan baik agar ceritanya bisa tersampaikan dengan baik. "Kita tidak mau juga kan kalau cerita yang ingin kamu sampaikan tidak bisa dicerna dengan baik di khalayak umum. Intinya, blend yourself in every situation," jelas Inesa.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat