Karyawan melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Senin (24/2). | Republika/Prayogi

Opini

Coronomic

 

Ronny P Sasmita, Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia

Cukup mengejutkan, di tengah kekhawatiran perlambatan ekonomi global, perang dagang, dan kemandekan pertumbuhan ekonomi domestik, virus korona muncul dan menjadi trigger kepastian kontraksi.

Sampai awal bulan ini saja, indeks harga saham gabungan (IHSG) di Bursa Efek Indonesia (BEI) secara year to date (ytd) terpangkas 12,7 persen. IHSG sudah di level yang sama dengan tahun 2016.

Dana asing yang keluar dari pasar saham pada periode yang sama mencapai Rp 6,5 triliun. Pasar saham di seluruh bursa dunia secara pukul rata ikut memerah. Terdalam adalah indeks harga saham Bursa Austria yang terjungkal 17 persen.

Dow Jones Index terpangkas tak kurang dari 8,5 persen, Nikkei 12,3 persen, dan DAX (Bursa Jerman) terjerembap 12,1 persen. Di tataran regional, Bursa Malaysia tercatat turun 6,6 persen, Singapura turun 8,1 persen, dan Bursa Filipina terjungkal 13,4 persen.

Berkaca pada pergerakan angka itu, dapat disimpulkan Covid-19 memang menakutkan. Selain karena penularan yang begitu cepat, obat dan vaksin yang belum ditemukan, pun karena efek psikologis pasar yang ditimbulkannya.

Negara-negara memutuskan untuk menutup jalur transportasi ke dan dari negara yang dianggap bisa menjadi sumber malapetaka korona. Rantai pasok untuk beberapa jenis barang impor di banyak negara, mulai terganggu sehingga pelan-pelan harga menanjak.

Jika kondisi tersebut terus berlangsung atau setidaknya dalam rentang waktu cukup lama, imbasnya ke ekonomi riil akan terus membesar.

Lihat saja, tahun ini maskapai penerbangan dunia diperkirakan didera kerugian 113 miliar dolar AS akibat menyusutnya penumpang. Bahkan, sejak virus ini merebak pada awal Januari 2020, ekonomi dunia makin turun perlahan.

Dana Moneter Internasional (IMF) belum lama ini langsung merevisi laju pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2020 sebesar 0,4 persen ke 2,9 persen. Di sektor moneter, kondisi yang sama terjadi. Semua negara menunjukkan keseriusan yang sama.

Bank sentral AS secara mengejutkan memangkas fed fund rate (FFR) 50 basis poin ke level 1,00- 1,25 persen. Kemungkinan besar, The Fed akan terus menurunkan suku bunga acuan sampai situasi ekonomi dunia benar-benar di titik yang pasti.

Bahkan, respons yang diberikan hampir sama dengan krisis finansial 2008. The Fed mulai mengucurkan dana untuk menambah likuiditas perekonomian negeri Paman Sam tersebut. Bank Indonesia (BI) sudah meresponsnya dengan lima kebijakan.

Di antaranya, meningkatkan intensitas triple intervention agar nilai tukar rupiah bergerak sesuai landasan fundamental, mengoptimalkan intervensi di pasar domestic non delivery forward (DNDF), pasar spot, dan SBN untuk meminimalkan risiko peningkatan volatilitas nilai tukar.

BI juga menurunkan giro wajib minimum (GWM) valas dari delapan persen ke empat persen dan GWM rupiah 50 basis poin untuk bank yang membiayai ekspor-impor.

Tak bisa tidak, kondisi yang kian mengkhawatirkan ini akan mengguncang daya beli, terutama 40 persen kalangan menengah ke bawah. Karena korona, masukan publik tentang urgensi penjagaan daya beli akhirnya didengar oleh pemerintah.

Paket stimulus langsung dirumuskan. Pada stimulus pertama, pemerintah menaikkan tambahan manfaat bagi keluarga penerima manfaat (KPM) sebesar Rp 50 ribu menjadi Rp 200 ribu per bulan, yang berlaku selama enam bulan, mulai Maret 2020.

Kedua, percepatan peluncuran Kartu Prakerja di tiga provinsi, yaitu Bali, Sulawesi Utara, dan Kepulauan Riau. Ketiga, di bidang perumahan, ada penambahan anggaran Rp 1,5 triliun untuk subsidi bunga Rp 800 miliar dan subsidi uang muka Rp 700 miliar.

Keempat, pemerintah memberi insentif untuk wisatawan domestik Rp 443,39 miliar. Bentuknya, diskon 45-50 persen tiket pesawat untuk kuota 25 persen kursi pesawat dari setiap penerbangan ke 10 destinasi wisata mulai 1 Maret hingga 31 Mei 2020.

Kelima, pengurangan tarif Pelayanan Jasa Penumpang Pesawat Udara sebesar 20 persen, berlaku 1 Maret hingga 31 Mei 2020. Keenam, diskon harga bahan bakar jenis avtur di bandara pada sembilan destinasi wisata, yang berlaku pada Maret-Mei 2020.

Ketujuh, pemerintah pusat meniadakan pemungutan pajak hotel dan restoran pada 10 destinasi wisata tertentu selama enam bulan ke depan, juga memberi subsidi atau hibah ke pemda terdampak penurunan tarif pajak hotel dan restoran di daerah, Rp 3,3 triliun.

Pada stimulus kedua, pemerintah berencana memberikan insentif fiskal komprehensif, yang mendorong daya beli ataupun produksi dalam negeri. Pemerintah mengisyaratkan penundaan pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 21 (PPh Pasal 21).

Di sisi lain, pelaku usaha meminta pendapatan tidak kena pajak dinaikkan. Pemerintah digadang-gadang menyiapkan anggaran lebih besar daripada stimulus pertama untuk mengangkat daya beli masyarakat meski berisiko meningkatkan defisit APBN dan menurunkan tax ratio.

Hal yang perlu ditekankan pemerintah adalah kepastian bahwa semua yang telah dirumuskan adalah langkah strategis yang benar-benar akan direalisasikan. Jika tidak, pertahanan ekonomi dalam negeri terus melemah karena sentimen negatif dari luar.

Meski intensitas penyebaran Covid-19 di Cina menurun, masyarakat internasional terbukti belum terlalu yakin pada transparansi penanganan korona yang telah menjangkiti 76 negara dan merenggut nyawa 3.200 orang.

Sejatinya, keraguan semacam itu membayangi pergerakan pasar finansial global sejak korona merebak. Jika pelaku pasar domestik tak mendapatkan kepastian di tataran internasional, pemerintah harus memberikannya karena memang itulah obatnya.

Pendeknya, Pemerintah Indonesia harus ikut menepis berbagai keraguan melalui tindakan nyata, terukur, dan komprehensif.

Insentif fiskal, pelonggaran moneter dan kebijakan makroprudensial, penerapan protokol krisis di pasar saham, dan langkah lain adalah jurus strategis yang diperlukan, mengingat kenyataan stagnasi ekonomi nasional yang terus-menerus ditepis oleh pemerintah.

Dan akhirnya, korona dengan cepat memperjelas tingkat kedaruratan ekonomi kita dan memaksa pemerintah mengambil langkah secara cepat dan strategis, yang tidak terlalu infrastruktur sentris lagi. Semoga ke depan kondisi semakin membaik. n

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat